Pria itu menertawakan Hazel dengan suara kerasnya. Hazel hanya melihat dengan menahan amarahnya.
"Jangan menyuruhku untuk berbuat hal lebih seperti itu, Bill! Kamu jaga bicara kamu."
"Jangan sok denganku." Tangan Pria itu malah mencengkeram dagu Haz dengan kasar. Hazel sekarang merasa ketakutan.
"Lepaskan!" Hazel mencoba melepaskan tangan pria yang dia panggil Bill.
"Memangnya kenapa kalau aku menyuruh kamu membuka baju? Kamu sudah tidak punya pilihan dalam hidup ini, dan hanya kami keluarga yang kamu punya. Atau kamu ingin kami yang membuka segel kamu lebih dulu." Pria itu dengan lancangnya mendekat dan hampir melecehkan Hazel.
"Berapa uang yang kamu inginkan?" Tiba-tiba suara seseorang terdengar tidak jauh dari sana. Mereka berdua menoleh ke arah suara itu.
"Kamu siapa?" tanya pria yang akan berbuat jahat pada Hazel.
"Kamu butuh uang berapa?" Pria itu melempar beberapa lembar uang pada orang yang berdiri di depan Hazel.
"Tuan?" Hazel baru dapat mengenali wajah pria yang tadi berbicara di dalam kegelapan saat pria itu sudah berjalan mendekat ke arahnya.
"Uangnya banyak sekali." Dan memunguti uang yang tercecer di tanah.
"Sekarang pergi dari sini! Atau aku laporkan tindakan kriminal kamu, aku bisa membuat kamu mendekam di penjara."
Seketika pria itu tersenyum senang dan berlari pergi dari sana. Hazel memandang takut pada Rhein karena perbuatan Rhein waktu di dalam club tadi. "Tuan, saya berterima kasih, tapi maaf, saya belum bisa mengembalikan uang Tuan itu. Saya hanya bisa mengembalikan uang Tuan nanti saat menerima gaji pertama di sini."
"Anggap saja itu uang tips untuk kamu, aku lupa tadi tidak memberikan uang tips karena ciuman buruk kamu." Rhein berjalan pergi dari sana.
Rhein masuk ke dalam mobilnya, dan dia melihat Hazel masih berdiri di tempatnya dari kaca spion mobilnya. Rhein memundurkan mobilnya dan menyuruh Hazel masuk karena dia akan mengantar Hazel ke rumahnya.
Hazel yang awalnya ragu-ragu akhirnya mau naik ke dalam mobil Rhein. Hazel mengatakan dia tinggal di sebuah daerah yang agak jauh dari tempat dia bekerja. Dia tinggal bersama dengan temannya"
"Memangnya kamu tidak punya orang tua?" Hazel menggeleng. "Kamu jangan memanggilku Tuan terus, aku tidak suka mendengarnya, dan jangan terlalu formal berbicara denganku." Rhein menjalankan mobilnya. Hazel hanya bisa mengangguk pelan.
Di sepanjang perjalanan, Hazel hanya terdiam. Sebenarnya dia merasakan perutnya yang lapar. Dia tadi belum makan malam dan ini hampir pagi.
Mobil berhenti di suatu tempat makan yang tidak terlalu besar. Hazel yang melihatnya tampak bingung. "Tuan, kenapa kita berhenti di sini?" tanya Hazel sambil melihat di luar jendela.
"Kita makan dulu, jangan bilang kamu tidak lapar. Suara perut kamu saja lebih keras dari suara mesin mobilku."
Rhein turun dan Hazel yang masih duduk di bangkunya hanya diam saja. "Cepat turun!" bentak Rhein menunduk melihat pada jendela. Hazel terpaksa turun dan mengikuti Rhein, mereka. masuk ke dalam rumah makan yang tidak terlalu besar.
Seorang pelayan mencarikan mereka tempat duduk untuk dua orang, dan dekat dengan jendela kaca besar yang memperlihatkan suasana di luar.
"Tuan, apa Tuan nanti tidak di cari oleh keluarga Tuan di rumah?"
Rhein tertawa kecil. "Siapa yang mencariku? Istriku maksud kamu?" Hazel hanya mengangguk. "Aku tidak jadi menikahi gadis yang aku sukai. Oleh karena itu aku memilih tinggal di sini."
"Oh begitu? Kenapa tidak jadi menikahi?"
"Dia ternyata mencintai kakakku, aku tidak suka bersaing dengan kakakku sendiri."
"Jadi kalian mencintai satu orang yang sama? Sulit juga kalau begitu. Jalan satu-satunya membiarkan gadis itu memilih siapa yang dia cintai karena hal itu lebih baik."
Rhein melihat dengan salah satu alis terangkatnya. "Jangan bicara sok pintar. Cepat pesan makanan kamu!" Seru Rhein ketus
Hazel langsung terdiam dan dia kembali fokus ke buku menu.
Hazel hanya memesan satu menu makanannya dan minuman, tapi Rhein malah memesankan beberapa menu makanan.
"Tuan, banyak sekali makanannya?"
"Aku sudah bilang sama kamu, jangan memanggilku dengan sebutan Tuan. Aku bukan majikan kamu di sini. Nanti dikira aku sedang mengajak makan pelayanku"
"Maaf, tapi saya tidak tau nama, Tuan."
Rhein tersenyum seolah menertawai kebodohannya sendiri. "Aku lupa belum memberitahu namaku. Namaku Rhein, dan jangan berbicara formal denganku. Santai saja." Rhein seolah menghela napasnya pelan. Sepertinya ada yang mengganggu hati Rhein.
"Nama Tu--. Maksud aku, nama kamu bagus sekali." Hazel tersenyum kecil dan Rhein melihat senyum gadis polos itu.
"Katakan padaku dengan jujur Hazel. Kamu sepertinya sangat polos dan lugu, tapi kenapa kamu bisa bekerja di tempat Sean?"
"Temanku yang mengenalkan aku karena aku memang membutuhkan pekerjaan, dan bekerja di sana tidak ada salahnya asal aku mendapat pekerjaan karena aku susah sekali mendapatkan pekerjaan setelah lama mencarinya.
"Pantas saja kamu terlihat sangat buruk dan malah bersikap emosi saat aku mencium paksa kamu." Rhein meneguk minumannya.
Wajah Hazel seketika malu saat Rhein mengingatkan akan ciuman itu. Dia mengira Rhein orang-orang yang kurang ajar seperti ayah tirinya, walaupun sebenarnya Hazel sadar di club malam itu memang tempatnya para pria hidung belang mencari kesenangan.
Namun, setelah Rhein menolongnya dan menjelaskan jika dia mengira Hazel wanita pilihan yang memang dicarikan untuk Rhein, Hazel mulai berpikiran lain.
"Makan saja kalau begitu. Setelah itu aku akan mengantar kamu pulang."
Mereka berdua makan bersama, bahkan Rhein memaksa Hazel makan sangat banyak karena melihat tubuh Hazel yang kecil dan kurus seperti orang kekurangan makan.
"Rhein, terima kasih, tapi aku sudah kenyang. Lagipula kenapa membeli makanan sebanyak ini?"
"Ya sudah kalau tidak mau makan. Kenapa juga menyalahkan aku yang memesan banyak makanan? Aku bisa membayarnya semua." Hazel hanya terdiam dan Rhein membayar semua makanan itu.
"Rhein, apa boleh aku bawa pulang saja sisanya? Aku bisa menghangatkannya untuk sarapan besok."
Rhein agak tercengang dengan apa yang di ucapakan gadis di depannya. "Kalau mau aku pesankan yang masih baru untuk kamu bawa pulang."
"Jangan! Ini saja yang belum tersentuh dari tadi. Kenapa malah memesan lagi?"
Rhein terdiam sejenak. "Terserah kamu." Rhein meminta pelayan untuk mengemas makanan yang masih ada dan Hazel membawanya pulang.
Kembali di sepanjang perjalanan mereka berdua hanya berbicara sedikit, di mana Hazel memberitahu alamat tempat tinggalnya saja. Kemudian suasana kembali sepi. Hazel memilih terdiam sampai akhirnya dia malah tertidur.
Tidak lama mobil mewah Rhein berhenti di sebuah flat sederhana yang tidak terlalu besar. Rhein melihat dari dalam mobilnya, flat itu dengan banyak lantai kamar di dalamnya. Tempat itu lebih mirip apartemen, hanya saja lebih sederhana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Bernadeth Meilan
sayg di buang
2023-02-09
0
bunda s'as
mampir kesini penasaran semoga suka .... lanjut
2023-01-28
1