Tuk ... Tuk.... Tuk... Suara sepatu Darrel mendadak terdengar begitu nyaring saat menuruni anak tangga, rahangnya sampai mengeras sempurna, tatapan matanya pun terlihat begitu tajam menatap seorang tamu tidak di undang hadir di rumahnya bahkan seenaknya mengusik ketenangan nya.
"Sudah selesai!" Tegur nya pada kedua manusia yang bertingkah tak tahu malu itu, sang pribumi siapa yang di abaikan siapa, bisa-bisanya Mario bertingkah seenaknya sampai memeluk Renzela seolah ia tidak ada di sana, "Kalau ingin melepas rindu, lakukan di luar!" cecar nya tanpa ragu.
"Ma-maaf." Renzela kena imbasnya, bukan hanya menatap Mario, suaminya itu juga menatap dirinya dengan begitu tajam. Padahal baru beberapa menit lalu dia meminta pendapat pada sang suami untuk menjaga sikap tapi dia malah terlena sendiri saking senangnya bisa bertemu dengan Mario. "Maaf!" tutur nya lagi sambil memundurkan tubuhnya mendekati sang suami.
"Kenapa harus minta maaf, kau tidak bersalah Renzela." Tangan Mario refleks meraih tangan Renzela mencegah pergerakan nya, kalau kesal marahlah padanya, "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa perkataan Azka benar kalau kalian sudah menikah?" ucapnya mulai bertanya dengan segala kebingungan yang terjadi, sudah bukan hal yang harus di pertanyakan kalau pernikahan terjadi atas dasar cinta, tapi bagaimana dengan Kakak sepupunya ini, bahkan lelaki ini terkenal dengan sosok yang benci akan sebuah hubungan pernikahan, dan lagi dari cara nya menatap Renzela tidak ada sedikitpun cinta dan sayang yang tergambar jelas di wajah nya.
"Renzela, kenapa bisa kau menikah dengan Bang Darrel?" tanyanya lagi berharap semua ini hanya sandiwara saja. Padahal beberapa minggu lalu wanita ini menangis merengek di hadapannya karena kehidupannya yang begitu rumit, bahkan sempat berkata tidak percaya akan sebuah cinta, dan kini tiba-tiba malah ada kabar kalau sudah ada lelaki yang menikahinya, "Apa yang terjadi dengan Mami dan Papi mu?" tanyanya lagi memastikan, semua ini pasti tidak lain ada hubungannya dengan kedua orang tua gadis ini.
Renzela masih terdiam, sesuai apa kata suaminya Mario benar-benar menghujat nya dengan bertubi-tubi pertanyaan, dia tidak mampu berkata-kata, bingung harus mengucapkan apa, mau berbohong pun percuma, Mario lebih tahu tentang dirinya karena jelas-jelas dirinya sendiri yang selalu mencurahkan keluh kesahnya.
"Kenapa diam, Bang, Abang tidak mau menjelaskan semuanya?" Kini Mario langsung menatap Darrel dengan penuh tanya, dia yang lebih tahu tentang kehidupan Renzela kenapa sekarang wanita itu malah ada dan hadir di kehidupan Kakak sepupunya itu.
Darrel sendiri enggan menjawab, terlebih sikap adik sepupunya itu terlalu berlebihan, penasaran wajar, tapi tidak harus sampai mendatangi Renzela tanpa permisi seolah wanita itu ada dalam hak asuhnya. Bahkan saat melihat kedekatan itu dia bisa tahu kalau kedua manusia ini memang sudah begitu dekat satu sama lain, membuat kepalanya semakin pusing bagaimana harus membereskan nya.
"Ini," Darrel memilih berbicara dengan Renzela, mengulurkan ponsel sang istri ke hadapannya, "Hubungi Kakak sepupu mu!" titahnya sambil memberikan ponsel wanita itu, terserah akan seperti apa tingkah dua bocah di depannya ini, dia enggan ikut campur urusan mereka, "Cepat!" titahnya lagi. Terserah Mario mau bersikap seperti apa, lelaki ini biar jadi urusan Renzela dan Kenzo dia enggan mengurusinya. Sejak awal tugasnya hanya menjadi wali Renzela, apapun yang akan terjadi, dia tidak ingin ikut campur urusan pribadinya.
"I-iya." Sentakan Darrel sampai membuat Renzela refleks mengambil ponselnya, setelahnya langsung melakukan apa yang suaminya itu perintahkan. "Ayolah Kak Kenzo, angkat." hatinya sampai membatin, kalau Kakak sepupunya itu tidak mengangkat panggilan nya dia pasti akan kembali terkena amukan. "Ini, Om." akhirnya bisa sedikit bernafas lega, setelah panggilan itu di angkat dia langsung memberikan nya.
