Demon Hunter

Demon Hunter

CHAPTER 1.0 – Prolog

Bulan ke-VII di tahun MMXXII, musim ajaran tahun baru sekolah telah dimulai. Setelah melewati ujian seleksi, akhirnya aku bisa bersekolah di SMA VII Distrik Ancala. Aku pikir akan gagal dalam ujian seleksi. Namun, dengan usaha yang keras aku bisa diterima.

SMA VII Distrik Ancala, merupakan SMA yang terletak di Kota Sumarah. SMA ini juga memiliki progres setelah lulus bisa dipastikan masuk ke dalam pasukan militer. Jika kau tak ingin, maka kau bisa memilih jalan yang lain. Namun, sebagian murid memilih menjadi pasukan militer setelah lulus.

Tepat pada hari ini SMA VII Distrik Ancala mengadakan upacara penerimaan murid baru di Gedung Aula. Kepala Sekolah memberikan sambutan dan memberikan arahan kepada para murid baru. Kemudian, pembawa acara kembali mengambil alih jalannya acara.

Selanjutnya, sambutan dari murid baru

Sambutan tersebut akan diwakili oleh Nasya Yana

Seorang wanita cantik naik ke atas panggung dan berdiri di hadapan ratusan murid baru. Semua orang tertuju padanya, pandangan mereka tak pernah lepas dari wajahnya. Wanita itu mengangkat sepucuk kertas lalu membacanya.

Terima kasih, aku ucapkan kepada pihak sekolah

Berkat kerja keras mereka, kami bisa bersekolah di sini

Terima kasih, aku ucapkan kepada pihak panitia

Yang terus mengawasi seleksi dan ujian kami tanpa kenal lelah

Kami merasa bersyukur dapat diterima di sekolah ini

Kami merasa bangga bisa bersekolah di sini

Kami akan berusaha semaksimal mungkin membuat bangga sekolah ini

Untuk teman-temanku yang hadir pada hari ini

Aku berharap, kita semua bisa saling kenal-mengenal satu sama lain

Aku berharap, kita semua bisa saling membantu dan mendukung

Sekian dan terima kasih

Wanita itu membungkuk hormat lalu turun dari atas panggung. Tepuk tangan meriah berhasil ia dapatkan oleh semua orang yang hadir di Gedung Aula.

Setelah upacara selesai, seluruh murid masing-masing masuk ke dalam kelas yang telah ditentukan. Awalnya, aku mengecek namaku di dinding mading. Dari atas ke bawah, aku mencari namaku di setiap kelas. Dan aku menemukannya, aku ditempatkan di kelas 1-B.

Aku masuk ke dalam kelas dan memilih duduk di bangku belakang dekat jendela. Alasannya sederhana, agar aku dapat melihat pemandangan di luar. Aku duduk dan langsung melihat pemandangan dari jendela kaca. Saat tengah asyik melihat pemandangan, tiba-tiba seorang laki-laki datang kepadaku.

“Hai, bolehkah aku tahu siapa namamu?” tanya pria itu.

“Namaku adalah Kai,” jawabku.

“Baiklah Kai,” kata Pria itu sambil tersenyum. “Perkenalkan namaku Sandy Wijaya. Kau bisa memanggilku Sandy.”

“Kalau begitu, salam kenal Sandy.”

“Aku juga. Salam kenal.”

Kami berdua menandai perkenalan dengan saling berjabat tangan. Ternyata, semudah ini mendapatkan teman. Aku tak perlu lagi kesana-kemari. Cukup diam, dan tunggu saja.

Setelah kami berjabat tangan, aku melirik ke arah depan. Di sana, seorang wanita dikerumuni banyak murid. Dia adalah Nasya Yana, wanita yang mewakili sambutan murid baru tadi pagi. Dia akan menjadi teman sekelas ku selama satu tahun ke depan.

“Bagaimana menurutmu tentang Nasya Yana?” tanya Sandy.

“Yah, dia terlihat cantik, mempesona dan cerdas. Tapi ... aku tidak tertarik,” jawabku.

“Begitu ya. Sangat disayangkan sekali.” Sandy tampak kecewa mendengar jawabanku.

