Drrttttt..... Drrttttt......
Ponsel Renzela terus bergetar memecah kekhusyukan nya saat makan malam bersama keluarga barunya, membuatnya sampai bolak-balik menatap Darrel dan ponselnya, seolah meminta izin untuk mengangkat panggilan itu, tapi nihil, sudah beberapa kali panggilan dari Mario masuk, suaminya itu tidak mempedulikannya sama sekali, untung saja ponselnya dalam mode senyap jadi tidak menggangu yang lain.
"Om." Bisiknya sambil menyenggol lengan sang suami, Mario terus memanggilnya dia tidak mungkin mengabaikannya.
"Fokus dan makanlah." Darrel hanya menjawab singkat, pasalnya bukan tanpa alasan dia menyuruh Renzela mengabaikan panggilan itu, dia hanya sedang berpikir keras bagaimana membereskan Mario dan menyembunyikan kebohongan pernikahan ini, bahkan dia sempat kesal pada Renzela, tidak kah gadis ini berpikir kalau Mario pasti akan langsung mengintrogasi nya perihal pernikahan yang mendadak ini. "Tidaklah dia berpikir aku yang lebih di repot kan dalam keadaan seperti ini."
Lagi-lagi hanya bisa membatin, Darrel sampai menelan paksa makanan nya, kalau saja dia tidak kelelahan dia enggan sekali mengisi perutnya itu, "Assist," pergerakan Renzela yang terus saja memeriksa ponselnya bahkan terus menggenggamnya membuatnya risih, terlebih panggilan dari Mario, sedekat itu kah hubungan mereka sampai Mario tidak ada niatan mengakhiri panggilannya. "Kalau Azka sudah menceritakan nya, sudah jelas Mario pasti penasaran dengan apa yang terjadi." batinnya lagi.
"Kenapa Nak Renzela, apa masakan ibu tidak sesuai dengan selera mu?" Iriana langsung bertanya saat melihat menantunya itu terus menghentikan suapannya dan menengok terus kebawah. Dia tahu, pasti tidak akan sama selera lidah orang Indonesia dan orang London, tapi dia sudah berusaha untuk menyajikan yang terbaik.
"Tidak Bu. Ini sangat enak." Renzela sampai kembali duduk dengan tegak, bahkan langsung menyimpan ponsel itu di pangkuannya, lekas menyantap kembali makanannya, menunjukkan kalau dia benar-benar menikmati hidangan itu, walau sebenarnya semua makanan itu benar-benar tidak sesuai dengan selera nya yang terbiasa memakan masakan Maminya dan tentunya hidangan itu bukan makanan yang kayak akan rempah seperti masakan khas Indonesia.
Gluk.... Darrel langsung meneguk air minumnya dengan cepat, lekas mengambil ponsel Renzela karena sampai sekarang panggilan itu belum berhenti juga. "Sini!" pintanya tanpa permisi langsung mengambil ponsel itu dari pangkuan sang istri.
"Om!" Renzela sampai kaget, lebih kaget lagi karena suaminya itu langsung mengangkat panggilannya, "Biar aku saja!"
"Habiskan saja makanan mu. Setelah itu kita langsung pulang." Darrel enggan menanggapi itu, dia lebih tertarik bicara dengan Mario karena sedari tadi lelaki itu terus mengusik ketenangan nya. "Renzela sedang makan, jangan mengganggu nya!" titah nya dengan begitu dingin, tidak ada sapaan tidak ada basa-basi dia kembali mengakhiri panggilan itu tanpa memberi kesempatan untuk Mario bicara.
Renzela sampai hampir tersedak, kenapa sampai menggunakan nada menakutkan seperti itu, "Om," protesnya kesal. Dia yang akan tidak enak pada Mario kalau suaminya itu bertingkah demikian seolah sedang memarahinya. "Dia teman dekat ku." bisiknya lagi seolah berkata jangan menyinggungnya dengan ucapan dinginnya itu.
"Sudah kenyang?" Bukannya menanggapi rengekan Renzela, Darrel malah fokus dengan pikirannya sendiri, lekas mengambilkan air minum agar Renzela segera mengakhiri makan malam nya. "Ayo kita pulang!" ajaknya setelah istrinya itu meneguk air minumnya.
Semua anggota keluarga sampai langsung menatap pasutri itu, "Kenapa buru-buru, kalian kan bisa menginap di sini." Iriana yang bicara mewakili semuanya. Sesuai rencananya dia ingin putra dan menantunya menginap di rumah ini, setidaknya satu malam saja.
"Iya Kak, kasihan kan Renzela. Biarkan dia istirahat dulu di sini." Mariana pun ikut menimpali, dia tidak ingin kerja keras nya menyiapkan kamar untuk mereka sia-sia begitu saja.
"Tidak, biar kita istirahat di rumah saja." Darrel menolak dengan cepat, semakin lama mereka terus di sana semakin tidak leluasa dia harus membereskan masalahnya. "Kita pulang, lain kali kita ke sini lagi." tuturnya lagi sambil meraih tangan Renzela, menuntun gadis itu untuk terus mengikutinya.
"Om kok langsung pulang, kita masih mau main sama Barbie nya Om." Syakira ikut bicara, dia yang sedang bermain bersama pelayan rumah, sampai langsung menghampiri sang Om mencegah kepergian nya. "Iya Om ya!" pintanya lagi dengan mimik memohon, bahkan mata buat nya sampai berbinar dengan penuh harap.
Bukan Darrel namanya kalau luluh begitu saja, dia hanya mengelus kepala bocah itu tanpa ada niatan mengabulkan permintaan nya, "Besok lagi, Om harus pulang dulu. Barbie nya harus istirahat, dan kalian juga harus istirahat." tuturnya menjelaskan.
Renzela yang awalnya masih kesal dengan sikap Darrel yang sesukanya sampai tersenyum kecil melihat percakapan nya dengan Syakira dan Syakira, setidaknya terhadap anak kecil suaminya itu tidak memasang wajah menakutkan, "Tapi kenapa terus memanggil ku Barbie, tidak bisakah dia memperkenalkan ku dengan baik pada mereka." batinnya protes. Dia serasa benar-benar menjadi boneka Barbie lelaki itu seperti yang kedua keponakannya bayangkan.
...*...
Sementara itu di tempat lain, Mario sampai mengusap kasar wajahnya, suara yang begitu nyaring di balik panggilannya pada Renzela benar-benar meyakinkan nya kalau perkataan Azka benar adanya, "Aisst, apa sebenarnya yang terjadi?" Pikirannya langsung di penuhi pertanyaan, terlebih setelah kesekian kalinya dia menghubungi Renzela kenapa malah Kakak sepupunya yang mengangkat nya, bahkan begitu singkat sampai dia tidak di beri kesempatan untuk bicara.
"Si Kenzo sialan, dia juga tidak mengangkat panggilan ku." Omelnya lagi, kalau sudah begini bagaimana sekarang, dia tidak mungkin duduk diam dengan rasa penasaran yang semakin tinggi. "Hei, dimana Renzela sekarang?" tanyanya setelah dia menghubungi Azka dan panggilannya di angkat lelaki itu, "Sedang apa dia?" tanyanya lagi.
"Dia sudah pulang," Azka di seberang sana langsung menjawab, bahkan langsung tahu pasti Mario lah yang tadi terus mengusik Bang Darrel sampai mood Kakak nya terlihat tidak baik saat meninggalkan rumah. "Percaya kan sekarang?" tanyanya dengan senyuman. Bahkan nada suara Mario saja sudah menunjukkan keterkejutan yang begitu besar. "Ku kira kalian memang begitu dekat, tapi sepertinya Renzela tidak bercerita banyak tentang hubungannya dengan Bang Darrel." timpalnya lagi seolah meledak. Dulu saja bilang tidak tertarik pada Renzela, giliran sudah di nikahi orang langsung kutar ketir tidak karuan.
"Aisst, diam kau. Kau tidak tahu apa-apa." Mario langsung mengakhiri panggilannya, tidak mau membuang waktu dia langsung mengambil kunci mobil lekas keluar rumah untuk menuju rumah Kakak sepupunya, dia benar-benar butuh penjelasan akan semua ini, "Renzela tidak mungkin menikah begitu saja tanpa alasan."
...***...
Pintu utama rumah Darrel terbuka sempurna, beberapa pelayan wanita sudah berjejer menyambut kedatangan Tuan dan Nona nya dengan penuh hormat dan senyuman hangat,
"Selamat datang, Tuan, Nona."
Renzela yang malu, langsung mengangguk pelan menyapa semua pelayan rumah ini dengan senyuman, hampir tak percaya, ini sebuah rumah pengusaha fashion atau kediaman Duke jaman kerajaan, bukan hanya luas dan megah, begitu banyak pelayan yang ada di sana bahkan semuanya terlihat ramah-ramah.
"Martin, tunjukkan kamar nya." Darrel sudah terlalu lelah, dia ingin bergegas membersihkan tubuhnya dan lekas beristirahat. Biar urusan Renzela kepala pelayan rumah yang mengurusnya.
"Baik, Tuan."
Renzela sendiri masih celingukan melihat sekeliling, masih takjub dengan keadaan rumah ini, benar-benar luas bahkan lebih luas dari rumah Ayah mertuanya, "Siapa saja yang tinggal di sini?" tanyanya pada Martin. Kalau rumah sebesar ini tidak menutup kemungkinan ada lagi anggota keluarga yang lainnya kan.
