Jam mata kuliah selesai, Mario dengan tergesa-gesa langsung keluar kelas menuju tempat Azka karena mereka sudah janjian akan menghampiri Renzela, Azka yang akan menjemput si kembar membuat dia mempunyai alasan untuk bertemu dengan teman wanita nya itu. "Woi, Azka." Dia langsung memanggil sepupunya itu, dan lekas menghampirinya.
"Aisst, menajuh kau!" Azka yang risih, terlebih lengan lelaki itu sudah melingkar di pundaknya membuat dia semakin gerah, "Giliran ada maunya lo langsung nyamperin gue kayak magnet." cecar nya lagi. Padahal biasanya jarang sekali Mario menghampiri nya terlebih dahulu seperti ini.
Mario malah tertawa kecil, enggan menanggapi ocehan Azka dan memilih langsung menggiring lelaki ini langsung menuju parkiran. "Lo gak hubungi dulu Bang Darrel untuk memastikan posisi mereka?" tanyanya sebelum mereka benar-benar masuk mobil.
"Lo menyesal kan gak nembak Renzela dari dulu." Di tanya apa menjawab nya apa. Azka malah mengalihkan topik pembicaraan saat melihat ekspresi Mario yang terlihat begitu antusias ingin bertemu Renzela, dia bisa menebak kekecewaan yang begitu besar saat wanita yang sedang dekat dengan nya itu malah menikah dengan Kakak sepupunya sendiri. "Ikhlaskan lah, Renzela sudah menjadi istri Bang Darrel, mereka juga saling menyayangi." ucapnya lagi sok menasehati.
Ck..... Mario sampai berdecak, "Sudahlah jangan banyak bicara, ayo jalan!" Dia enggan menanggapi, saling menyayangi dari sisi mana, mereka bahkan melakukan pernikahan itu karena keterpaksaan, "Aku hanya ingin bertemu dengan Renzela saja." lanjutnya pura-pura kalau ini pertemuan pertama mereka.
"Jangan cemburu, ingat sekarang Renzela sudah menjadi bini orang." Azka sampai kembali meledak, lekas masuk mobil saat Mario membalas ledekan nya dengan tatapan mautnya. "Iya-iya. Tapi ngomong-ngomong, tipe Bang Darrel lumayan juga ya. Menolak setiap wanita yang menyukai nya dan ternyata tipe nya malah daun muda."
Aisst, Mario sampai geram, ingin rasanya dia membungkam mulut Azka agar berhenti bicara, bukan karena apa-apa, dia hanya kesal karena apa yang di ucapkan Azka jauh dari kenyataan, dan lebih kesalnya dia tidak bisa memberi tahu Azka dengan apa yang terjadi sebenarnya.
Suara panggilan di ponsel Azka tiba-tiba berbunyi, sang empunya langsung mengangkat panggilan itu saat nama Kakak perempuannya terlihat di sana. "Apa Kak Ana, aku baru selesai kuliah."
"Azka tolong cepat jemput si kembar di rumah sakit, kakak benar-benar malu karena mereka malah menyusahkan Renzela."
"Apa yang terjadi Kak?" Azka malah bingung, bukannya katanya si kembar bersama bang Darrel mau ikut fitting baju, kenapa sekarang sudah di rumah sakit lagi. "Ku kira si kembar di Butik bang Darrel." ucapnya lagi.
"Gara-gara melindungi si kembar Renzela terluka. Mereka sekarang sedang di rumah sakit, Azka."
Suara Ana sampai terdengar begitu jelas karena Azka me-loudspeaker panggilannya, dan tentunya itu membuat kedua lelaki yang sedang berada di dalam mobil tercengang kaget.
"Terluka?" Azka sampai kembali memastikan, senakal apa kedua keponakannya itu sampai membuat gadis yang bahkan mungkin tidak bisa mengasuh anak malah terluka. "Kok bisa Renzela terluka?"
"Sudahlah ceritanya panjang, kau cepat ke rumah sakit. Kakak benar-benar sedang sibuk karena banyak pasien, kakak tidak mungkin kembali menitipkan si kembar pada Kak Darrel setelah apa yang terjadi."
Mario yang mendengar itu langsung menancap gas, bukan karena ingin cepat menghampiri si kembar, hatinya mendadak gelisah, seserius apa luka Renzela sampai masuk rumah sakit, dia ingin memastikan itu. "Renzela....." Sungguh malang nasibnya, baru hari pertama gadis itu di Indonesia, malah rumah sakit tempat pertama yang di singgahnya.
...***...
Keadaan di rumah sakit, setelah membuat gempar para petugas medis, Darrel kini sudah bisa duduk tenang dengan kegelisahan yang mulai memudar, luka di kaki bagian betis Renzela kini sudah di perban sempurna, bahkan beberapa obat yang sudah Dokter berikan sudah Martin simpan untuk pemulihan.
"Bagaimana apa masih sakit?" tanyanya lagi memastikan. Hatinya masih sedikit gusar, kalau Renzela terluka bagaimana dengan acara resepsi besok, bahkan katanya Pak Kenan akan menghadiri acara itu, mungkinkah dia akan terkena omelan nya karena keponakan beliau malah terluka. "Kalau masih sakit, kita tetap di sini saja biar Dokter terus memantau keadaan mu."
"Aku baik-baik saja, Om. Sekarang sudah tidak sakit." Renzela sampai malu, terlebih lelaki ini dari tadi terlalu berlebihan memperlakukan nya, hanya sedikit luka di kaki saja dia sudah seperti tertabrak sebuah mobil bahkan di tawarkan rawat inap, "Kita pulang sekarang saja!" ajaknya lagi. Dia enggan berlama-lama di rumah sakit karena suasana ini malah mengingatkan nya pada sang Mami yang masih terbaring koma.
"Kau yakin?" Darrel kembali memastikan, Renzela benar-benar harus secepatnya pulih karena ada banyak agenda yang harus mereka lakukan, jadi harus istirahat total. "Jangan sampai menyesal di akhir saat lukanya kembali sakit lagi."
"Tidak kok Om. Aku benar-benar sehat," Renzela sampai memasang senyum yang begitu lebar, dia tidak ingin terus menyusahkan laki-laki ini karena memang keadaannya juga sudah membaik.
"Lihat bahkan saat di gerakan pun tidak apa-apa." timpalnya lagi sambil menggerak-gerakkan kakinya.
Darrel pun langsung menatap sang Dokter, meminta pendapatnya apa istrinya ini benar-benar bisa pulang sekarang, "Bagaimana Dok?"
"Iya, Nona Renzela bisa pulang sekarang Tuan, hanya saja Nona jangan terlalu banyak bergerak takut jahitannya kembali terbuka. Dan lebih penting lagi lukanya jangan sampai terkena air sampai benar-benar kering."
Mendengar penjelasan itu Darrel sampai memijat pelipisnya, bukankah perkataan dokter itu seolah berkata kalau dia harus menjaga istrinya dengan ekstra, "Aisst, ada-ada saja." Dia sampai menghela nafas, lekas berdiri setelah memberi isyarat pada Martin untuk menyiapkan mobil. "Ayo kita pulang kan?"
Renzela sampai tertegun, apa ini kenapa Om Darrel tiba-tiba berdiri di sampingnya bahkan langsung mengulurkan tangannya, "Om, aku bisa berjalan sendiri." malu bukan main. Lagi-lagi suaminya itu menggendong nya ala bridal style, dengan satu hentakan tubuhnya langsung terangkat seolah tanpa beban, "Om sekarang aku baik-baik saja." oceh nya lagi, jika tadi dia bisa pasrah karena kakinya sakit, tapi tidak dengan sekarang, dia benar-benar sudah membaik.
"Diam lah, kau tidak dengar apa kata Dokter barusan. Kau tidak boleh banyak bergerak, Renzela."
"Tapi tidak harus di gendong kan Om, aku bisa jalan dengan perlahan." Lagi-lagi protes, masalahnya bukan apa-apa, kenapa lelaki ini terlihat tanpa beban saat menggendong nya padahal dia sendiri begitu gugup. Posisi ini membuat dia bisa dengan jelas melihat wajah Om Darrel pun sebaliknya. Bahkan dia sampai bisa mencium aroma parfum laki-laki itu yang terasa begitu sejak masuk ke rongga hidungnya. "Om, aku berjalan saja." pintanya lagi sambil melihat orang-orang yang ada di ruangan itu.
Sang Dokter dan beberapa perawat sampai tersenyum kecil melihat pasangan penantian baru itu, terlihat begitu romantis terlebih sosok Renzela yang begitu imut membuat mereka begitu gemas melihatnya.
"Ku kira rumor yang beredar itu benar, tenyata jauh dari kenyataan. Buktinya kini Pak Darrel membawa seorang istri, bahkan saat tadi masuk rumah sakit dia begitu mengkhawatirkan nya sampai menolak kursi roda yang aku tawaran kan. Beliau lebih memilih menggendong istrinya sampai sini padahal harus naik lift."
"Iya, walau terlihat jelas kalau umur mereka sangat jauh berbeda, tapi mereka serasi."
Bisikin para perawat yang ada di sana sampai terdengar jelas di telinga Darrel, dan tentunya itu membuatnya sedikit lega karena itu yang dia harapkan. "Jangan terus meronta dan pegangan lah yang erat."
"Tapi Om....!" Ingin merajuk lagi, tapi Renzela memilih pasrah dia benar-benar langsung terdiam saat otaknya mengingat kembali perjanjian yang mereka tandatangani. Dia harus berperan menjadi istri yang baik di hadapan orang-orang. "Baiklah."
Darrel sampai tersenyum simpul, terlebih saat gadis kecil ini langsung mengalungkan tangan di pundaknya dengan begitu kaku, "Anak pintar." bisiknya sambil berlaju pergi keluar ruangan.
"Om!" Renzela kembali memanggil lelaki itu setelah sadar jalan yang mereka lalui terlihat sepi, "Bisa turunkan aku sekarang!" pintanya lagi. Jangan kembali bersandiwara kalau malah menyusahkan nya, toh tidak ada orang yang melihat mereka. "Aku pasti berat."
Darrel enggan menanggapi, dia malah meminta Renzela menekan tombol lift nya agar mereka bisa secepatnya sampai kebawah. "Kau bahkan lebih ringan dari pada Syakir dan Syakira, jadi diam lah."
Renzela benar-benar diam saat suara lelaki itu terdengar begitu menggema di dalam lift, dia mendadak grogi, di ruangan sempit, berduaan dengan seorang lelaki, dan laki lelaki itu tengah menggendongnya, bukannya ini membuat suasana di dalam lift semakin gerah, "Aisst, Renzela kau berpikir apa sih. Dia hanya lelaki tua bahkan tidak pernah menganggap mu sebagai seorang wanita, jelas dia akan bisa saja." Dia sampai membatin menyadarkan dirinya sendiri.
Tapi keadaan yang senyap ini membuat Renzela tidak hanya bisa diam saja, "Om!" Panggilnya, dia tidak ingin semakin gugup dengan suasana yang sunyi ini. "Om Darrel!" panggilnya lagi karena lelaki itu masih terdiam tanpa menjawab dan menengoknya.
"Apa Renzela?"
Rupanya salah besar Renzela terus mengusik lelaki ini, tatapan mata itu malah membuatnya gugup sampai langsung mengalihkan pandangannya. "Syakir dan Syakira di mana, Om? Aku dari tadi tidak melihatnya?" Akh. Untung saja dia mempunyai topik pembicaraan. Dia bisa mengalihkan kegugupannya dalam kesenyapan ini. "Apa mereka baik-baik saja?" tanyanya lagi memastikan.
Darrel yang mendengar itu malah ingin terus menatap gadis ini, "Renzela!" panggilannya dengan tegas seolah meminta istrinya ini untuk mantapnya. "Bisakah kau hilangkan sifat itu. Jangan terus mengkhawatirkan orang lain padahal kau sendiri terluka!" titahnya dengan tegas. Lihat saja, karena sifat baik itu malah berbalik menyakiti dirinya sendiri.
Pertama; demi kebaikan Ibunya gadis ini malah rela menikah dengan nya padahal jelas hatinya pasti tertekan, dan sekarang malah rela melindungi kedua keponakannya, padahal tahu kalau dirinya sendiri yang akan terluka, "Kalau kau terus seperti itu aku yang akan semakin terbebani," lanjutnya lagi.
Renzela sampai tertegun, jadi maksudnya dia hanya sumber masalah yang akan terus menjadi beban untuk suaminya, "Turun!" Dia sampai refleks melepaskan rangkulan tangan nya. Padahal dari tadi dia tidak mau suaminya ini berlebihan, tapi sekarang malah dia yang di sudut kan. "Turunkan aku Om!" pintanya lagi sambil menarik kerah kemeja lelaki ini karena tidak terlihat tanda-tanda kalau suaminya itu akan menurunkan nya.
"Aisst, apa dia salah faham. Aku sedang mengasihani mu, bodoh." Darrel hanya bisa membatin, tubuhnya sampai hampir oleng karena Renzela terus saja meronta. "Diam Renzela, kau bisa jatuh. Apa kau mau terluka lagi?"
"Makanya turunkan aku, aku bisa berjalan sendiri!"
"Diam atau aku akan membuat mu terdiam dengan cara ku sendiri."
Renzela sampai refleks terdiam, bahkan membatu, wajah Om Darrel tiba-tiba mendekat seolah akan terjadi hal yang familiar, semakin mendekat sampai dia bisa merasakan hembusan nafas suaminya itu. Dia sampai refleks meremas kemeja suaminya saking kagetnya.
"Masih mau turun?"
Darrel kembali bertanya masih dengan posisi yang sama. Renzela sampai menelan saliva saking kagetnya, bahkan refleks menggelengkan kepalanya.
Tring.... Bersamaan dengan itu, suara life terbuka, sosok Mario dan Azka yang berdiri persis di depan pintu lift sampai membatu sempurna, "Apa kita terlalu tergesa-gesa menekan pintu lift sampai mengganggu pengantin baru yang sedang berciuman?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
eka agustyan
mario cemburu nich .......dulu aja bilangnya gk suka,skrng dh jd milik orng bru nyesel...hemm
2023-02-09
0
Erna Fadhilah
🤭🤭🤭dengan posisi kaya gitu di kira mereka berdua lg ciuman 😘😘😘😘
2023-02-09
0
💛⃟🤎🏠⃟ᴛᴇᴀᴍ ɢͩᴇͥɴͩᴀᷲᴘͪ🥑⃟𝐐⃟❦
Ouwh... 🙈🙈🙈 dengan tak sengaja Mario harus melihat adegan yg ingin di lihatnya.. 🤦🤦
2023-02-08
0