Bel berbunyi, pertanda masuk pelajaran kelas. Beberapa menit setelahnya, Guru masuk dan memberikan silabus kepada kami sebelum belajar. Tentu saja, ada sesi perkenalan. Kami semua saling memperkenalkan diri masing-masing.

Sore hari, bel pulang telah berbunyi. Semua murid dengan antusias mengambil tas dan pulang. Ada juga yang mengobrol sebentar, merencanakan hendak pergi ke mana sebelum ke rumah masingmasing. Aku kemudian mengambil tas lalu segera angkat kaki dari kelas ini. Dalam perjalanan menuju keluar gerbang sekolah, ada seseorang yang tengah menunggu di dekat gerbang sekolah.

Seorang wanita dengan rambutnya yang panjang sebahu dan berwarna biru. Begitupun juga dengan matanya. Melihatnya saja, seperti memandang langit yang menenangkan jiwa dan raga. Dengan wajahnya yang tenang, ia menunggu tanpa rasa mengeluh. Ia menoleh kepadaku, lalu menghampiriku.

“Selamat sore, Kai.” Senyuman wanita itu terpancar sambil menyapaku.

“Selamat sore, Sara.” Aku membalas sapaannya.

Dia adalah Sara, salah satu wanita yang tidak kalah cantik dengan Nasya Yana. Dia juga merupakan wanita idaman para lelaki. Sara juga merupakan sosok teman sekaligus penyemangat hidupku, apalagi jika ia tersenyum kepadaku – menenangkan jiwa.

“Ayo kita pulang, Kai.” Sara dengan matanya yang polos mengajakku untuk pulang bersama.

“Baik. Ayo, kita pulang bersama.” Aku menyetujui ajakannya.

Kami berdua berjalan bersama di bawah langit senja yang indah. Kami saling berbagi cerita dan pengalaman hari pertama masuk sekolah. Canda dan tawa turut serta meramaikannya. Bisa melihat wajahnya yang cantik secara langsung membuatku senang. Mungkin, aku adalah manusia yang paling beruntung di dunia.

.........

Malam hari, suasana tenang sangat terasa. Suara bising dan kicauan para makhluk, tak terdengar. Aku duduk menikmati secangkir teh hangat di meja makan. Aku menghirup aromanya yang menenangkan. Aku meneguk dengan penuh hikmat. Dan aku merasakan kehangatannya di sekujur tubuh.

Tok, tok....

Tok, tok....

Suara ketukan pintu dari luar terdengar sampai di ruang makan. Perasaan menduga pun terbenak dalam diri. Mengetuk pintu di waktu orang-orang yang tidur dengan tenang. Aku menduga itu adalah orang yang iseng saja, atau perampok. Tapi, kenapa perampok sampai repot-repot mengetuk pintu. Haduh, aku tidak ingin meladeninya.

“Kai, ini aku.” Terdengar seperti suara wanita. Dan panggilan itu, hanya dia saja yang memanggilku seperti itu.

“Ah, Sara.” Dugaanku ternyata salah, rupanya itu Sara.

“Kai, aku ingin bicara denganmu. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan.”

“Iya, tunggu sebentar.” Aku berdiri lalu segera membuka pintunya.

Rumahku dan rumahnya saling bertetangga. Jadi, ia hanya cukup berjalan beberapa langkah saja ke rumahku jika ada keperluan atau sekadar berkunjung.

Setelah pintu terbuka, Sarah masuk dan membuka sepatunya. Aku mengajaknya ke ruang makan. Setelah sampai, dia duduk dengan tenang. Sementara aku menyiapkan teh lalu menyuguhkan kepadanya. Sara meminum tehnya dengan anggun layaknya seorang tuan putri. Kemudian, ia menaruh gelasnya dengan pelan.

“Lalu, apa yang ingin kau sampaikan?” tanyaku kepada Sara.

“Kai, kali ini kita mendapatkan sebuah misi,” jawab Sara.

“Misi apakah itu?” tanyaku lagi.

Sara mengambil iPad lalu menunjukkan sesuatu kepadaku. “Misi kita adalah menangkap orang ini. Posisinya saat ini berada di Distrik Bagaskara.”

“Oh, orang ini yah. Jadi, kapan kita mulai misinya?”

“Malam ini. Tepatnya pada pukul dua belas.”

