Harus Romantis

Akhyar berusaha membuang pikiran buruk yang memenuhi kepalanya. Ia menghampiri meja tempat Andina duduk.

“Ayo duduk, Yar.” Andina menepuk kursi di sampingnya. Kursi itu sebelumnya berisi, tapi ia langsung mendorong orang yang duduk di sana agar pindah begitu melihat Akhyar.

Akhyar menggeleng. “Ayo pulang sekarang. Aku masih harus kembali ke kantor,” ucapnya.

“Nggak usah. Aku yang akan bilang ke Papa. Kamu duduk sebentar di sini. Kenalan dengan teman-temanku.”

Akhyar berusaha sekeras mungkin untuk tetap terlihat ramah meski orang-orang di meja itu tak menyambutnya dengan senyuman.

“Ayo duduk di sini.”

Mengetahui sifat Andina yang tak akan mau mengalah, Akhyar memutuskan untuk menurut. Ia duduk di samping istrinya itu.

“Sebagai permintaan maaf karena nggak ngundang ke pernikahan kita, aku traktir mereka hari ini.” Andina menjelaskan kenapa semua teman-temannya berkumpul. “Dan, aku pikir kamu juga sebaiknya ada di sini.”

“Iya.” Wanita yang duduk tepat di seberang Akhyar menyahut. “Oh ya, kata Andina, kalian akan mengadakan resepsi setelah dia wisuda. Mau konsep yang bagaimana resepsinya nanti? Aku ada kenalan wedding organizer. Modal tiga ratus juta, udah lumayan bagus. Tapi, kalau yang lebih bagus lagi, ada. Yang terpenting dananya.”

Tanpa sadar, Akhyar menelan ludah. Tiga ratus juta? Dari mana ia dapat uang sebanyak itu? Untunglah ia tidak akan mengadakan resepsi pernikahan. Semua yang dikatakan Andina hanya kebohongan saja.

“Kalau aku, terserah Andina saja. Yang terpenting dia suka dan bahagia di hari itu nanti.”

“Oke. Nanti aku kasih nomor WO-nya.”

Akhyar tersenyum simpul.

“Kamu mau pesan apa, Sayang?”

Cara Andina memanggilnya membuat Akhyar terkejut. Sejenak, ia membeku, bingung harus merespons seperti apa.

“Nggak usah. Aku sudah makan tadi sebelum ke sini.”

“Minum aja ya, Sayang?”

“Iya. Pesan jus alpukat saja.” Akhyar berdiri. “Aku ke kamar mandi bentar.”

Secepat mungkin, Akhyar bergegas meninggalkan meja itu. Ia bertanya pada salah satu staf restoran letak kamar mandi.

Di kamar mandi, Akhyar hanya berdiri di depan cermin. Ditatapnya pantulan dirinya di sana. Ia lantas mengeluarkan ponsel dari saku. Ia hendak mengirim chat pada Andina agar secepat mungkin pergi dari restoran itu. Berada di tengah teman-temannya Andina dan harus bersandiwara menjadi sepasang suami istri yang romantis, benar-benar menyiksanya.

Namun, sebelum chat yang diketiknya terkirim, chat dari Andina lebih dulu masuk.

‘Tolong bersikap lebih romantis. Jangan sampai mereka curiga dengan pernikahan kita.’

Kening Akhyar mengerut, membaca pesan itu. Ia langsung mengirimkan balasan.

‘Lebih baik kamu pergi dari sana secepatnya. Aku nggak bisa berakting seperti yang kamu lakukan.’

Tidak berapa lama, chat dari Andina kembali masuk.

‘Lakukan sebentar saja. Kalau kamu nggak mau, kita nggak akan bisa keluar dari tempat ini.’

Akhyar mengepalkan tangannya, lalu meninju udara. Ia menarik napas panjang, lalu terbatuk sendiri. Aroma kamar mandi restoran itu tidak enak.

Akhyar keluar dari kamar mandi dan kembali ke kursinya.

“Kenapa lama sekali, Sayang? Kamu lagi sakit perut?” tanya Andina.

“Iya.” Akhyar tersenyum.

Tok tok tok!

Seorang pria yang duduk paling pinggir, mengetuk meja. “Yar, ceritakan dong bagaimana kalian bisa sampai menikah seperti ini? Soalnya, yang kami dengar kalian berdua itu sangat ber—.”

“Baik.” Akhyar memotong ucapan pria berambut sebahu itu. “Seperti yang kalian tahu, ibuku bekerja di rumah Andina. Beberapa kali kami bertemu di rumahnya dan beberapa kali di kampus. Dia wanita yang baik, cantik. Nggak ada alasan untuk nggak jatuh cinta padanya.”

“Siapa yang pertama kali mengatakan cinta?”

“Tentu saja aku. Sebagai seorang pria, sudah sewajarnya aku yang bergerak duluan. Aku mengatakan cinta padanya.”

“Di saat Andina berpacaran dengan Ronald?” Pria itu beralih pada Andina. “Apa yang membuat kamu memilih Akhyar daripada Ronald? Kami pikir kamu sangat mencintai Ronald.”

Akhyar merasa ini seperti interogasi. Akhyar hampir saja berdiri untuk menyudahi percakapan itu. Namun, Andina menahan lengannya.

“Iya. Aku memilih Akhyar daripada Ronald. Long Distance Relationship bukan sesuatu yang bisa aku hadapi. Setiap hari, aku nggak tenang memikirkan apa yang dilakukan Ronald di London. Melihat story social media-nya, aku dipenuhi curiga. Jadi, aku memilih Akhyar.”

Wanita berkaca mata di sebelah pria berambut sebahu berdeham. “Kenapa aku merasa alasanmu kurang nyambung? Kalau kamu memang nggak bisa menjalani hubungan LDR, kenapa harus Akhyar? Banyak laki-laki lain yang bertemu denganmu setiap hari, ‘kan?”

“Kamu akan jatuh cinta pada seseorang setelah benar-benar mengenalnya. Jadi, kalian nggak akan percaya dengan alasan apa pun yang aku katakan sebelum kalian mengenal Akhyar.”

Akhyar membuang napas dengan kasar. Ia sudah tidak bisa menahan diri. “Aku pikir percakapan ini benar-benar nggak penting. Apa pun alasan Andina setuju menikah denganku, nggak akan mengubah apa pun. Sekarang, kami sudah bersama. Aku akan menjaganya semampuku.”

Tanpa aba-aba, ia meraih tangan Andina, lalu mengecup punggung tangan wanita itu.

Tatapan Akhyar berpindah pada pria berambut sebahu tadi. “Surya, bukankah kita sempat sekelas, ya? Aku dengar-dengar, kamu juga masih harus mengulang dua mata kuliah lagi? Kamu nggak mau menikah dulu, baru lanjut kuliah? Sepertinya, kamu yang paling tua di antara semua orang yang duduk di sini.”

“Kamu sengaja menyindirku?”

“Nggak. Aku berniat baik. Aku hanya memberi saran. Siapa tahu, setelah menikah, kamu lebih lancar mikirnya.”

“Maksudmu, sekarang aku bodoh?”

“Bukan aku yang ngomong, tapi kamu sendiri.” Akhyar tersenyum lebar, berhasil membuat pria bernama Surya itu kesal. “Oh ya, Monic. Beberapa hari yang lalu, aku melihatmu diturunkan di tengah jalan. Aku nggak mau tahu alasannya. Dan, aku juga nggak peduli dengan siapa yang menurunkanmu itu. Aku hanya ingin memberi saran. Hati-hati dengan pria yang sering menggombal. Karena terkadang, kebiasaan itu sering dilakukannya di tempat lain.”

Semua orang yang baru tahu tentang cerita yang dikatakan Akhyar sontak menatap wanita bernama Monica itu. Seperti dugaan Akhyar, semua orang jadi penasaran dengan detail kejadian itu.

“Ya, aku memang diturunkan di tengah jalan. Aku sudah putus dengan dia. Jangan bahas itu lagi. Males!”

Andina menoleh pada Akhyar. Ia puas dengan Akhyar yang berani menjawab ucapan teman-temannya meski ia sempat sangat terkejut dengan apa yang dilakukan pria itu. Ia masih bisa merasakan bibir Akhyar di punggung tangannya.

Akhyar berdiri. “Silakan makan sepuasnya. Kami akan bayar. Katakan saja totalnya berapa. Tapi, kami harus pergi sekarang. Masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan,” ucapnya seraya mengulurkan tangan.

Dengan senang hati, Andina meraih uluran tangan itu. Ia juga sudah lelah menjawab semua pertanyaan teman-temannya.

“Kami pergi dulu, ya. Chat saja berapa totalnya. Aku akan transfer.” Andina meninggalkan restoran bersama dengan Akhyar.

Sesampainya di mobil, Andina tertawa terbahak-bahak. Ia mengacungkan jempol pada Akhyar. “Kamu lihat tadi wajahnya Surya dan Monic? Sudah lama aku nggak lihat ekspresi panik mereka.”

Akhyar mengerucutkan mulutnya. Ia sendiri tidak menyangka punya keberanian untuk membalas ucapan teman-teman Andina yang arogan itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!