"Yuke!" panggilan dingin sang Tuan menyentak kesadaran semua pelayan.
Matilah aku. Apa salahku, ya?~ batin gadis bertumbuh gempal, ingin rasanya berlari, tetapi jangan untuk lari. Sekedar menggerakkan satu mili engsel tubuhnya saja, ia tak sanggup lagi.
Yuke tahu. Jika saat ini, semua orang tengah menahan nafas. Tentu, mereka ingin menjaga diri mereka sendiri. Seakan takut, akan ada mayat hidup berpatroli. Setengah kesadaran yang tersiksa, membuat gadis gempal itu bergerak seperti robot rusak.
Lelet. Itulah penilaian sang tuan. Keterlambatan sang pelayan menghabiskan waktunya yang berharga. Tanpa permisi, pria itu menjentikkan jemarinya. Tiba-tiba hembusan angin berhenti, semua orang mendadak diam membeku.
Tidak peduli dengan kekuatan yang ia miliki disebut anugrah atau kutukan. Baginya, semua hanyalah sarana untuk mendapatkan seluruh tujuan hidupnya. Tanpa berpikir dua kali, ia meraih pisau buah yang tergeletak di atas ranjang. Lalu berjalan menghampiri Yuke sang pelayan.
Tuan Muda berhenti, lalu memperhatikan tubuh pelayannya itu. Tidak cantik, tetapi justru seperti bola karena saking gempalnya. Pisau yang ia genggam, dialihkan berubah menjadi Yuke yang menggenggamnya. Tak lupa, ia juga memposisikan pisau itu tepat mengarah ke tangan lain sang pelayan.
Langkahnya memutari tubuh si pelayan hingga berdiri di belakang semua pelayan yang berbaris menunduk. Sekali lagi, menjentikkan jemarinya. Waktu yang terhenti kembali berputar. Tak berselang lama terdengar suara jeritan dari Yuke.
Pelayan yang malang. Akibat keteledorannya, gadis itu melukai tangannya sendiri secara reflek. Namun, semua dikejutkan dengan kepergian Tuan Muda mereka. Sebenarnya banyak pertanyaan yang terus mengusik ketenangan mereka.
Bagaimana tidak? Setiap kali, Tuan Muda memanggil nama salah satu pelayan. Maka sesuatu yang ganjil selalu terjadi. Tempo hari, tiba-tiba pak kebun berteriak minta tolong. Pria yang baru bekerja selama satu bulan itu, mengalami luka potong tangan kirinya.
Bagaimana semua itu terjadi? Tidak ada yang bisa mencerna karena semua seperti separuh kejadian. Walau begitu, tidak mungkin menuduh Tuan Muda karena sang majikan bahkan tidak berada di tempat kejadian. Sama seperti hari ini, di saat Yuke menggores tangannya sendiri.
Semua peristiwa, tak ubahnya peristiwa yang terus berulang dari waktu ke waktu. Ini biasa di sebut dengan Dejavu. Maka, perasaan yang sama akan selalu hadir tanpa diminta.
Mereka semua tinggal di dalam rumah seorang pria yang memiliki kekuatan tersembunyi. Di dunia modern, hal seperti itu mustahil, tetapi sungguh itu masih ada. Meski tidak semua orang tahu, kecuali mereka yang terlahir sebagai sang pemburu kekuatan.
Beralih pada sang Tuan Muda. Pria yang tengah duduk di kursi kebesarannya itu, duduk sambil menatap bingkai foto persegi panjang. Namun, tidak ada satu fotopun yang menghuni bingkai tersebut. Tatapan mata kosong, seluruh pikirannya berkelana mencoba menyatukan serpihan memori.
Tarik nafas, buang. Tarik nafas, buang. Berulang-ulang dilakukan, namun tak mengubah kegelisahan yang menggerogoti hati dan pikirannya. Bayangan topeng ditengah kegelapan bersama kilauan pedang masih menjadi satu-satunya bukti mencapai tujuan hidupnya.
Rasa sakit yang mendera, bintang-bintang yang berputar. Semakin menyiksa, "Arrrggghhh,"
Suara erangan itu menggema, bahkan memantul. Sekelebat bayangan terus menghantuinya, tangan panjang mencoba untuk menggapainya. Sekuat tenaga menahan nafas bersembunyi dari balik kegelapan. Tiba-tiba ruangan besar itu mengecil, semakin lama terasa semakin menyesakkan.
Keringat bercucuran dengan kedua tangan mengepal. Otot-otot yang menyembul, serta wajahnya yang pucat pasi. Ini bukan mimpi. Semua bayangan hitam yang siap merenggut nyawanya terus mencoba melacak keberadaannya.
Tuan Muda memejamkan mata, memulai hitungan yang akan menjadi ketenangannya. Hitungan dimulai. Perlahan badai yang mencengkram jiwa melebur menghilang bersama hembusan angin. Ia tak bisa menggunakan kekuatannya.
Setiap kali, para bayangan mencoba mendekat. Rasa sesak yang mencengkram akan menjadi ayunan kematian baginya. Setiap kali, maut bersiap menyentuh jiwanya. Suara lembut yang tersimpan di dalam memory akan terdengar bagaikan lagu nina bobo. Nasehat yang selalu ia dengarkan sebelum tidur.
"Putraku, sayang. Sebanyak apapun bayangan mencoba merebut inti jiwamu. Cinta kami akan selalu melindungimu. Seperti malam tak berbintang, jangan pernah membiarkan rasa takut menguasai hati mu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments