'Srak!'
Saat mata Sean terbuka dan melihat langit-langit putih yang bukanlah kamarnya, dia terperanjat dari tidurnya. Aroma obat menyengat indra penghidu dan selang-selang infus melilit di punggung tangannya.
Keadan itu begitu familiar saat dia dirawat di rumah sakit beberapa bulan lalu saat dia mendapatkan sebuah kecelakaan yang sengaja dilakukan Frans. Bahkan, kali ini pun Sean harus kembali mendapatkan perawatan ke rumah sakit karena ulah Frans lagi.
[Selamat anda telah berhasil menyelesaikan misi]
Saat jendela sistem muncul di hadapannya, Sean kembali teringat atas pukulan Felix yang dapat menyelesaikan misi harian pada sistem.
[Hadiah: … Loading]
[Loading … ]
[Sistem Error]
Jendela sistem yang tiba-tiba muncul sedang mengalami kerusakan, tetapi perhatian Sean teralihkan pada rasa sakit yang seakan ******* tubuhnya.
“Argh!” rintihnya ketika bereaksi dengan rasa sakit itu.
Sean mencengkram kepala dengan jari-jari miliknya, mencoba menggali ingatan traumatis yang didapatkan sebelum kesadarannya hilang.
“Apa yang terjadi!” pekiknya menjadi.
Dalam ingatannya yang kabur, Sean dapat melihat dirinya diperlakukan begitu kejam oleh Frans dan Felix. Pukulan demi pukulan yang sudah diberikan Felix membuatnya bergidik, sontak tubuh Sean bergetar setelah mengingat hal apa yang dilakukan oleh mereka pada jari-jari tangannya.
“Keterlaluan mereka!” Pandangan Sean tertuju pada jari tangannya yang sudah kaku diselimuti gips.
“Apa kau membicarakan soal aku?” sela Frans yang sudah bersandar di sisi dinding sejak tadi.
Melihat Sean sadar, Frans menghampirinya. Dia merendahkan tubuhnya sehingga dapat sejajar dan berbisik penuh tekanan. “Kau tahu, aku tidak suka mendapatkan kesulitan dari sampah sepertimu.”
Tanpa rasa bersalah sedikit pun Frans tega mengatakan hal kejam setelah menyakiti Sean. Dia melontarkan tatapan yang penuh intimidasi pada korbannya.
“Aku teringat pria cacat yang menjadi tukang kebunku. Apakah dia akan mendapatkan pekerjaan lain setelah dipecat dari rumah kediaman Ellinden?” Penuh tekanan Frans mengancam Sean menggunakan ayah Sean. “Kau tahu harus berkata apa, bukan?”
Dengan kepala menunduk, Sean terpaksa mengangguk. Meski itu semua bertolak dengan keinginannya, tetapi pemuda itu tidak dapat melakukan apapun selain menuruti perintah Frans.
Tangan kiri Sean mengepal kuat, begitu juga gemeretak giginya yang menandakan sebuah luapan emosi sedang menggerus kesabaran pada dirinya. Namun, pada akhirnya dia terpaksa mengangguk seperti seorang pecundang.
“Bagus! Orang penurut sepertimu akan mendapatkan hadiah. Aku bisa membujuk ayahku untuk memberikan kenaikan gaji pada ayah cacatmu.” Frans menjauhkan wajahnya dan menepuk pelan bahu Sean.
‘Kriek!’
Pintu di kamar rawat itu terbuka, dia melihat ayahnya masuk bersama seorang dokter yang mengenakan jas putih.
“Sean! Sean!” seru pria itu yang langsung mendatangi Sean dengan menggunakan tongkat jalan.
Andi Herdian adalah pria berumur 40 tahun yang membesarkan Sean dengan tangannya sendiri. Ibu Sean pergi meninggalkan mereka saat Andi mengalami kecelakaan berkendara dan menjadi cacat. Kaki kirinya pincang dan tidak akan bisa sembuh lagi.
Saat itu usia Sean terlalu kecil untuk mengetahui keadaan orang tuanya. Tidak ada yang bisa dilakukan lagi oleh ayahnya selain menjadi tukang kebun keluarga Ellinden.
“Kau sudah sadar? Kau merasa pusing? Bagian mana saja yang terasa sakit?” Dengan penuh khawatir, pria itu datang dan langsung memeluk Sean setelah Frans menyingkir.
Ayah Sean melepaskan pelukannya dan mengangkat wajah anaknya dengan kedua tangan. “Katakan pada ayah apa yang terjadi, Nak?”
Sean memandangi Frans yang berdiri di belakang ayahnya penuh kebencian, tetapi pemuda yang dipandangnya hanya terkekeh tanpa suara.
"A-aku terjatuh di tangga." Ketidakjujuran Sean diucapkan dengan bibir bergetar.
Sebelum percakapan ayah dan anak berlanjut lagi, dokter yang dari tadi menunggu di pintu segera masuk dan memperlihatkan foto rontgen yang dibawanya.
"Ini adalah kondisi tangan kanan Sean, Pak Ardi," ucapnya pada ayah Sean. "Kondisinya cukup parah, penyembuhan untuk jari Sean sudah cukup bagus."
Pernyataan itu membuat semua orang di dalam ruangan cukup lega, terkecuali Frans yang tidak mengubah reaksinya.
"Akan tetapi …." Dokter melanjutkan pernyataannya dengan berat hati.
Sean dan ayahnya berpaling menatap dokter. Tidak ada yang berani berkata, mereka hanya menunggu dokter meneruskan ucapannya yang terhenti.
"Sean …, Sean tidak bisa menggerakan jari-jari tangan kanannya dengan sempurna lagi."
"Apa yang dokter maksudkan … tangan kananku cacat, Dok?" sahut Sean histeris.
Dokter tidak menjawab langsung tapi anggukkannya membenarkan ketakutan dari mereka.
'Srak!'
"Tidak!" pekik keras Sean.
Barang-barang yang ada di dekat Sean dilemparkannya, baik benda-benda yang di atas meja, bantal, selimut, bahkan … dia melepas paksa selang infus di tangannya.
Kepala Sean terasa berat dan hampir meledak. Amarah yang mengalir panas di dalam nadi membuat Sean menggila.
"Tidak! Tidak! Katakan itu tidak benar, Dok!" Teriakannya menggema di dalam ruangan, bahkan teriakan itu sampai terdengar dari luar.
Dokter hanya menggeleng dengan penuh penyesalan. "Maaf, kami sudah berusaha yang terbaik."
***
[Sistem tidak terbaca]
[Error!]
Setelah Sean tersadar dari pingsannya, sistem mengalami kerusakan yang tidak ketahui. Sistem gagal memperlihatkan hadiah penyelesaian misi atau menunjukkan misi-misi baru.
Setiap Sean memberikan perintah untuk mengidentifikasi sistem, layar hanya menunjukkan tulisan 'Error'.
"Apa sistem benar-benar sudah hilang dari dalam diriku?" gumam Sean segera membuang jauh pikiran yang dianggapnya tidak terlalu penting untuk saat ini.
Pikiran Sean kembali jatuh pada vonis dokter atas jari tangan kanannya yang tidak akan bisa digunakan dengan baik, dalam artian sebuah kecacatan.
'Kriek!'
Pintu terbuka, ayah Sean tampak berwajah cemas dibaliknya.
"Sudah tenang, Nak?" Ayah Sean kembali datang di tempat Sean dirawat.
Setelah kekacauan itu, dokter kembali bertugas dan Frans juga kembali pulang. Sementara ayah Sean harus mengurus administrasi rumah sakit.
Tidak ada respon dari diri Sean. pemuda itu duduk dengan menyandarkan kepalanya pada kaca jendela. Tatapannya kosong dan pikirannya melayang pada masa depannya yang dalam semalam menjadi buram.
Impian Sean adalah menjadi pelukis sehingga dia berusaha keras mengasah bakatnya dan berhasil mendapatkan beasiswa di fakultas seni. Namun, takdir berkata lain. Jari cacatnya tidak akan bisa lagi mengangkat kuas dan membuat lukisan lagi.
“Ayah?” panggilnya dengan nada sendu. Sean berbalik menatap tangannya yang masih kaku diselimuti gips dengan penuh penyesalan. “Aku cacat, aku tidak bisa menjadi pelukis lagi.”
Mendengar kesedihan Sean, Pak Ardi mendatanginya, duduk di samping dan menepuk bahu Sean dengan penuh cinta. “Sean, kau tidak perlu memikirkan hal itu, Tuan Ellinden sudah mengurus semuanya. Beliau akan memberikanmu pekerjaan yang sesuai. Bila bertemu dengannya, jangan lupa untuk berterimakasih.”
Meski itu adalah kata-kata penghibur, tetapi bagi Sean yang kembali mendengar nama Ellinden membuat hatinya tergerus amarah. Perlakuan Frans dan temannya tidak akan pernah dilupakan Sean. Namun, di hadapan ayahnya, Sean hanya menunduk untuk menyembunyikan sebuah kebencian.
Ayah Sean yang dapat membaca pikiran anaknya hanya bisa memeluknya. Dia tahu bahwa anak majikannya adalah nama dibalik kesengsaraan Sean. Namun, dalam keadaan ini baik Sean dan ayahnya dalam keadaan dimana dia harus ada di bawah kaki keluarga Ellinden.
***
Di atas rooftop gedung rumah sakit berlantai tiga, Sean berdiri di tepi atap gedung itu. Tanpa rasa takut pemuda itu berdiri di atas pembatas beton yang di bawah kakinya tampak pemandangan dari ketinggian.
"Ayah, maafkan Sean," ucapnya lirih penuh keputusasaan.
Di tengah angin yang berhembus kencang, tekad Sean sudah bulat. Dia akan melompat dari atas lantai itu dan mengakhiri hidupnya yang menyedihkan.
Harapan Sean sudah hilang, jari kanannya tidak bisa digunakan untuk melukis lagi dan dia tidak ingin ayahnya kecewa karena hal itu.
Perasaan haru itu berubah menjadi sebuah amarah saat di kepala Sean terngiang kembali perlakuan Frans dan Felix.
"Aku akan menghantui kalian, akan aku balas sakit hatiku ini," seru Sean sebelum salah satu kakinya bergerak maju dan ….
'Bruk!'
Dentuman keras terdengar dan seluruh orang yang ada di bawah berteriak histeris.
"Seorang jatuh dari atas gedung!" teriak mereka.
Tidak ada lagi yang tersisa dari kehidupan Sean, hanya aspal yang terbanjiri darah dan seberkas cahaya di matanya yang masih terbuka penuh kehampaan.
[Loading … ]
[Sistem Terbaca]
[ … 10%]
[ … 20%]
[ … ]
[ … 100%]
Di tengah ajalnya, sistem kembali bekerja dan layar kembali muncul di depan mata Sean.
[Sistem Upgrade]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Sak. Lim
jdi mles bacanya
2024-03-11
0
SAN™
Ini namanya SYSTEM PENYIKSAAN
2023-03-20
0
Nurmiahana Nana
😬😤😠😡
2023-02-22
0