Sore harinya, saat sang suami sudah pulang dengan mendorong gerobak, Dinda menyambut kepulangan sang suami dengan wajah tersenyum manis. Begitu juga Bunga, Bunga berteriak kesenangan karena sang Ayah sudah pulang. Bunga terlihat sudah bersih dengan pakaian yang baru di ganti dan dengan bedak putih hampir menutupi seluruh wajah mungilnya. Ia terlihat sangat cantik dengan pipi sedikit chubby, hidung mancung dan mata yang jernih.
''Mas,'' Dinda mengambil tangan sang suami lalu menciumnya dengan penuh hormat. Bima lalu mengelus pucuk kepala sang istri dengan penuh kasih sayang.
Bunga pun melakukan hal yang sama kepada Sang Ayah. Pada dasarnya anak kecil memang peniru yang ulung, Bunga selalu meniru apa yang Ibu nya lakukan, makanya selama ini Dinda selalu bersikap baik, dan bertutur kata dengan lemah lembut kepada siapapun. Ia ingin sang putri tumbuh menjadi pribadi yang baik.
Seketika rasa lelah Bima sepulang dari mencari nafkah menguap sudah. Karena anak dan istri yang selalu memasang wajah ceria menyambut kepulangan nya.
''Habis ketoprak nya, Mas?'' tanya Dinda lembut. Saat mereka bertiga sudah duduk lesehan di atas tikar di dalam rumah.
''Alhamdulillah, Dek. Ini uangnya,'' Bima menyerahkan semua uang hasil penjualan ketoprak kepada sang istri. Selama ini Bima memang selalu jujur kepada sang istri, tidak ada yang ia tutup-tutupi. Hal itulah yang membuat Dinda merasa nyaman hidup bersama Bima, walaupun ekonomi mereka pas-pasan. Tapi keluarga kecil mereka saling menghargai satu sama lain, dan mengerti akan kewajiban mereka masing-masing, sehingga mereka selalu merasa bersyukur setiap harinya atas apa yang mereka dapatkan.
Dinda menghitung lembar demi lembar uang usang dua ribuan dan ada juga yang lima ribuan.
Sedangkan Bunga sudah duduk di pangkuan sang ayah. Bima mengecup pipi sang putri berulang kali, hingga membuat Bunga tertawa riang.
''Alhamdulillah, semuanya ada tiga ratus ribu lebih, Mas.'' Dinda berkata dengan senyum mengembang dengan uang yang berada di tangannya. Ia menggenggam uang itu dengan erat.
''Alhamdulillah, Dek. Semoga setiap harinya dagangan Mas laku dan habis seperti hari ini.'' Ucap Bima dengan harapan yang sama setiap harinya.
''Iya, Mas. Amin. Ini seratus ribu aku masukin ke dalam tabungan kita, ya, Mas. Dan yang dua ratus ribu lebih untuk modal dagangan kita besok. Kalau untuk makan kita masih ada uang kemarin.'' Timpal Dinda.
''Iya, Dek. Kamu atur saja semuanya. Mas selalu percaya sama kamu.'' Ucap Bima lembut. walaupun Bima sering panas-panasan karena setiap harinya harus jualan keliling, tapi ketampanan nya tidak pernah luntur, wajahnya terlihat berseri setiap saat karena ia selalu mengejar sholat lima waktu dan sholat sunnah, wajahnya yang tampan selalu ia basuh dengan air wudhu. Selama berjualan, banyak gadis-gadis yang merupakan siswi dan mahasiswi yang terang-terangan mendekati nya, tapi ia tidak tertarik sama sekali, karena ia hanya mencintai istrinya seorang. Bahkan para janda dan istri orang juga banyak yang menggodanya. Paras nya yang bak aktor ternama membuat para wanita terpesona, dan ingin mengenalinya lebih dalam lagi. Tapi Bram tidak pernah membuka jalan untuk wanita-wanita itu masuk ke dalam kehidupan nya. Baginya hanya sang istri yang paling cantik dan paling sempurna dari wanita manapun. Karena kenyataannya istrinya memang sangat cantik. Dinda dan Bima sangat serasi.
