8. Duri Dalam Daging

Maryati diantarkan ke stasiun oleh suaminya untuk pulang ke Jawa, meskipun sebetulnya Dadang tak tega melepaskan isterinya yang sedang hamil bepergian jauh sendirian, tapi Dadang pada akhirnya mau tidak mau tetap melepaskannya,

"Langsung kasih kabar begitu sampai ya Mah,"

Kata Dadang pada sang Maryati, tampak Maryati pun langsung menganggukkan kepalanya,

"Jangan telat makan Pah, kalau lembur tetap ingat waktu ya Pah,"

Maryati memeluk suaminya, kedua matanya berkaca-kaca,

Dadang membalas pelukan sang isteri, rasanya belum apa-apa ia sudah terbayang seberapa besar ia akan merindukan sosok isterinya,

Tuiiiiiiiiiiit...

Terdengar suara peluit tanda kereta akan segera diberangkatkan menggema di seluruh stasiun,

Maryati pun buru-buru melepaskan pelukannya, Dadang mencium kening Maryati lalu menemaninya sampai sang isteri naik ke atas kereta,

Dadang terus berdiri mengiring kepergian Maryati,

Ia sama sekali tidak beranjak dari tempatnya, di antara banyak pengantar lain yang juga menatap kereta dengan sedih,

Peluit panjang kembali terdengar memenuhi setiap sudut stasiun yang dipadati banyak penumpang kereta dan juga orang yang mengantar,

Kereta tampak bergerak pelahan meninggalkan stasiun, Maryati yang duduk di samping kaca jendela kereta tampak menatap suaminya yang melambai ke arahnya,

Maryati yang sejak tadi kedua matanya berkaca-kaca kini tampak menitikkan air mata,

Sedih hatinya kini tiba-tiba harus meninggalkan suaminya sendirian di rantau,

Kereta mulai bergerak cepat, saat stasiun di mana ia naik tadi kini telah jauh tertinggal di belakang,

Maryati membenahi duduknya, disandarkannya tubuhnya ke sandaran kursi kereta agar bisa lebih nyaman,

Di samping kanan ia duduk terdapat seorang perempuan paruh baya seusia Ibunya, sementara di depannya dua perempuan yang usianya sepertinya sebaya dengan ibu di sampingnya tampak sedang sibuk membuka bekal,

Maryati menghela nafas panjang, hatinya jelas sedang tak baik-baik saja, maka ia kemudian memilih berpura-pura tidur saja sambil menyandarkan kepalanya ke kaca jendela kereta,

Tiga orang perempuan paruh baya yang duduk di dekat Maryati kini mulai sibuk berbagi makanan sambil sibuk bercerita,

"Jadi yang dibunuh itu selingkuhan pak lurah katanya,"

Terdengar kasak-kusuk suara salah satu dari tiga ibu paruh baya itu bicara,

"Lho jadi bener itu selingkuhan pak lurah?"

Tanya ibu paruh baya yang duduk di samping Maryati,

"Iya, kasihan ya, mana itu Bu lurah sedang sering sakit, tega sekali Pak lurah,"

"Laki-laki memang begitu,"

"Jadi yang bunuh masih saudara Bu lurahnya,"

"Iya, yang bunuh adik sepupu Bu lurah, kemarin kan digelandang katanya masuk TV,"

"Wah masuk TV ya?"

"Iya masuk TV katanya, di koran-koran juga banyak, sayang ya di rumah belum ada TV,"

Berisik mereka bicara soal berita pembunuhan yang beberapa hari ini sepertinya memang wara-wiri menjadi topik utama berita,

Tentu saja, karena di tahun itu rasanya kasus kriminal belumlah terlalu banyak seperti di atas tahun dua ribuan,

Maryati, perempuan itu, yang sejatinya tidak tidur dan jadi ikut mendengarkan pun akhirnya terbayang berita TV yang ia sempat lihat,

"Makanya aku tidak suka kalau ada orang lain di rumah, saudara saja kalau menginap tetap aku pantau, karena yang namanya setan itu tidak lihat apa-apa kalau menggoda,"

"Ah iya betul, kita itu pada dasarnya tidak tahu akan dari mana saja datangnya sesuatu yang buruk,"

Mendengarnya Maryati tampak menghela nafasnya, karena ia jadi langsung terbayang suaminya mulai hari ini akan hanya bersama Intan, pembantu rumah tangganya,

Namun, secepat mungkin Maryati menghalau pikiran yang tidak-tidak,

Intan hanyalah anak yang usianya masih di bawah dua puluh tahun, pastinya bagi suaminya, Intan hanyalah anak kecil yang ia akan anggap macam adiknya sendiri,

Apalagi, Maryati harusnya juga telah tahu betul bagaimana kelakuan Dadang selama ini,

Ia bukanlah laki-laki yang mudah terpikat perempuan.

...****************...

"Oh jadi kamu pembantu baru rumah Bu Maryati?"

Tanya salah satu gadis yang juga sesama pembantu rumah tangga di komplek perumahan yang di mana Intan bekerja,

Intan yang hari ini terpaksa pergi ke warung karena minyak goreng habis tanpa sengaja bertemu dengan gadis tersebut,

Gadis yang hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tapi tampak memakai perhiasan lengkap,

Dari kalung, gelang, anting, bahkan cincin pun ia tidak hanya memakai satu tapi tiga,

"Namaku Masnah,"

Kata gadis itu memperkenalkan diri saat kemudian ia dan Intan pulang bersama dari warung,

Tampak Masnah memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya mengajak Intan berjabat tangan,

Intan pun menerima jabat tangan Masnah sambil menyebutkan nama pula,

"Intan,"

Kata Intan,

Senyuman Intan yang manis pun tersungging, menghias wajahnya yang cantik,

"Kamu kok cantik-cantik jadi pembantu sih, kenapa tidak jadi artis saja,"

Kata Masnah kemudian, mendengarnya Intan tampak tertawa kecil,

"Jadi artis apa, Intan tidak bisa nyanyi,"

"Lah ya poto-poto itu, apa main pilem,"

Kata Masnah pula,

Intan pun tertawa lagi,

"Kamu ini dibilangin serius malah tertawa,"

"Ya, soalnya tidak mungkin Intan bisa jadi artis,"

Ujar Intan,

Masnah menatap Intan lalu menggeleng-gelengkan kepalanya,

"Hmm coba aku secantik kamu, aku sudah akan langsung daftar ke majikan biar bisa ikut main pilem, majikanku kan itu yang suka buat pilem,"

Tutur Masnah,

"Wah, iyakah? Film apa?"

Tanya Intan antusias,

"Macam-macam, pokoknya pilem,"

Kata Masnah lagi,

Intan mantuk-mantuk saja percaya,

"Kalau aku tidak tahu pekerjaan majikanku, lagipula aku ke sini baru kemarin, jadi tidak tahu persis dia kerja apa, tapi sepertinya dia orang yang sibuk, malam dia lembur di ruang kerjanya, pagi sekali sudah berangkat,"

Kata Intan yang jadi kembali terbayang wajah sang majikan,

Ah Pak Dadang, wajahnya yang sungguh tampan seolah terus ada di depan mata Intan,

Selama hidupnya, Intan merasa baru kali ini ia melihat laki-laki setampan dan semenarik Pak Dadang,

Dia yang bukan hanya tampan, tapi juga pembawaannya yang berwibawa dan sangat berkharisma membuat dada Intan tak mampu berhenti berdebar setiap kali melihatnya,

"Oh Pak Dadang ya, setahuku dia di perusahaan negara kan? Bu Maryati sering main ke rumah waktu belum hamil, kalau sekarang dia lebih banyak di rumah, mungkin karena kehamilannya yang sepertinya membuat dia kurang sehat,"

Kata Masnah,

Intan tampak mantuk-mantuk, ia memang melihat wajah sang Nyonya cukup pucat, menandakan ia kurang sehat,

Tapi Intan tak peduli, ia tak begitu tertarik dengan apa yang menimpa sang Nyonya,

"Pak Dadang itu apa asli orang sini ya?"

Tanya Intan pada Masnah,

Tampak Masnah mengedikkan bahu,

"Entahlah, tapi aku dengar mereka hanya menyewa rumah di situ, atau itu rumah saudaranya, aku kurang paham, tapi sepertinya sih bukan orang sini, ah memangnya kamu tidak diberitahu oleh pihak yayasan, siapa dan apa latar belakang calon majikanmu sebelum bekerja?"

Tanya Masnah heran,

Intan tampak nyengir,

"Sepertinya sih diberitahu, tapi aku tak terlalu dengar, aku juga tak begitu suka membaca, jadi ya yang penting datang saja ke sini,"

Kata Intan,

"Hmm, bagaimana kalau ternyata majikanmu orang jahat, untungnya majikanmu orang baik,"

Intan tertawa kecil lagi, tentu ia sedikit menertawakan kebodohannya,

"Ya untungnya majikanku baik, dan juga tampan,"

Gumam Intan, yang ternyata tetap bisa didengar Masnah di sebelahnya, yang kemudian Masnah pun jadi tertawa,

"Sadar Mbak, suami orang, meskipun memang..."

Masnah tak melanjutkan kalimatnya, namun malah tertawa lagi.

"Hey, kenapa tidak dilanjutkan? Apa? Memang apa?"

Tanya Intan jadi penasaran,

Masnah tersenyum geli melihat Intan, yang sepertinya masih polos,

Tampak Masnah kemudian mendekat ke telinga Intan, sambil berbisik sesuatu yang tak pantas, yang membuat Intan wajahnya jadi bersemu merah,

"Kamu sudah pernah pacaran belum?"

Tanya Masnah,

Intan tampak mengangguk kecil,

"Hanya surat-suratan tapi?"

Goda Masnah sambil tertawa, yang juga membuat Intan jadi ikut tertawa,

Ah yah, hanya surat-suratan tentu saja, memangnya mau apalagi, nonton layar tancap pun yang ada dimarahi Bapak tidak habis-habis. Batin Intan.

"Belum pernah coba sih, kalau coba nanti ketagihan, apalagi kalau sama orang setampan Pak Dadang ya, hahaha..."

Masnah kembali tertawa, dan Intan jadi makin memerah pipinya.

...****************...

Terpopuler

Comments

◉✿✪⃟𝔄ʀⓂ️𝐚𝐰𝐚𝐫✿◉

◉✿✪⃟𝔄ʀⓂ️𝐚𝐰𝐚𝐫✿◉

G ada yg beres ini para pembantu y

2023-02-03

1

◉✿✪⃟𝔄ʀⓂ️𝐚𝐰𝐚𝐫✿◉

◉✿✪⃟𝔄ʀⓂ️𝐚𝐰𝐚𝐫✿◉

Cuci tu otakmu jngan lupa di pakein baylin juga biar g kotor, Ntan

2023-02-03

1

Shinta Teja

Shinta Teja

udah seminggu Lho ini,Thor....

2023-01-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!