“Apakah misinya hanya menangkap saja?” Aku coba memastikan agar tidak salah ke depannya.

“Kalau bisa, jangan segan-segan membunuhnya.” Tatapan tajam Sara tersirat di matanya.

“Baiklah kalau begitu. Ayo kita mulai ... memburu Iblis.”

.........

Tepat pada tengah malam, kami mulai melancarkan aksi. Kami pergi ke Distrik Bagaskara. Dari infomasi yang kami dapat, target berada di sana. Dengan mengendarai sepeda motor, kami melaju dengan cepat. Jarak antara Distrik Ancala dengan Bagaskara tidak begitu jauh. Kami hanya membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai di sana.

Setelah tiga puluh menit berselang, kami akhirnya sampai di tempat tujuan. Kami menyimpan motor di tempat yang tak jauh dari tempat target kami. Saat ini, target kami berada di dalam bar. Kami diam-diam memantaunya dari jarak yang agak jauh.

Terlihat ia menikmati minuman keras sambil ditemani wanita-wanita penghibur. Perasaan muak muncul dalam diriku. Aku seperti ingin ke sana, lalu menyeretnya kemudian menikamnya secara langsung. Namun, aku tak boleh gegabah dan bersabar menunggu waktu yang tepat.

Cukup lama bagi kami untuk menunggunya keluar dari bar. Pada akhirnya, ia keluar dan hendak pulang dalam keadaan mabuk. Kami pun mengikutinya dengan pelan-pelan. Ia berjalan sambil bernyanyi dan berbicara sendiri seperti orang dalam gangguan jiwa. Kami mengikutinya sampai ia masuk ke dalam sebuah gang.

Kami terus mengikutinya tanpa diketahui. Namun tanpa disadari, ternyata kami digiring ke gang yang buntu. Orang itu kemudian berbalik, sepertinya ia tahu jika diikuti oleh kami. Ia menunjuk ke arah kami sambil menatap curiga.

“Dari tadi kalian menguntit ku. Ada keperluan apa, huh?”

“Kami diperintahkan untuk menangkap dan membunuhmu,” kataku sambil menatapnya dengan tajam.

“Kau tidak akan bisa menangkap dan membunuhku.” Orang itu memasang wajah yang kesal kepada kami.

Tiba-tiba dari punggungnya muncul dua sayap. Matanya berwarna merah. Wujudnya sangatlah buruk, ia berubah menjadi Iblis. Kemudian, ia terbang dan menatap kami dengan penuh remeh.

“Sara, lakukan!”

“Baik.” Sara kemudian menekan sebuah tombol dari gelang yang ia pakai. “Aktifkan Medan Tempur.”

Wilayah sekitaran kami berubah menjadi hutan. Hal ini karena diaktifkan Medan Tempur, yaitu berupa sebuah hologram yang membatasi gerakan kami. Tentu medan ini tidak akan mempengaruhi kerusakan dari tempat aslinya jika dampak pertempurannya besar. Selain itu, orang yang berada di luar medan tak akan mampu memasukinya.

Sara menekan lagi tombol dari gelang yang ia pakai. “Aktifkan Pakaian Tempur.” Sekujur tubuh Sara tiba-tiba diselimuti dengan jubah berwarna biru.

“Heh. Kau pikir dengan memakai seperti itu, kau akan tambah kuat?” Iblis itu terlihat meremehkan Sara.

“Entahlah, mari kita coba duel,” balas Sara.

“Sara, kau jangan lama-lama yah. Kita harus bergantian,” kataku kepada Sara.

“Tenang saja. Untuk bagian terakhirmu akan mudah dan cepat selesai,” balas Sara.

“Baiklah, aku sudah siap menghabisi mu,” kata Iblis itu.

Aura Sara tiba-tiba berubah dan aku merasakannya. Tatapannya sangat tajam, seperti Singa yang siap menerkam mangsanya.

“Avalon: Water Arrow.” Muncul sebuah busur panah dalam genggaman Sara. “Ayo kita mulai.”

Pertarungan akhirnya pecah di antara mereka berdua. Pertempuran di antara mereka terjadi dengan saling tembak-menembak. Sementara aku, menjaga jarak dari wilayah pertempuran mereka. Pertempuran tersebut cukup intens dan mataku sulit untuk berkedip.

