Sesi pemotretan tiba, sudah hampir satu jam lamanya kilatan cahaya kamera mendominasi ruangan itu, namun naas, sampai sekarang sang fotografer belum juga mendapatkan fose yang pas, pasangan pengantin di depannya ini memang tidak ada bakat menjadi seorang model, bukan hanya kaku mereka berdua bahkan tidak memiliki chemistry sedikit pun, padahal mereka sepasang suami istri.
"Maaf Tuan Darrel, kalau kita tidak bisa mendapatkan foto bagus, tim bagian pengurusan undangan pasti akan kesusahan untuk membereskan tugas nya." Sang fotografer sampai menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bukannya ini permintaan klien nya sendiri untuk membuat undangan digital sebagus mungkin dan deadline nya sampai jam enam sore ini karena harus langsung di sebar luaskan, tapi kenapa mereka berdua tidak bisa kerja sama, setidaknya berikan senyuman yang natural agar hasilnya bisa lebih baik.
"Dan Nona Renzela, bisakah anda memperlihatkan tatapan penuh cinta, agar aura pengantin kalian bisa lebih bersinar!" ucapnya lagi pada seorang gadis mungil yang terlihat malah seperti sedang bermain kucing-kucingan. Jangan malu-malu meski harus menunjukkan kemesraan di hadapan semua orang yang bertugas di sana, karena inilah gunanya pemotretan, memperlihatkan sisi keromantisan pasangan untuk pelengkap dekorasi resepsi nanti.
"Akh maaf, Pak!" Renzela sampai tersenyum yang di paksakan mau baimana lagi, mereka bukan pasangan yang menikah karena di dasari rasa cinta, mana bisa memberikan pose bagus dengan sepenuh hati, yang ada dari tadi dia semakin salah tingkah, dan lagi bukannya nasehat itu lebih cocok di tujukan untuk suaminya, "Masih mending aku bisa menatap Om dengan ramah, lakh Om, Om menatap ku dengan tatapan dingin begitu. Sampai kapanpun hasilnya pasti tidak akan bagus." umpatnya dengan bibir manyun.
"Kenapa, kau menyalahkan ku sekarang?" Darrel sampai berbisik dengan nada kesal, bahkan harus sampai menundukkan kepalanya untuk bisa mengimbangi Renzela dan menatapnya dari dekat, walau ini salah mereka berdua, tetap rasanya jengkel sendiri, baru kali ini dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan sempurna sampai harus menghabiskan waktu nya dengan begitu sia-sia, kalau saja ini bukan bagian dari pelengkap sandiwara pernikahan kontrak nya dia juga engga melakukan ini, "Ayo bereskan ini secepatnya, karena masih banyak hal yang harus aku kerjakan!" bisiknya lagi, bahkan tanpa arahan kini tangannya langsung bergerak dengan sendirinya merangkul pinggang Renzela dan langsung menarik tubuh itu agar semakin menempel di tubuhnya.
"Om....!" Renzela yang gelegapan. Tidak bisa di pungkiri, hati mana yang tidak akan berdegup kencang saat berada dalam dekapan seorang lelaki terlebih lelaki itu sangatlah tampan. Mau itu orang asing sekalipun, hatinya mendadak meronta-ronta tidak karuan. "Ini bahaya, ini terlalu dekat." ingin rasanya dia menjauh, tapi tidak bisa. Dia benar-benar harus memerankan sandiwara nya dengan sempurna.
"Tersenyum lah yang manis, Renzela. Kalau kau masih merasa risi, bayangkan saja aku adalah lelaki yang kau sukai." Darrel sampai harus melontarkan kata-kata konyol seperti itu, mau bagaimana lagi, mereka bukan artis yang akan totalitas dalam berakting, jadi anggaplah mereka punya dunianya sendiri.
"Lelaki yang aku sukai?" Renzela sampai membatin, saran itu terdengar menggelikan terlebih untuk nya yang tidak pernah sepenuh hati menaruh perasaan pada seseorang lelaki, bagaimana dia harus membayangkan nya, tapi mau bagaimana lagi dia juga ingin segera mengakhiri kecanggungan ini terlebih kini tangan sang suami yang sebelahnya lagi sudah bergerak menyentuh pipi nya dan mengelusnya dengan begitu lembut, ini benar-benar memperlihatkan pose yang begitu natural, bahkan dia juga langsung tersenyum lebar.
"Bagus, tahan. Ini yang saya harapkan." Sang fotografer sampai kegirangan, dengan cepat langsung mengambil gambar, dan setelahnya kembali memberikan arahan, "Lebih dekat, dekatkan wajah kalian, perlihatkan pose seakan ingin berciuman!"
"Aisst." Hanya bisa berdecak dalam hati, Darrel benar-benar melakukan arahan itu. Tangan yang awalnya mengelus pipi Renzela kini perlahan menyelusup tengkuk gadis itu dan mengangkat wajahnya dengan perlahan, bahkan harus menatap nya dengan penuh damba, "Maaf, tahanlah sebentar saja!" bisiknya seolah meminta izin, mau Bocil sekecil apapun Renzela tetap lah seorang wanita.
Renzela sendiri sampai keringat dingin, "Arrrgh...." Rasanya dia ingin menjerit sekeras-kerasnya saking gugupnya, terlebih bibir tebal lelaki ini benar-benar hampir menyentuh bibirnya, bahkan hembusan nafas mereka bisa saling berbenturan saking dekatnya.
"Nice!" Lagi-lagi sang fotografer menyeringai senang, tahu akan sebagus ini kenapa mereka tidak melakukan ini sedari tadi. Benar-benar fose yang begitu eksotis sampai rasanya orang-orang yang melihat itu pasti akan iri dengan kemasan mereka.
Di sudut lain, persis di pintu masuk ruangan pemotretan ini, Azka dan Mario terlihat memasuki ruangan bersama dengan Syakir dan Syakira. Si kembar yang terus merengek ingin segera bertemu dengan Barbie kesayangannya membuat kedua lelaki itu terpaksa menerobos masuk melihat sesi pemotretan ini.
Nyut.... Sesuai apa yang sang fotografer bayangkan, ada hati yang merasa iri, pasangan suami istri yang sedang melakukan pemotongan benar-benar terlihat begitu mesra sampai membuat Mario tanpa sadar mengepalkan tangannya.
Berbeda dengan Mario, si kembar dan Azka mata mereka terlihat begitu berbinar melihat adegan itu. Bahkan Azka yang terlihat terkesima, dia tidak mengira Kakaknya ini memiliki sisi seperti ini, yang dia tahu lelaki itu selalu terlihat dingin dan garang, bahkan tidak pernah memperlihatkan sisinya yang mengagumi seorang wanita.
"Apa karena itu Barbie nya Om, jadi Om bisa memeluknya sesukanya?" Syakira sampai tanpa sadar berceloteh polos, iri rasanya karena dia juga ingin memeluk Barbie itu dengan waktu yang lama, seperti yang di lakukan Om nya, tapi selalu tidak bisa.
"Iya Syakira." Azka sampai langsung mengelus kepala bocah itu, sekarang yang dia pikirkan bukan tentang ocehan Syakira, melainkan tentang ekspresi Mario yang terlihat begitu suram di matanya. "Kenapa Bro? Tegang amat?" ucapnya malah meledak lelaki itu.
Mario enggan menanggapi dia memilih lekas masuk dan menuju sebuah sofa untuk mendudukkan tubuhnya sambil menunggu Renzela selesai dengan kegiatannya, barang yang dia bawa sungguh sangat banyak sampai rasanya dia ingin segera menyimpannya. "Aisst, apa kau gila Mario. Seharusnya kau senang kalau Bang Darrel benar-benar bisa menyukai dan menyayangi Renzela, kenapa malah kesal melihat mereka sedekat itu." Dia sampai mengumpat dirinya sendiri. Masa dia malah cemburu pada kakak sepupunya sendiri, padahal jelas sebelumnya dia hanya menganggap Renzela seperti adiknya.