Selama ini setiap harinya Dinda dan Bima memang rajin menabung, kalau dagangan mereka lagi rame, maka mereka akan menyisihkan uang mereka untuk di tabung sebanyak seratus ribu, kalau lagi kurang rame maka mereka akan menyisihkan sebanyak lima puluh ribu, dan terkadang juga dua puluh ribu. Semampu mereka saja yang penting harus menabung. Karena banyak mimpi yang ingin mereka wujudkan kedepan nya, mereka ingin membangun sebuah ruko tempat usaha ketoprak mereka, sebenarnya mereka sudah menabung dari dua tahun yang lalu, dan tabungan mereka juga sudah cukup banyak.
***
Malam harinya, saat waktu istirahat. Dinda dan Bima mengobrol di atas ranjang. Bunga sudah terlelap dengan begitu pulas di tengah-tengah mereka dengan setengah selimut menutupi tubuhnya.
''Oh, ya, Mas. Besok setelah sholat subuh, aku akan ke rumah Mama, Mas.'' Dinda mengatakan kepada sang suami.
''Ngapain, Dek?'' tanya Bima. Mereka berbaring di atas kasur tipis dengan posisi menyamping, dari tadi Bima senantiasa mengelus pucuk kepala sang istri.
''Aku harus bantu Mama memasak, karena tadi siang Mama berkunjung ke sini, beliau meminta agar aku membantu memasak dan bersih-bersih rumah untuk acara lamaran Naira.'' Jelas Dinda. Dinda memang memanggil wanita yang melahirkan nya dengan sebutan Mama, karena Mama nya merupakan orang berada di area tempat tinggalnya. Jarak rumah Naira dan Mama nya tidak terlalu jauh, kalau jalan pintas cukup sepuluh menit perjalanan untuk sampai, tapi kalau melewati jalan raya maka butuh waktu dua puluh lima menit untuk sampai, dan itupun harus menggunakan kendaraan.
''Oh jadi Naira udah mau nikah? Tidak kerasa, ya, Sayang. Padahal waktu kita nikah dulu Naira masih gadis kecil.''
''Iya, Mas. Waktu kita nikah usia Naira baru empat belas tahun, sekarang usianya udah 20 tahun, Mas. Udah sepantasnya dia berumah tangga.''
''Ya sudah, besok kamu pergi saja ke rumah Mama. Semoga saja semua proses menuju hari pernikahan Naira di lancarkan.''
''Amin. Mas, aku titip Bunga, ya. Em kamu enggak usah jualan besok pagi, karena aku tidak mungkin bawa Naira, takutnya merepotkan di sana.'' Dinda berkata dengan hati-hati. Bima yang sudah mengerti dengan apa yang di katakan oleh sang istri hanya bisa tersenyum simpul, ia tidak ingin ambil pusing dengan memikirkan hal-hal yang dapat membuat nya kecewa.
''Iya, biar Mas jaga Bunga di rumah. Besok Mas akan mengajak Naira ke Empang kong Hasim, Naira pasti senang Mas ajak dia memancing di sana, kalau dapat ikan nya 'kan lumayan untuk di goreng, dan di jadikan lauk untuk teman makan nasi.''
''Iya, Mas. Kamu jaga Bunga baik-baik, ya. Maklum putri kita ini lagi aktif-aktif nya sekarang.''
''Iya, kamu tenang saja, Sayang. Ya sudah, yuk kita tidur, kamu butuh banyak tega untuk besok.''
''Iya, Mas.''
''Selamat tidur istri ku, Sayang. Semoga tidur mu malam ini nyenyak.''
''Iya, Mas. Selamat tidur juga.''
Sepasang suami istri tersebut memejamkan mata mereka dengan mulut yang komat kamit membaca doa sebelum tidur. Mereka juga membaca ayat-ayat pendek dan sholawat nabi pengantar tidur hingga mereka terlelap.
Kekayaan materi emang begitu penting untuk keberlangsungan hidup, tapi kaya hati dan kasih sayang lebih penting dari segala nya untuk membangun keluarga yang samawa. Walaupun sering di rendahkan karena kemiskinan mereka, tapi mereka tidak ingin ambil pusing perkataan orang-orang yang menghina mereka. Mereka tetap sabar dan tetap semangat bekerja seperti biasa setiap harinya dengan hati yang lapang. Selama tidak meminta makan dengan orang, maka jangan pernah merasa kamu rendah.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments