Waktu di Seoul telah menunjukkan pukul enam sore, hal itu terlihat jelas dari garis-garis berwarna oranye dari sang mentari yang hampir terbenam di ujung barat sana, berpadu dengan gelapnya langit sehingga menciptakan warna keemasan dan menghiasi langit senja.
Cahaya keemasan tersebut menyesap masuk dalam sebuah ruang yang dibiarkan tanpa penerangan melalui kaca berukuran jumbo, menandakan bahwa ruangan tersebut berada di tempat yang tinggi.
Xi Nathan. Pemilik ruangan tersebut, sedang asik memandangi pemandangan di depannya dengan menyandarkan punggungnya pada kusen jendela sambil bersidekap dada.
Lama Nathan memandangi langit. Melepas lelah yang dia dapat setelah segala aktivitasnya yang padat hari ini. Ia sangat menikmatinya, sampai tak terasa ia mulai mengatupkan kedua matanya dan menyandarkan kepala pada sebelah tangannya.
Hening, hanya suara deru pendingin ruangan saja yang terdengar. Begitu tenang, sampai beberapa suara ribut terdengar dan mengusik ketenangannya.
"Bos, kami pulang...!!!" dan seruan keras itu membuat perhatian Nathan akhirnya teralihkan.
Masuklah tiga orang laki-laki yang kemudian menghampiri Nathan yang hanya menatap datar kedatangan mereka. "Kalian terlalu berisik!!" ucap lelaki itu dengan suara rendah.
"Eo, kenapa ruangan ini gelap sekali?" Suara yang tadinya semangat itu berubah menjadi kebingungan karena mendapati ruangan yang dimasukinya hanya bermodal penerangan cahaya matahari senja saja.
"Sudah kubilang berkali-kali, ketuk pintu dulu, Arya Kim!" teriak orang berambut hitam yang berjalan di belakang orang yang dia panggil dengan sebutan Arya tersebut.
"Aku juga sudah bilang berkali-kali untuk jangan berteriak, Chan!!" sahut orang yang berjalan di belakang lelaki bernama Chan tersebut.
Mereka bertiga adalah Max, Chan dan Arya. Tiga orang terbaik yang Nathan miliki sekaligus orang yang paling setia padanya. Dan diantara mereka berempat, Max-lah yang paling tua. Dan dia adalah tangan kanan Nathan satu-satunya.
Arya mendekati Nathan kemudian berdiri disampingnya. "Bos, kenapa ruangan ini gelap sekali. Sejak kapan kau membiarkan kamarmu gelap tanpa penerangan? Omo!! Jangan bilang jika kau sedang patah hati makanya mengurung diri sendiri dalam kegelapan?!"
Pletakkk...
"Aduh sakit!! Yakk!! Kenapa kau malah menjitak kepalaku?!" Arya menoleh dan melayangkan protesnya pada Max.
"Siapa suruh kau banyak bicara. Aku tidak tau ketika hamil kau dulu, ibumu ngidam apa sampai-sampai memiliki anak yang terlewat bawel sepertimu?!" sahut Max berujar.
"Sudah cukup kalian berdua, kenapa kalian marah ribut sendiri. Apa kalian berdua lupa tujuan kita kemari?!" seru Chan menengahi.
"Tentu saja tidak, kita kemari kan untuk minta naik gaji,"
"BUKAN ITU!!" Jawab Max dan Chan secara bersamaan di telinga Arya.
Nathan mendengus. Tiada hari tanpa keributan, bahkan untuk tenang sebentar saja dia tidak bisa. Mereka bertiga adalah biang kerok, Arya terutama. Dia si paling berisik dan si paling suka membuat onar.
"Sudah cukup keributan kalian!!" Nathan membuka kembali matanya yang sebelumnya tertutup rapat. "Apa kalian sudah menyelesaikan tugas yang aku berikan dan menemukan dimana mereka menyembunyikan barang-barang itu?" Nathan menatap ketiganya bergantian.
Mereka bertiga menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Maaf ,Bos, kami belum berhasil menemukannya. Tadinya sudah, tapi barang itu lepas lagi dari tangan kami. Dan itu semua karena si tiang bodoh itu!" jawab Chan sambil menunjuk Arya.
"Yakk!! Kenapa kalian malah menyalahkanku?! Jelas-jelas bukan salahku sepenuhnya, kalian juga ikut andil dalam membuat mereka kabur dengan membawa kembali barang-barang itu." Sahut Arya, dia mau disalahkan.
Nathan mendengus untuk kesekian kalinya. Dia sudah menduganya, tak hanya mengandalkan mereka memang tidak akan ada hasilnya. Terutama jika mereka disatukan, pasti hanya keributan yang mereka dapatkan. Memang lebih tepat jika mengirim salam satu saja untuk pergi.
"Aku tidak mau tau!! Temukan barang itu satu kali dua puluh empat jam, jika tidak maka kalian bertiga yang akan menanggung akibatnya. Chan, kau yang pergi!!"
Sontak Chan menunjuk dirinya sendiri. "What, kenapa harus aku?! Kenapa bukan salah satu dari mereka berdua saja? Ayolah, aku sedang sakit kurapp, dan ini rasanya gatal sekali, jika aku yang pergi bisa-bisa malah gagal total."
"Aku sedang pannuan, kalau kena keringat rasanya seperti menggigit-gigit. Bos, biar Max Hyung saja ya yang pergi."
Nathan menghela napas. Ia tau jika mereka berdua hanya beralasan saja. Untuk hal semacam ini, Chan dan Arya memang tidak pernah bisa diandalkan. Satu-satunya yang bisa dia andalkan hanyalah Max.
"Max, kau saja yang pergi. Jika kau berhasil mendapatkan kembali barang-barang itu, aku akan menaikkan bonusmu dua kali lipat dari biasanya. Jadi segera pergi dan dapatkan barang itu kembali!!"
"Baiklah, aku pergi sekarang."
Lalu pandangan Nathan bergulir pada Arya dan Chan. "Dan untuk kalian berdua, tidak ada bonus bulan ini dan potong gaji!!" ucap Nathan dan pergi begitu saja.
Sontak kedua mata mereka membulat sempurna. "APA?! POTONG GAJI?!" tanpa mengatakan sepatah kata pun pada mereka berdua, Nathan melenggang pergi. dia harus kembali ke kediaman Xia. karena Nathan memiliki tanggung jawab penuh untuk menjaga keselamatan Luna.
.
.
Malam semakin larut. Namun Luna masih tetap terjaga. Gadis itu tak kunjung bisa menutup matanya. Meskipun rasa kantuk sedari tadi terus menderanya.
Teror yang dia terima kemarin terus membayang-bayanginya. Membuat Luna tak bisa merasakan ketenangan lagi.
"Bi, apa kau melihat Nathan?" Luna menghampiri kepala pelayan di rumahnya untuk menanyakan keberadaan Nathan
Wanita itu menggeleng. "Maaf, Nona. Bibi tidak melihatnya, tapi sepertinya Tuan Nathan tadi pergi keluar. Tetapi Bibi tidak tahu ke mana dia pergi,"
"Ya sudah kalau begitu." Ucap Luna dan pergi begitu saja.
Sejak siang tadi Luna tidak melihat batang hidung Nathan sedikit pun, tak ada yang tau kemana perginya pria itu.
Dan ketika Luna hendak kembali ke kamarnya. Deru suara mobil yang memasuki halaman mengalihkan perhatiannya. Itu mobil Nathan, dan Luna hapal betul suaranya.
Gadis itu mengurungkan niatnya untuk pergi ke kamarnya. Luna menghampiri Nathan yang berjalan memasuki rumahnya. Matanya langsung bersirobok dengan mata kanan milik Nathan. "Kau dari mana saja?" tanya Luna setibanya dia di depan Nathan.
"Kau mencariku?" Luna mengangguk. "Apa ada masalah? Aku pulang sebentar." Ucap Nathan menjelaskan.
Kemudian Luna menarik tangan Nathan dan membawa pria itu ke kamarnya. Di ingin menunjukkan sesuatu padanya. Dan Nathan terus menatap pergelangan tangannya yang di genggam oleh Luna dengan pandangan gamang. Lalu pandangannya bergulir pada punggung gadis itu.
Dan setibanya mereka di kamar Luna. Gadis itu langsung menunjukkan apa yang dia dapatkan sore tadi. "Aku mendapatkan kiriman mawar, tetapi aromanya sangat aneh. Seperti aroma besi berkarat, bukan... tapi darah!! Tapi anehnya tak ada bercak darah sedikit pun pada bunga-bunga itu."
"Lalu kenapa tidak langsung kau buang saja?"
"Karena aku ingin menunjukkannya padamu terlebih dulu!!" sergah Luna menyela ucapan Nathan.
Pria itu menghela napas. "Jika ada benda mencurigakan. Tak perlu menungguku langsung buang saja, aku takut jika ada sesuatu di dalam bunga ini. Jangan hanya di buang, sebaiknya langsung di bakar saja." Luna mengangguk.
"Baiklah, aku akan meminta pelayan untuk segera membakarnya!!"
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Dwi Winarni Wina
teror dr musuh.....
2023-02-26
0
Sumawita
lanjut thor
2023-02-24
1
Franda Frans
ish ada aja yang cari masalah
2023-01-16
0