*** Chapter 12 ***
Sebuah peti di temukan tergeletak di dalam rumah kosong oleh Jin, seorang pelajar sekolah menengah atas tingkat dua. Jin merupakan tetangga dari Setta. Laki-laki berkebangsaan dua negara, Korea dan Indonesia itu mengamati peti tersebut bersama temannya Aryo. Sore itu sebuah ide gila merasuki mereka yang penuh ingin tau dan penasaran mengunjungi rumah kosong yang di tinggal penghuninya setahun belakangan ini.
Jin dan Aryo mendorong pintu hingga terbuka lalu membawa masuk petinya. Ditutupnya pintu, mengerjap-ngerjap untuk menyesuaikan penglihatan mereka dengan cahaya temaram. Jin berdiri di tempat yang dulunya ruang penghubung yang megah. Udara terasa berbau apek, lembab dan menyesakkan dada untuk di hirup. Debu dan daun kering teronggok di sudut-sudut ruangan. Sarang laba-laba menggantung dengan malas di bagian lampu dan perabot.
Namun, yang benar-benar tak masuk akal ketika mereka melihat sebuah pohon besar yang agaknya melebur dengan arsitektur bangunan. Dahannya bengkok tumbuh menembus plester tembok, akar yang tebal menyeruak dari lantai papan.
"Pulang yuk Jin, aku merinding banget nih!" ajak Aryo dengan nada gemetar.
"Sebentar dulu, aku penasaran nih mau liat isinya," sahut Jin masih mencoba membuka isi peti tersebut.
"Nanti kalau isinya ular besar gimana? apa buaya gitu hiiiyyy aku takut ah!" rengek Aryo.
"Bukanlah! kalau isinya binatang juga dari tadi udah gerak, cepetan bantu buka!" seru Jin memberi perintah pada Aryo.
Aryo mencari dahan kayu yang bisa ia gunakan untuk membuka peti tersebut, tapi tetap tak bisa. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah linggis di dekat sofa yang lapisan kulitnya sudah sobek.
"Coba pakai ini!" ucap Aryo memberikan linggis itu pada Jin.
Akhirnya peti itu terbuka. Bau busuk menyeruak keluar dari dalam peti membuat si penghirup udara dari peti tersebut terasa mual.
"Astagfirullah itu apa jin?" tunjuk Aryo dengan raut wajah langsung ketakutan.
"Apaan sih? coba hape kamu senterin ke dalam peti!" perintah Jin.
Aryo mengeluarkan ponselnya lalu mengarahkan lampu senter ke dalam petinya. Keduanya langsung terlonjak, sontak mereka berteriak bersamaan.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!"
Keduanya lari tunggang langgang meninggalkan rumah kosong itu.
Jin berlari ke dalam halaman rumah Setta bukan ke dalam halaman rumahnya.
Tok...Tok...Tok...
Jin mengetuk pintu rumah Setta berkali-kali.
"Walaikumsalam...," ucap Setta saat membuka pintu rumahnya.
"Abang kamu ada?" tanya Jin yang terlihat panik.
"Walaikumsalam...," ucap Setta mengulang lagi jawaban salam yang belum terucapkan oleh Jin dan Aryo.
"Oh iya, walaikumsalam, eh salah kan tuh assalamualaikum," ucap Jin dengan nafas yang tersengal-sengal, raut panik terpancar dari wajahnya.
"Nah gitu dong, pada kenapa sih kak?" tanya Setta.
"Abang kamu ada gak?" tanya Jin
"Belum pulang, emang ada apa ya?"
"Gawat, Ta, gawat banget pokoknya."
"Aku ambil minum buat kalian ya kayaknya capek banget, bentar tunggu sini, jangan masuk ya, aku sendirian soalnya!"
Setta lalu pergi ke dapur mengambilkan botol air minum dari kulkas dan dua gelas melamin untuk Jin dan Aryo.
"Ini diminum kak!" Setta menyerahkan botol minum dan gelas tadi.
Jin dan Aryo langsung menenggak airnya sampai habis.
"Telpon abang kamu sekarang!" perintah Aryo.
"Ada apa sebenarnya, sih?" tanya Setta penasaran.
"Ada... itu apa tadi namanya, Yo?" Jin menepuk bahu Aryo berkali-kali.
