Mata Renzela perlahan terbuka, sinar matahari pagi yang menyorot masuk ke dalam kamar terasa begitu hangat membuat gadis itu tersadar dari tidurnya, menggeliat kanan kiri mengumpulkan kesadarannya.
"Akh, ini di mana?" Dia sampai terperanjat, duduk tegak di atas tempat tidur mulai mengamati seisi ruangan itu, "Bukan nya semalam aku di rumah Om Darrel?" bibirnya kembali bicara mempertanyakan keadaan seisi kamar yang dia tempati.
Pasalnya, dari setiap sudut ruangan itu persis sekali dengan kamar nya di London, warna catnya, dekorasinya, properti nya, semuanya hampir terlihat sama persis, beda nya kamar ini terlihat lebih luas dan barang-barang nya pun terlihat mewah, bahkan sebuah laptop yang bertengger di atas meja belajar lebih bermerek dari yang biasanya dia gunakan. "Apa ini kamarku? Kok bisa?" Terasa seperti mimpi, dia berasa di rumahnya sendiri.
Setelah puas mengitari seisi kamar, dia baru menyadari sesuatu. "Aisst, ternyata ini sudah siang." Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi membuat Renzela langsung kutar ketir, walau ragu untuk menggunakan segala fasilitas kamar ini tapi tidak ada waktu kalau dia harus mempertanyakan dulu pada suaminya.
Sepuluh menit berlalu, tubuh Renzela kini hanya terbalut sebuah handuk kimono yang tersedia di dalam kamar mandi, rambut panjang nya pun terbalut handuk kecil setelah dia membersihkannya. Saking buru-buru membersihkan diri, dia sampai lupa menyiapkan pakaian ganti yang entah ada di mana.
Ketukan pintu tiba-tiba terdengar, dan itu sukses membuat Renzela kebingungan, bagaimana kalau itu Om Darrel, haruskah dia bersembunyi mengingat dia hanya mengenakan handuk saja. Tapi bukannya itu lebih bagus karena dia bisa meminta izin untuk menggunakan segala fasilitas di kamar ini.
"Non Renzela apa sudah bangun. Bolehkah bibi masuk?"
Akhirnya Renzela bisa bernafas lega, saat mendengar suara yang ada di balik pintu itu ternyata seorang wanita. "Silahkan."
Seorang pelayan wanita perlahan masuk, langsung tersenyum cerah menyapa majikan barunya, "Pagi, Non. Saya Sumi, bibi yang akan melayani Nona untuk kedepannya."
"Terima kasih, Bi." Renzela ikut tersenyum membalas sapaan pelayan itu, sungguh ramah jauh dari Tuan majikannya. "Maaf, bi. Saya tidak tahu dimana pakaian ganti nya, apa bibi bisa menunjukkan nya?"
"Iya, sebelah sini, Non."
Renzela langsung mengikuti pelayan itu, masuk ke sebuah ruangan dimana segala peralatan fashion nya berada, dari mulai pakaian, sepatu, tas, bahkan aksesoris lainnya pun sudah kumplit di dalam sana, dia sampai berfikir mungkinkah Om Darrel yang begitu dingin dan galak itu sampai menyiapkan semuanya dengan begitu kumplit, "Ini barang-barang siapa, Bi?" tanyanya memastikan. Bisa jadi mungkin ini barang-barang bekas Ana adik iparnya itu.
"Ini barang-barang Nona. Tempo lalu Pak Martin memerintahkan semua pelayan rumah menyiapkan segala keperluan Nona, setelah tahu Tuan akan menikah." Bi Sumi langsung menjelaskan, bagi dia yang sudah hampir lima tahun bekerja di kediaman ini, ikut senang dengan pernikahan Tuan nya, bahkan semua pelayan sampai begitu antusias mempersiapkan semua perlengkapan Nona majikan nya. "Biar bibi siapkan pakaiannya, Non."
Renzela sampai melongo, dia tahu Om Darrel seorang ahli fashion tapi tidak mengira kalau lelaki itu juga ahli dalam menebak ukuran. Lihat saja semua pakaian yang ada di sini benar-benar seukuran dengan tubuhnya bahkan sampai pakaian dalam pun benar-benar pas sekali tidak ada yang terlewat.
