Marsha sudah resmi resign karena Azmi memang bisa di andalkan dalam segala hal. Bahkan aku yakin, dia malah lebih cocok memimpin di bandingkan dengan ku.
Aku sempat bertemu Bia dan Febri di rumah sakit saat mengimunisasikan Nabil. Meski tak sengaja, nyatanya melihat wajahnya saja aku sudah bahagia. Beberapa hari yang akan datang kami akan mengadakan pertemuan rutin pemegang saham. Ku harap, Bia pun akan datang kesana. Meski... mungkin Febri yang akan mendampinginya.
Aku tahu, aku salah! Tak seharusnya aku masih memikirkan nya. Apa yang kudapat saat ini adalah karma atas perbuatanku sendiri.
Sepertinya Bia memang benar-benar bahagia bersama Febri. Dia sudah sukses menyingkirkan perasaan nya untuk ku. Apa semudah itu?
Aku sendiri tak pernah sedikitpun bisa menyingkirkan perasaan itu pada perempuan yang pertama kali membuatku jatuh cinta sedalam-dalamnya.
"Permisi pak, maaf ini ada berkas yang harus anda tanda tangani!", kata Azmi padaku.
Sontak, suaranya membuyarkan lamunanku. Aku pun meraih berkas itu.
"Apa kamu tadi mengetuk pintu?", tanyaku.
"Iya, pak. Tapi sepertinya bapak sedang sibuk, maaf! Jadi saya langsung masuk."
"Oh...!", hanya itu sahutan dari bibirku. Aku melihat jam tangan ku yang sudah menunjukkan hampir tengah hari.
"Sudah pak. Kalo tidak ada lagi yang harus saya kerjakan, saya mau ijin ke musholla pak. Sudah masuk waktu dhuhur."
"Ya sudah, kita sholat jamaah saja!", kataku sambil berdiri. Azmi pun mempersilahkan aku keluar lebih dulu.
Jika aku dan Marsha seolah tak memiliki batasan, panggil Lo gue meski jam kerja, Azmi benar-benar profesional. Meski aku sudah memintanya bersikap lebih biasa, dia tetap saja menghormati ku seperti bawahan kepada atasan seperti pada umumnya.
Aku dan Azmi berjalan beriringan menuju ke mushola yang berada di lantai yang sama dengan ruangan ku.
Sebenarnya aku ingin Azmi bersikap sebagai 'teman' di luar jam kerja. Tapi sepertinya Azmi membatasi dirinya untuk berinteraksi di lebih dari sekedar atasan dan bawahan.
Empat rakaat sudah kami lakukan, saat ini aku meminta nya untuk menemani ku makan siang.
"Azmi!"
"Ya pak?"
"Makan siang di kantin?"
Dia nampak berpikir sebentar.
"Saya temani bapak, tapi maaf saya bawa bekal."
"Owh...ya udah. Aku pesan via gofut aja deh."
Azmi pun mengangguk. Kami kembali ke ruang masing-masing.
Sudah hampir satu jam, makanan yang ku pesan tak kunjung datang sampai akhirnya ada notifikasi jika makanan yang ku pesan di batalkan.
"Ya Allah, sampe laper gini! Tahu gitu tadi makan di kantin!", keluhku. Akhirnya aku bangun dari kursi ku, tapi ketukan pintu membuat ku menoleh ke arah tersebut.
"Masuk!"
Azmi masuk bersama seorang perempuan yang sudah beberapa hari itu tak ku temui, Amara.
"Siang!", sapa Amara.
"Mara?", sapaku. Azmi pun keluar dari ruangan ku meninggalkan aku dan Amara berdua.
"Apa kabar By? Berapa hari ga ketemu!"
"Baik, kaya yang Lo liat. Tumben ke sini, ada apa?"
Sejak mengantar Amara dari rumah Febri, aku tak pernah bertemu atau saling bertukar pesan.
"Eum, gue bawa makanan. Lo makan ya? Gue ga tahu Lo udah makan apa belom, tapi gue harap Lo tetap mau makan yang gue bawa ini!"
Amara menyodorkan dua kotak makanan. Mungkin salah satu untuknya dan satunya untuk ku.
"Buat gue?", tanyaku. Amara menggangguk cepat.
"Ya...gue emang ga jago masak. Tapi gue sudah terbiasa mengolah makanan apa pun buat bertahan hidup di segala medan."
Aku mengangguk.
"Lo sengaja bawa ini buat gue?", tanyaku sambil menatap matanya. Dia terdiam beberapa saat. Bolehkah aku geer???
"Eum, iya."
"Kenapa?"
Dia gantian menatap ku, lalu setelah nya mengulas senyum.
"Gak apa-apa", jawab Amara singkat. Tapi entah kenapa aku malah merasa kecewa mendengar ia mengatakan jawabannya itu.
"Ayo di makan!", katanya menyodorkan kotak nasi itu di hadapan ku.
Apa ini yang dinamakan rejeki nomplok? Pas laper, pas ada yang kirim makanan!
"Kok malah cuma dilihatin? Makna dong!", kata Amara lagi.
Karena tak ingin membuat Amara kecewa, aku pun membuka kotak makanan itu. Nasi dengan daging cincang, sayur buncis dan NuGet. Aku pun memakan makanan itu.
Enak! Bahkan tak beda jauh rasanya dengan masakan Bia! Eh??? Ya Allah, kenapa aku nak membandingkan masakan Bia dan Amara?
"Enak?", tanyanya. Aku mengangguk saja.
Dia tersenyum manis mendapat anggukan dari ku.
"Kamu jam segini masih beredar? Ngga ke kantor?",tanyaku setelah kami selesai makan.
"Heheh beredar, kaya narkoba aja. Kantor ku pindah si sebelah!", katanya.
Di sebelah itu markas batalyon xxxx, Amara pindah di sana?
"Oh...gitu!"
"Huum, gue pikir...gue ga bakal sering ketemu Febri karena gue di mutasi. Ngga tahunya... Febri juga di tempat kan di tempat yang sama. Termasuk Seto dan Dimas. Entah kenapa mereka bertiga bisa satu divisi terus dari dulu."
Aku tak menyahuti apa pun.
"Oh iya, makasih makanannya. Maaf udah ngerepotin Lo!"
"Ga repot lah By."
Aku mencubit untuk tersenyum.
"Kalo gitu, gue balik ya By!"
"Gue anterin sampe depan!"
"Sampe kantor juga gak apa-apa. Jalan kaki ini!", kata Mara.
"Heum! Gue sibuk!"
Amara terkekeh pelan.
"Udah, ga usah antar sampe depan segala!"
"Tapi ..."
"Serius gak apa-apa. Gue udah diijinin masuk sini, Lo mau makan masakan gue aja gue udah seneng. Ga usah bikin gue baper sama sikap manis Lo By. Gue lebih senang Lo yang cuek seperti awal gue kenal sama Lo!"
"Kenapa?"
"Gak apa-apa."
Lagi-lagi hanya tiga kata itu yang terucap. Kenapa aku harus kecewa???
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 215 Episodes
Comments
andi hastutty
yah sudah ada rasa semua
2024-02-27
0
Qorie Izraini
yg teguh By jd cowok
jangan plin plan dengan perasaan lo sendiri
ingat .Amara ntar lg mo merried
2024-01-26
1
~R@tryChayankNov4n~
moga Amara sama aa' Alby berjodoh ya thor...😁💛
2023-01-12
3