"Ada orang, kepalanya gak ada, itu di peti, itu di sana," sahut Aryo dengan paniknya.
"Coba tarik nafas dulu yang panjang, habis itu buang, biar tenang," ujar Setta.
"Huuufftt..." Hembusan kelegaan tercipta dari Jin.
"Oke, gini Ta, ada mayat di rumah kosong, yang di ujung kompleks sana," ucap Jin setelah menghela nafas panjang.
"Astagfirullah serem banget! coba aku telpon abang ku dulu."
Setta mencari ponselnya lalu menghubungi Nathan segera.
***
Mobil polisi dan ambulance sampai di tempat kejadian yang tadi Setta laporkan. Aryo dan Jin sedang di mintai keterangan oleh polisi terkait penemuan mayat dalam peti. Mayat laki-laki berusia kira-kira dua puluh lima sampai tiga puluh tahun ditemukan terlipat di dalam peti. Tulangnya di patahkan agar bisa di tekuk dan di masukkan ke dalam peti. Lebih mengerikannya lagi mayat tersebut tak memiliki kepala.
Dokter Sarah dan Nathan sedang mengamati mayat tersebut saat di keluarkan dari dalam peti. Gemerutuk tulang terdengar saat mayat tersebut di angkat dan di baringkan ke dalam kantung mayat.
Para warga masih juga berkumpul dengan ponsel mereka yang siap di tangannya masing-masing. Sudah lumrah bagi mereka untuk berlomba-lomba memberi informasi terkini mengenai kejadian yang menghebohkan di media sosialnya masing-masing.
Kejadian yang begitu miris.
***
Malam itu Rania memutuskan menginap di rumah Setta, karena orang tuanya yang sedang pergi menunaikan ibadah umroh sebagai pencitraan. Rania yang dilahirkan sebagai anak tunggal, tak mau tinggal di rumah dengan dua asisten rumah tangganya yang berstatus suami istri. Pernah sekali Rania memergoki keduanya dengan enaknya memakai fasilitas rumah selayaknya si pemilik. Apalagi adegan mesra yang selalu mereka perlihatkan dengan noraknya saat mami papinya tak ada di rumah. Meskipun Rania berusaha mengadu tetap saja papinya selalu membela mereka karena keluarga si pelayan yang turun temurun bekerja di rumah Rania.
Suara ketukan pintu terdengar dipukul setengah sembilan malam pada jam dinding rumah Setta.
"Aku aja yang buka, kamu lanjutin buat mie rebus nya," ucap Rania lalu pergi membuka pintu.
"Eh abang Nathan udah pulang, makin cakep aja," sapa Rania saat melihat Nathan pulang.
Nathan hanya tersenyum pada Rania lalu beranjak pergi ke kamarnya.
"Kok diem aja sih, paling capek kali ya, mukanya aja pucat banget kecapekan kayanya." gumam Rania lalu kembali ke dapur menemani Setta.
"Siapa, Ran?" tanya Setta.
"Abang kamu pulang, capek banget kayaknya dia," sahut Rania.
"Oh iya, mungkin dia habis lembur karena kasus tadi," ucap Setta lalu menaruh mie rebusnya ke dalam dua mangkok untuknya dan untuk Rania.
"Kamu aduk bumbunya ya, aku mau buat teh manis buat abang dulu," ucap Setta.
"Oke, aku bawa ke meja makan ya," Rania lalu membawa kedua mangkuk mie itu ke meja makan.
Setta mengetuk pintu kamar Nathan dengan membawa secangkir teh manis panas di tangannya.
"Abang ini teh nya...," ucap Setta tapi tak ada jawaban.
"Aku taruh di meja makan ya...," ucap Setta masih tak ada jawaban.
"Kamu yakin abang aku udah pulang?" tanya Setta pada Rania.
****
Bersambung ya...
Jangan lupa mampir ke novel Vie lainnya
- Pocong Tampan
- Kakakku Cinta Pertama ku
- 9 Lives
- Gue Bukan Player
Vie Love You All...😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Berdo'a saja
hayooo siapa tuh
2023-01-03
0
Rachel Nathalie
jadi inget seokjin my bias
2022-02-05
0
ainun
ayooo siapa tuuh yg datang kerumahnya seta 🙈🙈🙈🙈
2022-02-03
0