Darrel langsung mengambil ponsel itu, kembali melangkah turun menuruni anak tangga, geram rasanya, padahal dia sudah ingin beristirahat tapi malah ada virus tak di undang di rumahnya, "Ini aku!" ucapnya pada Kenzo saat lelaki itu memanggil nama istrinya. "Mario sepupu ku, dan sepertinya dia berhubungan dekat dengan Renzela." ucapnya lagi seolah berkata, urus lah Mario karena jelas pernikahan ini pasti mengagetkan nya.
Kenzo di sebrang sana sampai kaget, "Kalian sepupu an?" Hampir tak percaya, kenapa bisa kebetulan seperti ini melanda Renzela, "Apa mereka sudah bertemu?"
"Iya, saking dekatnya mereka, Mario langsung menghampiri Renzela setelah tahu aku menikahi nya." Darrel masih melangkah turun, bahkan langkah kakinya terdengar begitu nyaring seolah bicara pada kedua insan di belakangnya untuk turun mengikutinya. "Kenapa masih di sana, kau penasaran dengan apa yang terjadi kan?" ucapnya tiba-tiba, sambil menoleh menatap Mario dengan geram.
Mario langsung melangkah turun, membuat jarak agar Renzela berada persis di belakangnya saat mood Kakak sepupunya itu terlihat tidak baik, "Entah apa yang terjadi, tapi kenapa bisa kau mau menikah dengan siang gila itu Renzela." Dia sampai kasihan sendiri, sosok ceria yang selalu dia lihat dalam guratan wajah Renzela sampai menghilang karena perlakuan lelaki dingin di hadapannya ini.
"Ini." Darrel kini memberikan ponsel itu pada Mario, memberi kesempatan untuk Kenzo menjelaskan apa yang terjadi pada Renzela. Dia sendiri langsung menuju sofa untuk mengistirahatkan tubuh nya, "Kau akan terus berdiri?" tatapannya kini langsung beralih pada Renzela, seolah bertanya padahal itu sebuah perintah agar gadis itu juga duduk mengistirahatkan tubuh nya, "Duduk lah sebelum kau pingsan dan aku lagi yang akan kena masalah!" titahnya lagi.
Mario yang kesal, sekarang dia semakin yakin kalau pernikahan ini memang hanya sebuah paksaan, "Bang, bisakah kau sedikit bersikap lebih lembut!"
Darrel engga bicara, sekarang dia sudah muak jika harus bersandiwara, inilah dirinya yang apa adanya, dia memilih melepas jas nya dan memberikan itu pada pelayan yang sudah mengerti akan apa yang di butuhkan nya, "Bawakan air minum!"
Renzela perlahan duduk, menjaga jarak yang cukup renggang dari sang suami karena kegugupan yang terjadi, salah dirinya sendiri yang terus membuat kesalahan sampai kini sandiwara mereka tidak bisa lagi di perankan di hadapan Mario.
"Ken apa ini?" Mario sendiri langsung bicara, masih dengan memperhatikan Renzela dari jarak yang sedikit jauh, memastikan gadis itu baik-baik saja. Detik selanjutnya hatinya sampai terhenyak mendengar penjelasan sahabat nya itu. "Serumit itukah masalah Renzela sampai mengorbankan dirinya sendiri demi keluarga nya." Batinnya ikut sedih, dan kembali fokus mendengar penjelasan Kenzo, "Kalau Renzela benar-benar membutuhkan wali pengganti, kenapa kau tidak menghubungi ku Ken. Gue pasti mau membantu. Setidaknya Renzela tidak harus menjalani kehidupannya dengan orang asing."
"Itu juga yang gue harapkan, tapi sayangnya lo gak masuk kriteria, bodoh. Hanya Darrel yang bisa membantu Renzela, dan gue bisa percaya padanya." Kenzo ikut kesal, Renzela yang menjalani nya saja baik-baik saja kenapa sekarang malah Mario yang lebay, "Sudahlah, intinya mereka sudah menikah. Dan tolong rahasiakan semua ini dari anggota keluarga Darrel karena ini juga demi kebaikan Renzela." ucapnya lagi meminta kerja samanya. Dia bisa memaklumi perhatian Mario pada Renzela, karena dari awal dia yang mendekatkan mereka berdua.
Panggilan selesai, Mario langsung menghampiri Kakak sepupunya dan Renzela, mengembalikan ponsel itu dan langsung menatap Kakak sepupunya dengan begitu serius.
"Bang ayo kita bicara berdua!" Pintanya dengan begitu serius, ada hal yang harus dia sampaikan tapi tidak di hadapan Renzela.
Darrel sampai mengendus, apalagi sekarang, punggung yang sudah nyaman bersandar di sofa kini harus terangkat kembali, "Ada apa?" Mau bagaimana lagi, dia terpaksa mengikuti kemauannya agar Mario cepat pergi dari rumahnya.