Sara coba melakukan serangan yang telak untuk mengenai Iblis tersebut. Iblis itu dapat mengatasi serangan Sara dengan mudah. Sepertinya, Iblis itu berada di tingkat B. Itulah mengapa, serangan tersebut belum mempan terhadapnya. Inilah saatnya aku untuk menunjukkan kemampuanku.

“Sara, saatnya kita bergantian,” pintaku kepada Sara.

“Baiklah, sisanya aku serahkan kepadamu.” Sara kemudian menjauhi Iblis itu dan menghampiriku.

“Oi oi, yang benar saja.” Iblis itu tampak puas karena sudah merasa menang.

“Lawanmu sekarang ... adalah aku.”

“Baiklah kalau begitu. Pada akhirnya, akulah yang akan menang.”

Aku berjalan menuju Iblis itu. Sorotan matanya sangat meremehkan ku. Dia berpikir bahwa di tingkat B berarti bisa mengalahkan semua lawan. Hal itulah yang paling aku benci. Yah, aku sangat membenci sifat tersebut yang tertanam di dalam diri makhluk manapun.

“Aktifkan Pakaian Tempur,” kataku sambil menekan tombolnya.

Tatapanku tajam dan fokus kepadanya. Iblis itu kemudian turun dan menghampiriku juga. Aku merasakan hawa membunuh dari Iblis itu. Namun, aku tidak akan lari. Aku akan melindungi apa yang sudah menjadi kewajibanku, sebagai seorang Demon Hunter Avalon.

“Avalon: Dark Sword.” Sebuah pedang berwarna hitam muncul dalam genggaman tangan kananku.

“Sepertinya ini akan cukup menarik.” Iblis itu tersenyum lebar melihatnya.

“Ayo ... kita mulai pertempuran ini.”

Pertarungan di antara kami telah di mulai. Ia terus menyerang dengan penuh nafsu, sementara aku bertahan sambil melihat celah. Senyuman puas terpancar di wajahnya. Tampaknya, ia merasa puas karena bisa mendominasi.

“Ada apa? Apakah kau sudah mau menyerah?”

Aku tersenyum saat mendengar perkataannya. “Baiklah kalau begitu. Aku akan serius.”

Kemudian aku menjauh beberapa meter darinya. Iblis itu masih tersenyum puas karena merasa sudah membuatku terpojok. Aku kemudian berjalan satu langkah menghampirinya dengan santai. Tanpa ia sadari, aku sudah berada di depannya. Matanya melotot karena terkejut.

“Elemen Kegelapan: TEBASAN KEGELAPAN!!”

Tebasan secara vertikal yang ku lakukan, berhasil mengenai Iblis tersebut hingga membuatnya terluka parah dan mati di tempat. Malam ini ... Iblis tingkat B berhasil dikalahkan.

Terpopuler

Comments

「Hikotoki」

「Hikotoki」

aksi pertempurannya hambar... untuk bagian ini beri tau bagaimana cara mc mengalahkan iblis dengan tebasan

seperti menggunakan tebasan horizontal, vertikal dll serta penjelasan hasil kerusakan yang terjadi

cth

Dia mengayunkan pedang yang terlapisi energi gelap kearah iblis tersebut secara vertikal.

Slash!

tubuh iblis itu terbelah menjadi dua dengan semburan darah yang sangat deras, hingga membasahi daerah sekitar.

(maaf, ga bisa memberi cth yg benar karena udh lama ga nulis)

2023-07-16

1

「Hikotoki」

「Hikotoki」

ini hanya pendapat pribadi, tapi lebih baik dialog ini diganti karena informasi mc bocor kalo musuh berhasil kabur...

kalo hanya nyerang kemungkinan bocor hanya 50:50

2023-07-16

0

「Hikotoki」

「Hikotoki」

kalo skip tanda (....) cukup menurutku, itu dipakai untuk skip beberapa menit/jam

kalau hari (****)

biar ga panjang2...

juga lebih baik kalau skipnya lewat kata...
misal

"kemudian, kami berbicara mengenai strategi penangkapan hingga pukul 12 malam"

2023-07-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!