Tia meninggalkan Rama tanpa pamit, entah kenapa Tia mendadak merasa kesal mendengar Rama suka sama Amel.
******
Setelah kejadian itu, Rama tak pernah lagi bertemu dengan Tia, karna setiap kali Rama mendatangi tenda milik Tia, Tia selalu tidak ada, Rama merasa Tia sengaja menghindar.
Sampai ahirnya acara camping pun berahir, maksut hati Rama ingin bertemu Tia sebelum ia pulang, namun Rama lagi-lagi kecewa karna Tia tidak ada di tendanya, hanya Amel dengan gaya centilnya yang menyambut kedatangan Rama.
"Hai pageran tampan." sapa Amel saat melihat Rama menuju ke tendanya bersama seorang pria di belakangnya.
"Hai Mel." sahut Rama sembari tersenyum.
Amel memperhatikan seorang pria yang tak kalah tampan di samping Rama, dengan gaya centilnya Amel langsung bertanya pada Rama.
"Hei pageran, siapa tu cowok tampan yang kamu ajak?" bisik Amel.
"Mau kenalan?" tanya Rama.
"Mau dong." sahut Amel sambil cengengesan.
"Tapi gak gratis?"
"Ck, gitu aja pakai imbalan." Amel berdecak sebal. "Sebutin apa imbalan nya." imbuhnya lagi.
"Nomor ponsel."
Amel tampak mengerutkan keningnya ."Nomor ponsel?" tanya Amel merasa heran atas permintaan Rama.
"Iya, nomor ponselnya Tia." jawab Rama. hal itu sukses membuat Amel tersenyum.
"Yee.. kamu suka sama Tia ya?" goda Amel.
Rama hanya tersenyum menanggapi godaan Amel.
Amel dengan senang hati memberikan nomor ponsel milik Tia, Amel senang jika Rama suka sama Tia.karna sedikitpun Amel tidak menaruh hati terhadap Rama, Dia hanya senang menggoda Rama.
*******
Kini waktunya Tia dan teman- teman nya kembali ke jakarta, wajah Tia tampak muram hari ini, dia tidak seceria kemaren, Amel juga merasakan perubahan sikap Tia yang cendrung pendia dan suka melamun.
"Lo gak apa-apa kan Tia?" tanya Amel merasa khawatir dengan keadaan sahabatnya itu.
"Gue baik-baik aja Mel." sahut Tia tanpa menoleh sedikitpun pada Amel.
Setelah perjalanan yang melelahkan, kini bis yang membawa mereka sudah sampai di kota jakarta.
"Mel, gue balik duluan ya." pamit Tia, karna sudah di jemput oleh supir.
Amel hanya mengangguk dengan perasaan bingung, Amel merasa sikap Tia berubah dingin sejak kejadia Tia tersesat di hutan, namun Amel tidaklah tahu kenapa sikap Tia jadi berubah padanya, padahal Amel merasa tidak melakukan kesalahan apapun.
"Apa gue ada salah ya sama Tia." gumam Amel merasa heran sendiri.
Kini Tia sudah sampai di rumah, Tia berlari memasuki rumah sambil memanggil sang mama yang berapa hari ini ia rindukan.
Namun langkah Tia terhenti tak kala mendengar mama dan papa nya sedang ngobrol di ruang keluarga.
"Ma, bilang sama Tia kalau sebentar lagi keluarga wijaya akan datang untuk membahas tentang pertunangan nya dengan Evan." ucap papa Nino pada mama Anisa.
"Iya pa." jawab mama Anisa patuh.
Meskipun mama Anisa kurang setuju dengan perjodohan itu, tapi dia tetap mengiyakan permintaan sang suami, alasan nya hanya tidak mau berdebat dan ahirnya bertengkar.
Sikap dingin sang suami, membuat mama Anisa tak pernah membantah sedikitpun ucapan nya.
Sedangkan dari tadi Tia masih setia mengupin pembicaraan kedua orang tuanya, selain menerima perjodohan itu, Tia tidak punya pilihan lain, apalagi saat ini ia sudah kecewa dengan perasaan nya yang tak terbalas.
Sejak kecil Tia sudah di didik untuk menjadi anak yang penurut pada orang, Tia juga tidak mau melukai perasaan kedua orang tuanya, itulah sebabnya dia tidak pernah berpacaran selama ini meskipun banyak pria yang mencoba mendekatinya dan menyatakan cinta terhadapnya.