"Sini, Non. Biar bibi bantu keringkan rambut nya. Tuan Darrel dari tadi sudah menunggu Nona di meja makan."
"Menunggu? Apa Om Darrel juga belum sarapan karena menunggu ku?" Renzela sampai kaget, akankah dia terkena amukan suaminya itu karena terlambat bangun di hari pertama nya, bahkan sampai membuatnya menunggu lama.
"Iya, tadi bibi sudah mau membangunkan Nona, tapi Tuan melarang. Katanya jangan di ganggu takut Nona masih kelelahan." Bi Sumi sampai tersenyum cerah. Bak mengingat kembali masa mudanya, dia benar-benar terharu dengan sikap Tuannya yang begitu memperhatikan istrinya ini.
Sementara itu keadaan di bawah, Darrel masih setia duduk manis menghadap sarapannya yang mungkin sudah mulai dingin, sesekali dia melihat jam tangannya memastikan waktu, dia masih bisa bersabar karena agenda hari ini memang akan di mulai dari jam sembilan pagi ini.
"Tuan, mobilnya sudah siap." Sudah kedua kalinya Pak Martin menghampiri Tuan nya, dan kedua kalinya pula dia melihat keadaan di meja makan yang masih terlihat sama, sarapan Tuan nya itu masih belum tersentuh sedikitpun dan kursi yang seharusnya Nona Renzela sudah berada di sana masih kosong tanpa ada tanda-tanda akan kehadirannya di sana. "Apa perlu saya panggilkan Nona?" tanyanya menawarkan.
"Tidak perlu. Sudah ada bi Sumi yang menjalankan tugasnya." Seperti biasa Darrel menjawab dengan datar, kembali memeriksa ponselnya karena sedari tadi Ana terus saja menghubungi nya. "Aisst, mau apa lagi dia?" baru juga membatin kesal. Matanya kini di suguhkan dengan keributan dua bocah yang tiba-tiba ada di rumahnya dan berlarian menghampiri nya.
"Om. Om Darrel!" Suara Syakira bahkan terdengar begitu nyaring, berada dalam gandengan sang Kakak dia berlari cepat menghampiri Om nya. "Pagi, Om. Barbie Om mana?" tanyanya langsung sambil mengitari sekeliling tapi yang di cari tidak ada di sana.
"Barbie Om masih di atas." Darrel hanya tersenyum yang di paksakan, setelahnya langsung menatap ibu dari anak-anak ini, "Apa ini, sudah ku bilang kan aku bukan penitipan anak." ucapnya pada Ana.
"Ayolah Kak. Hanya sebentar saja, lagi pula mereka dari tadi terus menanyakan Barbie mu itu." Ana sampai menyeringai menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, walau Kakak nya terus menolak menjaga kedua anak nya, tapi dia tetap mendatangi rumah ini untuk memintanya dengan paksa. "Aku harus ke rumah saki Kak." ucapnya lagi memberi alasan. Salah siapa suaminya di buat sibuk menyiapkan pesta untuk resepsi besok, jadi tidak ada lagi yang bisa menjaga si kembar karena ibu mertuanya sedang sakit.
"Aisst, aku juga sibuk Ana. Hari ini kita akan fitting baju untuk acara besok." Darrel sampai memijat pelipisnya, terlebih dua bocah ini benar-benar tidak tahu apa-apa dan malah memasang ekspresi menggemaskan seolah-olah dia benar-benar akan mangasuh mereka. "Tidak bisa, Om sibuk. Kalian main dengan Uncle saja." ucapnya pada kedua bocah itu sambil mengelus kepala mereka.
"Uncle ada jam kuliah Om, jadi kita tidak bisa main di rumah Nenek. Nenek dan kakek juga tidak ada." Syakir yang menjawab, bahkan ekspresi nya seolah berkata tolong izinkan mereka ikut untuk kali ini saja.
"Kalau Om sibuk, tidak apa-apa. Kita bisa main dengan Barbie nya Om." Syakira bahkan ikut menimpali, dia tahu betul seperti apa kesibukan Om nya, tapi sekarang kan berbeda, "Om bisa fokus bekerja, biar kita bermain dengan Barbie." oceh tanpa dosa.
Darrel sampai menghela nafas, kalau saja ini bukan keponakannya dia ingin sekali menyentil kepala mereka satu persatu. "Tetap saja Syakir, Syakira. Barbie Om juga akan sibuk seharian ini." ucapnya berusaha menjelaskan. Membayangkan harus mengasuh Renzela saja dia sudah risih, apalagi kalau kedua bocah ini juga ikut bersama mereka, rasanya sempurnalah penderitaannya.
"Kak hanya sebentar saja, setelah Azka selesai kuliah aku akan langsung menyuruhnya untuk mengambil si kembar." Ana kembali memohon, ayolah kalau bukan kakaknya siapa lagi yang harus dia mintai pertolongan.
"Aisst, untuk apa kau menjadi Dokter kalau pada akhirnya malah menelantarkan anak mu."
Mariana sampai tertawa kecil mendengar umpatan sang Kakak, walau bibir lelaki itu terus mengoceh dan berkata-kata dingin tapi tetap dia adalah Kakak nya yang akan selalu menyayangi seluruh keluarganya, buktinya sekarang Syakir dan Syakira sudah duduk cantik di bantu Pak Martin yang selalu setia membantu Kakaknya ini.
"Terima kasih Kak. Kakak memang yang terbaik." Ana sampai memeluk Kakak nya itu dengan bangga, si keras kepala ini ternyata luluh juga. "Jangan lupa titip salam buat Renzela."
Darrel yang risih, padahal sudah menjadi seorang ibu tapi kelakuan adiknya ini masih saja kekanak-kanakan, "Kalau mau pergi, pergi sana. Jangan sampai aku berubah pikiran."
Ana sampai terkekeh dan langsung melepaskan pelukannya, "Iya-iya. Dah anak-anak jangan pada nakal ya!"
Mariana pergi, tak lama terlihat Renzela berjalan di ikuti bi Sumi menghampiri meja makan, dan detik itu pula Syakira langsung bersorak gembira melihat Boneka Barbie kesayangannya.
"Selamat pagi, Barbie." ucap kedua bocah itu dengan begitu riang.
Renzela sampai ikut tersenyum cerah, "Pagi juga Syakir, Syakira." ucapnya menyapa kedua bocah itu dan langsung menggerakkan kedua tangannya mengelus pipi mereka. Tidak mengira keduanya bisa sepagi ini sudah ada di sini.
"Barbie cantik sekali. Syakira juga mau secantik Barbie." Syakira sampai berceloteh riang, mendadak iri kenapa bisa Om nya mempunyai boneka Barbie secantik ini. Gaun biru muda yang di kenakan terlihat begitu cerah mempercantik penampilan Kakak Barbie, terlebih rambutnya yang di tata sedemikian rupa membuat nya lebih mempesona.
"Syakira juga cantik sayang." Renzela langsung duduk setelah Pak Martin menarik kursi kosong untuknya. Langsung menatap sang suami untuk menyapanya. "Pagi, Om." ucapnya dengan berbungkuk pelan, sedikit malu. Masih pantaskah sekarang di sebut pagi padahal sudah mau jam sembilan.
"Hem." Darrel hanya menjawab seadanya, sekilas menatap Renzela dan kembali fokus pada sarapannya, "Cepat habiskan sarapannya, hari ini kita harus fitting baju dan pemotretan."
"Fitting baju?" Renzela sampai kembali mengulang kata itu, tanyanya langsung tertuju pada Syakir dan Syakira yang sudah tersenyum cerah mendengar penjelasan Om nya. "Apa mereka juga ikut?" tanyanya memastikan. Setelah melihat anggukkan sang suami dia jadi tersenyum lebar, sepertinya dia tidak akan melewati hari yang begitu canggung dan asing karena ada kedua bocah ini yang akan menemani nya.
...***...
Beberapa jam berlalu, Renzela kini sudah sampai di sebuah butik besar yang tidak lain milik suaminya. Saat pertama masuk dia rasanya malu sendiri karena penyambutan pelayan-pelayan di sini. Efek karena dia seorang istri dari pemilik Butik ini dia sampai di perlakuan dengan sepesial.