"Barbie!"
Berbeda dengan Mario yang memilih duduk dalam diam. Dua bocah kembar itu malah langsung terang-terangan memanggil Renzela, setelah mereka duduk manis di sofa mengikuti Mario, mereka bahkan langsung melambaikan tangan, seolah membari tahu keberadaan mereka di sana.
"Hai." Renzela sampai tersenyum cerah, pas sekali, di saat pemotretan selesai dan dia butuh mengalihkan kecanggungan yang sedari tadi dia tahan, kini ada dua bocah kecil yang mungkin bisa menenangkan kegugupannya. "Kalian ke sini!" ucapnya lagi sambil melangkahkan kakinya menghampiri mereka. Bahkan dia ikut tersenyum lebar saat Mario menatapnya dengan senyuman dan menyapa nya dengan hangat. "Kak Mario juga di sini?"
"Bukannya katanya kau tadi terluka, bagaimana? Apa sekarang sudah lebih baik?" Mario sampai langsung bertanya, dan memastikan keadaannya. "Bagian mana yang terluka?"
"Sekarang tidak apa-apa kok!" Renzela langsung duduk, setelahnya langsung terkejut saat si kembar memberikan sesuatu untuk nya. "Apa ini?"
"Ini hadiah untuk Barbie. Kita minta maaf, maaf malah menyusahkan Barbie sampai terluka." Syakir yang bicara mewakili adiknya. Bahkan langsung menyuruh sang adik menundukkan kepala sebagai rasa sesal mereka.
Renzela sampai terharu, lebih terharu lagi saat melihat apa yang di bawah si kembar untuk nya. Beberapa kotak susu coklat, bahkan sebuah kotak berisi cake rasa coklat juga ada di sana. "Kalian menggemaskan sekali si. Kenapa bisa tahu apa yang Barbie inginkan." Air liur nya serasa mau menates, di saat dia benar-benar lelah kini cemilan favorit nya ada di depan mata, tanpa harus berusaha untuk mencarinya. "Terima kasih banyak, Syakir, Syakira."
Mario ikut tersenyum melihat senyuman Renzela, sesimpel itu bisa membuat gadis itu tersenyum lebar, padahal tadinya dia begitu khawatir Renzela akan tertekan tinggal di Indonesia dengan orang-orang asing di sekitarnya.
"Barbie suka hadiahnya? Tadi Uncle Mario yang memilih itu untuk Barbie." ucap Syakira.
Renzela sampai langsung menatap Mario, benarkah demikian. "Terima kasih Kak Mario." ucapnya senang. Dia tidak mengira lelaki ini akan mengingat hal-hal kecil yang selalu dia ceritakan saat video call dengan nya, "Iya Barbie menyukai semaunya, apa Barbie boleh memakan nya sekarang? Ayo makan ini bersama-sama!" ucapnya kembali menatap Syakir dan Syakira.
"Hore, kita juga mau!"
Azka yang geleng kepala, bukannya itu hadiah untuk Renzela, kenapa kedua bocah itu ikut sama-sama menikmatinya. "Aisst, dasar kalian." gumamnya dengan senyuman. Sekarang kenapa suasana terlihat aneh. Kenapa Dia dan Mario serasa sedang mengamati tiga bocah yang sedang kegirangan karena di kasih makanan. Lihat bahkan mereka bertiga terlihat begitu kompak menyantap cake nya dengan begitu lahap, bahkan dengan sekotak susu coklat di tangan masing-masing yang sesekali mereka minum.
"Jangan terburu-buru. Tidak ada orang yang akan mengambil cake kalian. Makanlah dengan perlahan." Mario yang keheranan, terlebih kenapa kebiasaan Renzela tidak berubah, saat menyantap cake, cake itu pasti akan belepotan di bibirnya. "Aisst, bahkan kau tidak bisa merubah kebiasaan jorok mu itu." gumamnya sambil mengambil sebuah tisu dan membantu Renzela membersihkan sisa-sisa cake di bibirnya.