"Tidak ada siapapun, Non. Hanya Tuan Darrel." Martin langsung menjelaskan, bahkan langsung menuntun Nona muda nya itu untuk melangkah menuju kamarnya sendiri.
Renzela mulai melangkah, sama-sama menaiki tangga dimana suaminya juga sudah lebih dulu berjalan di sana, "Om, tunggu." Dia tiba-tiba mengingat sesuatu dan langsung berjalan cepat menghampiri suaminya itu.
"Apa lagi?"
"Ponsel ku, Om belum mengembalikan nya." Renzela sampai mengulurkan tangannya meminta barangnya kembali, itu privasi nya kenapa Om Darrel dari tadi belum juga mengembalikan.
"Tidak sebelum kau sadar apa yang akan terjadi." Darrel malah kembali menghadap ke depan, dia harus mendinginkan dulu kepalanya sebelum menasehati gadis ini, "Istirahat lah, besok kita bicara lagi!" titahnya sambil berlaju pergi.
"Bukannya yang harus sadar itu Om. Om telah mengusik privasi ku," Renzela malah protes dengan wajah cemberut, terserah, ini kesempatan dia protes saat lelaki itu sedang tidak menatapnya. Salah siapa kenapa perkataan Om Darrel seolah dia yang salah, padahal suaminya itu yang bertingkah sesukanya. "Om bahkan mengangkat panggilan dari Mario seolah sedang memarahinya, dia teman ku, Om tidak boleh menyinggung nya." gerutunya lagi.
Darrel sampai menghela nafas dan kembali berbalik menatap Renzela, "Mario adik sepupu ku, Renzela." ucapnya dengan begitu jelas. Dia bahkan tidak berkata-kata lagi seolah menyuruh gadis itu berpikir apa yang akan terjadi pada mereka dengan hubungan rumit ini.
"Apa, adik sepupu Om?" Renzela hampir tak percaya, kenapa dunia terasa sempit begini. Padahal tadinya dia ingin sekali meluapkan segala benaknya pada lelaki itu, dia ingin bercerita tentang apa yang terjadi pada nya, tapi kalau ternyata Kak Mario adalah adik sepupu suaminya, itu akan berbeda lagi ceritanya. "Apa mungkin Azka tahu tentang aku dari Kak Mario?"
"Bisa jadi. Dan kemungkinan besar kalau kau sampai salah bicara sandiwara kita akan sia-sia. Aku tidak bisa jamin bisa membantu sampai akhir kalau kau ceroboh, Renzela." Darrel sampai merendahkan suaranya, dia benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa lagi, karena jelas dengan siapapun Renzela berhubungan itu urusannya sendiri, namun sayangnya sekarang berbeda, mereka terikat oleh sebuah hubungan dalam adanya sandiwara di dalamnya.
"Lalu, aku harus bagaimana Om?" Renzela sampai langsung tertunduk. Haruskah dia juga berpura-pura kalau sebenarnya dia sudah mengenal suaminya ini jauh sebelum dia mengenal Kak Mario. Tapi rasanya tidak bisa, sosok Mario sudah menjadi tempat keluh kesahnya jika dia berada dalam masalah.
"Jika belum bisa mengelak setiap pertanyaan yang pasti akan Mario lontarkan, jangan dulu menghubungi nya, ataupun menerima panggilan nya." Darrel langsung menjelaskan, dan itulah kenapa dia sampai harus menyita ponsel Renzela, karena itu juga demi kebaikannya. "Jangan jadi beban, sekarang istirahat. Besok kita bicarakan lagi."
Darrel kembali berbalik, lekas melangkah menuju kamarnya, tapi baru juga beberapa langkah ke depan, salah seorang pelayan datang dengan cepat menghampiri nya,
"Maaf Tuan, ada Den Mario di depan."
Baru juga kaget akan kabar itu, Darrel lebih kaget lagi, sosok yang baru mereka bicarakan kini benar-benar sudah ada di dalam rumah persis di bawah tangga.
"Renzela?" Suara Mario sampai terdengar paruh, antara percaya dan tidak, gadis yang biasanya dia lihat di layar ponselnya kini benar-benar ada di depan matanya.
"Kak Mario!" Hati Renzela sampai terhenyak, walau mungkin ini pertemuan pertama mereka, rasanya sosok lelaki itu benar-benar tidak asing untuknya.
"Kau baik-baik saja?" Mario langsung berjalan cepat menghampiri gadis itu, bahkan tanpa sadar langsung memeluknya melepaskan segala kegelisahan dalam hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Yurniati
lanjut thorr
2023-02-03
0
Yurniati
tetap semangat
2023-02-03
0
eka agustyan
gpp maroi deketin aja renzela biar om darel cemburu
2023-02-03
0