Sama halnya dengan sekarang, Renzela sedang di temani salah satu pelayan butik melihat-lihat gaun pengantin yang sekiranya cocok untuk nya. "Bisakah Mba pilihkan saja gaun yang paling cocok untuk ku, aku bingung harus memilih yang mana," dia sampai tersenyum kikuk, bagaimana tidak, dia seorang pelajar yang bahkan tidak mengerti soal fashion jadi dia tidak mempunyai selera yang bagus.
"Iya, baik Non. Kalau begitu non bisa duduk dulu untuk menunggu."
Sang pelayan pergi, mata Renzela kini langsung menatap kedua keponakannya yang tengah asyik bermain di sana, berlarian sana sini melewati boneka peraga busana-busana di sana. Bibirnya sampai tersenyum rekah, masa-masa kanak-kanak memang paling indah, masa dimana siapapun tidak akan memikirkan bebannya kehidupan.
"Syakir, hati-hati!" Senyuman Renzela tiba-tiba berubah menjadi kegelisahan, kedua bocah itu terlalu aktif sampai mereka tidak sadar menyenggol patung-patung busana di sekitarnya. "Syakira, awas!"
Bruk..... Prang.... Suara benda jatuh terdengar begitu jelas, bahkan suara pecahan kaca ikut mendominasi keributan itu.
"Ada apa?" Darrel yang sedang duduk santai di ruangan tunggu sampai ikut kaget, terlebih tiba-tiba seorang pelayan mendatangi nya dengan wajah gelisah.
"Maaf Tuan, Nona Renzela." Belum juga di jelaskan, Tuan nya langsung beranjak berdiri bahkan langsung berlari saat rintihan suara Nona Renzela terdengar begitu jelas memenuhi seisi ruangan.
"Renzela!" Darrel sampai syok, gadis itu sudah terduduk di lantai dengan sebuah luka goresan di kakinya, bahkan darah segar sudah mengalir dari sana. "Apa yang terjadi?" Dia sampai langsung berjongkok melihat keadaan gadis ini, bahkan langsung berusaha mencari sebuah kain apapun itu untuk mencegah pendarahan nya.
"Aww, sakit Om."
"Tahanlah, ini lebih baik daripada darahnya terus mengalir." Tangan Darrel bahkan tidak lepas menggenggam kaki Renzela, bisa-bisanya lengah sedikit saja hal buruk malah terjadi pada istrinya ini. "Kenapa masih diam, siapkan mobil, bodoh!" sentaknya pada Pak Martin yang sama-sama ada di sana.
Pak Martin sendiri sampai kutar ketir, dari tadi dia masih diam karena merasa lukanya tidak terlalu serius, tapi ternyata luka goresan itu lumayan dalam, sampai membuat Nona nya kesakitan, "Baik Tuan."
"Maafkan Syakira, Syakira yang salah Om." Syakira langsung tertunduk malu, bahkan air matanya ikut terjatuh. Jika saja Barbie nya tidak menghalangi pas bunga yang terjatuh padanya akibat ketiban patung busana itu, Barbie nya itu tidak akan kenapa-kenapa. "Maafkan Syakira, Om."
"Jangan menangis, semuanya akan baik-baik saja." Bukan hanya harus memenangkan kedua keponakannya, Darrel juga harus membantu Renzela, terlebih raut wajah gadis itu mulai pucat akibat menahan rasa sakit di kakinya. "Bertahan lah, kita ke rumah sakit sekarang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Erna Fadhilah
udah ga sabar liat om Darrell bucin sama boneka Barbie 😁😁😁
2023-02-07
1
eka agustyan
om Darrel punya 3 keponakan ....jadi baby sitter dadakan...yg sabar om😂
2023-02-07
0
💛⃟🤎🏠⃟ᴛᴇᴀᴍ ɢͩᴇͥɴͩᴀᷲᴘͪ🥑⃟𝐐⃟❦
Om Darrel ngasuh 3 bocil... Gpp om itung² belajar jd ortu.. 🤣🤣🤣
2023-02-07
0