Kedua lelaki itu pergi, Renzela kini tinggal seorang diri, langsung menyandarkan punggungnya melepas segala ketegangan yang telah terjadi, sungguh rasanya dia juga tidak ingin memiliki hubungan serumit ini, "Akh, lelah sekali." tanpa sadar dia sampai menguap, langsung mengangkat kakinya selonjoran di sofa, tidak apa-apa kan kalau dia sebentar saja memejamkan matanya sampai kedua lelaki itu kembali.
...***...
"Jangan bersikap kasar pada Renzela, walau mungkin Abang terpaksa menikahinya, perlakuan lah dia dengan baik."
Kuping Darrel sampai gatal, tidak di nasehati pun dia lebih tahu dari pada Mario, jadi jangan sok menasehatinya, "Sudah selesai? Kalau sudah cepat kembali! Aku mau istirahat." timapl nya dengan begitu datar. Dia bahkan tidak merespon ucapan Mario sama sekali.
"Bang, bisakah dengarkan aku, aku begini karena mengkhawatirkan Renzela. Kau terlalu keras memperlakukan nya," Bukan tanpa alasan Mario sampai demikian, dari yang dia lihat, di kali pertamanya nya saja Renzela menginjakan kaki di sini Kakak sepupunya itu sudah memperlakukan nya dengan begitu keras, lalu bagaimana mana nanti kedepannya, bisakah Renzela melawati hari-hari yang tenang.
"Lantas haruskah aku menuruti semua saran mu?" Darrel malah menyeringai, tidak di sangka Mario benar-benar sebegitu perhatiannya pada Renzela, "Aku lebih tahu dengan apa yang harus aku lakukan, dan aku lebih berhak melakukan apa yang harus aku lakukan demi kebaikan istriku sendiri, apa itu salah?"
"Itu bukan kebaikan, itu tekanan, Bang." Mario tanpa sadar meninggikan suaranya, geram sendiri. Darrel yang dia kenal memang sosok yang keras kepala yang tak pernah mendengar nasehat orang lain.
Darrel sampai salut dengan perhatian Mario tapi di sisi lain itu membuatnya jengah, kalau saja Mario tidak terikat hubungan keluarga dengan nya, dia benar-benar akan membiarkan lelaki itu mendekati Renzela sesukanya, "Terserah seperti apa pendapat mu, yang jelas aku lebih berhak atas Renzela, sedekat apapun kau dengan nya jangan melawati batasan mu karena itu untuk kebaikan Renzela sendiri!" pintanya dengan tegas.
Mario sampai terdiam, ingin kembali bicara pun percuma Bang Darrel langsung melengos pergi dari hadapnya, dia sendiri memilih kembali menghampiri Renzela saat Kak sepupunya itu terlihat pergi menuju arah dapur.
"Ren. Renzela!" Mario langsung terdiam saat sadar wanita yang dia panggil tengah terlelap di atas sofa. "Selelah itukah sampai tertidur di sana." Dia lekas mendekat, langsung berjongkok di depan gadis itu sambil menatapnya dengan tatapan iba, "Kau gadis kuat, kau pasti bisa melalui semuanya dengan mudah Renzela. Aku juga pasti akan selalu di sampingmu untuk menamai mu." tangannya langsung bergerak menyibakkan rambut Renzela, melihat jelas raut wajah gadis itu yang masih terlihat begitu cantik meskipun sedang terlelap dalam tidurnya.
"Pak Martin!" Saat melihat sosok itu, Mario langsung memanggilnya untuk meminta bantuannya, "Di mana kamar Renzela, biar aku yang memindahkannya?"
"Tapi Den!"
"Cepat, kasihan kan kalau Renzela terus tertidur di sini." Mario masih kukuh, saat tangan ingin bergerak menyentuh tubuh Renzela untuk mengangkatnya, tiba-tiba tubuhnya langsung tertarik ke belakang.
"Pulang lah, ini sudah malam!" Tanpa rasa bersalah Darrel langsung menyingkirkan lelaki itu sampai terpental kebelakang, bahkan langsung mengusirnya. "Jangan terlalu mengkhawatirkan Renzela, aku bisa mengurus nya." ucapnya lagi. Dia bahkan tidak ada niatan untuk melirik wajah adik sepupunya itu, dia memilih langsung mengangkat tubuh mungil Renzela dan memboyongnya menuju ke kamarnya.
"Aisst....." Ingin kesal tapi tidak bisa, Bang Darrel memang lebih berhak dari pada nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Yurniati
lanjut thorr
2023-02-05
0
Erna Fadhilah
semoga renzela bisa kuat menghadapi semua ini, dan mario kamu ttp lah jaga dan bantulah renzela jika dia sedang kesusahan atau butuh bantuan
2023-02-05
0
pisces
jgn kasar dong rel kasihan tuh ank gak ada bahagia2nya, meskipun gak cinta buat dia nyaman berada disitu
2023-02-05
0