"Woi." Azka yang kutar ketir, refleks menendang kaki Mario di bawah sana, bisakah jangan melebihi batasan, bukan karena apa-apa, hanya saja dari tadi Bang Darrel terus memperhatikan mereka. "Mampus kau kalau sampai ketahuan menggoda bini nya." bisiknya sambil menarik Mario untuk menjauh dari Renzela.
"Aisst. Sakit woi." Mario sampai jengah. Ngingetin si ngingetin tapi tidak dengan cara begitu juga kan. Di kira kakinya bola sampai di tendang dengan begitu keras, dan sekarang bukan hanya menarik pakaian nya lelaki itu juga sampai mencekiknya, "Ingin membunuh gue Lo?" Protesnya kesal.
Renzela yang awalnya fokus pada cake nya kini langsung menatap kedua lelaki itu, "Kalian kenapa, apa kalian juga mau ini?" ucapnya polos sambil menyodorkan sepotong cake pada Mario dan Azka.
"Akh tidak Kakak ipar, habiskan saja." Azka yang menjawab dengan cepat, kutar ketir sendiri, jadi ini rasanya mempunyai Kakak ipar yang cantik dan menggemaskan, berbeda di depan nya serasa berada di depan gebetan sampai terkadang lupa diri, dia sampai harus terus merangkul pundak Mario takut lelaki itu lupa batasan.
Sementara itu, Darrel masih menatap sang istri dan kedua adiknya dengan tajam, mentang-mentang ada temannya dia di tinggalkan begitu saja. "Mereka benar-benar dekat ya!" batinnya, baginya tidak heran Mario sampai bertindak seperti itu, adik sepupunya itu memang lebih mengenal Renzela bahkan lebih tahu bagaimana cara menyenangkan gadis itu, tapi kenapa dia kesal, "CK.... Tadi terlihat begitu kusut sekarang tersenyum lebar seperti itu, dasar anak kecil." umpatnya sampai berlaju pergi.
Pak Martin yang melihat Tuan pergi langsung menghampiri, "Iya, Tuan?"
"Hubungi Arkan, untuk persiapan resepsi besok dia yang akan membereskannya." Darrel langsung melepaskan jas nya dan dia berikan pada Martin, gerah rasanya dia harus terus bersandiwara melakukan agenda agenda hari ini. "Aku ingin istirahat, jangan menggangguku!" titahnya lagi.
"Baik Tuan, tapi bagaimana dengan Nona?" Martin langsung bertanya, tatapan matanya bahkan langsung menatap ke arah sofa melihat nona mudanya yang terlihat asyik dengan orang-orang di sana. "Haruskah saya meminta Nona untuk beristirahat!"
"Biarkan saja, ingatkan saja kalau sudah waktunya dia meminum obat." Darrel kini benar-benar pergi. Itu urusan Renzela, mau sedekat apapun dengan orang-orang terdekatnya dia tidak mau ikut campur.
"Maaf Tuan!"
"Ada apa lagi?" Darrel sampai harus kembali berbalik karena lelaki itu terus saja memanggilnya.
"Haruskah saya memberikan undangan pada Nona Alessandra?" Martin bertanya dengan begitu ragu. Walau mungkin urusan penyebaran undangan adalah tugas Arkan, tapi yang tahu tentang hubungan Tuanya dengan wanita itu hanya dia, bahkan semua keluarga Baskara tidak tahu tentang itu.
Mendengar nama itu Darrel sampai tersentak, "Ku kiri wanita itu sudah mati." ucapnya dengan dingin. Dari pada menanggapi itu dia memilih pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Anisnikmah
disana ketar-ketir eh Darrel hanya memandang renzela begitu gemasssmya
2023-02-23
0
eka agustyan
dl aja mario nolak dicomblangin sm Kenzo,skrng udh jadi milik orang bru nyesel.sabar mario
2023-02-21
0
Erna Fadhilah
om Darrell udah mulai cemburu lihat barbie ngobrol sama adiknya, akhirnya yang di tunggu tunggu up jg, udah lama nunggu aku, thor upnya yang rajin dong, banyak yang nunggu nih
2023-02-20
0