"Ma, Pa." sapa Tia seraya berjalan menghampiri kedua orang tuanya, mencium tangan orang tuanya bergantian.
"Kamu udah pulang sayang." ucap mama Anisa sembari membelai rambut panjang Tia.
"Iya ma."
"Gimana campingnya?" tanya papa Nino.
"Asik pa." jawab Tia tersenyum lebar, karna baru kali ini papanya seolah perduli dan mulai menunjukkan perhatia dengan cara menanyakan soal kegiatan nya di luar.
"Tapi ingat, mulai besok kamu harus persiapkan diri untuk bergabung bersama papa di perusahaan, papa tidak suka jika kamu hanya menghabiskan waktumu dengan hal tidak penting." ucap papa Nino seraya bangkit dari tempat duduknya, namun dia kembali berkata sebelum benar-benar pergi, "Dan satu lagi, pertunangan mu dengan Evan sudah di tentukan jadi jangan macam-macam di luar sana, apalagi berpacaran tanpa sepegetahuan papa, paham?" imbuh papa Nino penuh penekanan.selahnya papa Nino segera berlalu meninggalkan Tia dan mama Anisa di ruang keluarga.
Tia hanya mengangguk patuh, hatinya terasa nyeri, sempat berpikir jika papanya telah berubah, namun lagi lagi dia kecewa, sepertinya apapun yang dia lakukan tidak akan pernah mengubah fakta jika papanya tidak akan pernah sayang padanya.
"Kamu sabar ya nak, maaf kan mama, gara-gara mama kamu harus menanggu semua ini, andaikan dulu mama tidak mengecewakan papa, mungkin papamu masih seperti dulu, sangat menyayangi kita berdua." ucap mama Anisa sendu. dia benar-benar tidak tega, sejak kehilangan bayi laki-laki yang ia kandung, sikap papa Nino berubah drastis, apalagi pada Tia putrinya, papa Nino seolah- olah tidak pernah menganggap Tia ada.
"Tidak apa-apa Ma, Tia tidak keberatan dengan perjodohan ini, asalkan papa bahagia, Tia juga bahagia." ujar Tia mencoba menghibur mama Anisa yang nampak sedih.
jauh di lubuk hatinya Tia tidaklah mau di jodohkan dengan siapapun, tapi demi kebahagiaan papanya Tia bersedia, walaupun Tia tidak pernah bertemu dengan pria yang akan di jodohkan dengan nya.
******
Sedangkan di tempat lain.
Rama juga sampai di rumahnya, dia sudah masuk dan menyapa kedua orang tua serta kakaknya yang saat ini sedang bersantai di ruang keluarga, karna hari ini hari minggu jadi ayah dan kakaknya bersantai di rumah sembari membicarakan perihal perjodohan nya dengan Tia.
Assalamualaikum, ma ,pa." sapa Rama, seperti biasa dia selalu bersikap sopan pada kedua orang tuanya.
"Waalaikumsalam." hanya nyonya Ana yang menjawab salam dari Rama, sedangkan ayah dan kakaknya nampak masih sibuk dengan ponselnya masing-masing.
"Sudah pulang kamu rupanya." ucap sang kakak dengan tatapan sinis.
Rama tidak menjawab, hanya menghela nafas panjang, agar tidak terpancing dan ahirnya berdebat seperti biasa.
"Kamu dari mana aja Farhan?" tanya sang ayah yang ikut menimpali, tentunya dengan tatapan tajam seperti biasa.
"Dari bogor pa." sahut Rama apa adanya.
"Jangan hanya keluyuran saja kamu Farhan, ingat hidup itu bukan hanya untuk bersenang senang, mulai besok kamu harus bantu kakak mu di kantor." ucap Tuan Burhan tegas tanpa bisa di bantah.
"Iya pa." sahur Rama patuh. itulah Rama, sama seperti Tia yang harus patuh akan setiap ucapan orang tuanya.
Entah sampai kapan keduanya akan menjadi anak yang penurut dan patuh pada kedua orang tuanya.
"Tapi ingat, di kantor kamu jangan belagu, mentang-mentang kamu adikku nanti malah seenaknya kamu bekerja, kamu harus tahu bahwa perusahaan itu kelak akan menjadi milikku, jadi kamu tidah usah bermimpi untuk mendapatkan nya, meskipun sekarang kamu juga bekerja di kantor itu, kehadiran mu di sana hanya seperti karyawan biasa, ingat itu." ancam Evan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments