Hari ini aku akan bertemu dengan pengusaha dari perusahaan Xxx. Tapi pertemuan itu akan berlangsung di restoran Xxx. Entah kenapa mereka suka sekali mengadakan pertemuan di resto nya Bram, teman sakti.
Saat akan menyiapkan materi, Marsha masuk ke ruangan ku bersama seorang pria yang seumuran dengan ku mungkin. Tapi wajahnya terlihat lebih kebapakan.
"Permisi pak! Ini mas Azmi yang akan menggantikan saya!", kata Marsha.
Aku mendengus kesal mendengar bahasa Marsha yang formal itu. Tapi Marsha malah terkekeh.
"Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Azmi."
Azmi memperkenalkan diri padaku. Aku tak banyak tanya tentang latar belakang pendidikan nya yang pasti jauh lebih tinggi dariku. Dan soal kehidupan pribadinya, nanti juga ada saatnya untuk tahu.
Setelah acara perkenalan non resmi itu, Marsha mulai mengajari Azmi. Azmi pria yang dewasa tidak hanya dari segi penampilan tapi juga dari caranya menerima contoh yang Marsha ajarkan.
Aku akui, dia mudah sekali mengerti akan tugas yang Marsha berikan sebagai contoh pekerjaan pertamanya.
Hampir aku lupa, hari ini aku ada pertemuan dengan klien di resto Xxx.
"Sha, ikut gue ke resto Xxx!", kataku pada Marsha yang sedang berdiri di meja Azmi.
"Sama mas Azmi aja! Dia bisa kok! Ya kan mas?", tanya Marsha pada Azmi. Azmi pun mengangguk.
Ya, aku harus membiasakan diri untuk tidak tergantung dengan Marsha lagi. Setelah Azmi benar-benar bisa dilepas, Marsha akan resign.
"Ya udah ayo!", ajakku.
Azmi pun ikut berjalan di belakang ku. Sebenarnya aku malas jika harus melakukan pertemuan yang formal. Aku masih tak bayam jika harus berpenampilan rapi dengan jas seperti sekarang ini.
Azmi memencet tombol lift, setelah terbuka ia mempersilahkan aku masuk lebih dulu. Tak lupa, aku kembali memakai masker ku.
"Mas Azmi bisa menyetir?", tanyaku.
"Bisa pak!", sahutnya mantap.
Beberapa menit kemudian, kami sudah sampai di lantai dasar. Satpam menyerahkan kunci mobil padaku.
Setelah di dekat mobil, aku menyerahkan kuncinya pada Azmi. Dia akan membuka pintu belakang untuk ku, tapi aku menolak.
"Di depan saja!", kataku sambil membuka pintu mobil. Dia pun mengitarinya mobil menuju ke balik kemudi.
"Marsha bilang, anak kamu di ponpes?"
"Iya pak!", jawab Azmi.
"Berapa usianya?"
"Tahun ini tujuh tahun pak."
"Tujuh tahun di masukkan ponpes?", tanyaku heran. Antara kasian dan heran jadi satu.
"Iya pak. Sejauh ini, itu pilihan yang terbaik."
"Kenapa tidak kamu sewa saja babysitter untuk menjaga nya selama kamu bekerja?"
Azmi tersenyum tipis.
"Sejak saya memutuskan untuk merawat Almarhumah istri saya, keuangan saya belum stabil pak. Bahkan mungkin sampai sekarang, belum stabil."
"Insyaallah, putri saya berada di tempat yang tepat. Walaupun awalnya berat."
"Tapi... tujuh tahun lho?", tanyaku.
"Bukan tentang usia pak, tapi kesiapan mental. Saya jadi yatim pintu sejak kecil, lalu tumbuh dan besar di pondok karena ada keluarga yang bersedia memberikan biaya selama saya mencari ilmu di ponpes. Bahkan saya bisa sampai ke bangku perguruan tinggi. Tapi..."
"Tapi?"
"Tapi... saya menolak menikah dengan putri donatur yang sudah membiayai hidup saya. Sebenarnya bukan maksud saya menolak, hanya saja gadis itu memiliki tidak pernah menyukai saya. Dan sejak saat itu saya keluar dari pondok. Akhirnya saya menikah dengan almarhumah istri saya. Dan ternyata Allah lebih sayang padanya, dia lebih dulu di panggil oleh yang kuasa."
Aku menghela nafas, ada sedikit rasa tersentil dalam dadaku. Tapi entah perasaan apa itu, aku tak bisa menjelaskannya.
"Kehidupan mu tak beda jauh dengan ku!", kataku. Azmi menoleh padaku.
"Maksud bapak?", tanya nya sambil fokus mengemudi.
"Tidak apa-apa!", jawabku. Aku tidak bisa seterbuka dirinya.
Mungkin... aku harus lebih banyak bersyukur dengan apa yang kumiliki saat ini. Semua yang sudah terjadi akan tetap jadi pembelajaran hidup untuk ku.
Mobil kami sudah berada di area parkir restoran Xxx. Aku melihat Bram menuntun seorang perempuan hamil yang aku rasa dia adalah istrinya.
"Mas Bram!", sapaku.
Dia menoleh, lalu tersenyum.
"Mas Alby!"
Kami berjabat tangan.
"Oh iya, kenalkan ini istri saya Naura!", kata Bram memperkenalkan istrinya padaku. Aku melepaskan masker ku lebih dulu. Lalu mengulurkan tanganku padanya. Sebagai penghormatan, aku tersenyum tipis.
Tapi entah kenapa dia malah bengong, Bram sampai menepuk bahu istrinya.
"Sayang!", panggil Bram. Barulah setelah itu Naura menerima uluran tanganku.
"Naura...!", kata Naura memperkenalkan dirinya.
"Mas Alby ini yang waktu itu Bianca bilang bukan mas??", tanya Naura pada Bram.
Aku hanya mengernyitkan alis ku.
"Heum, iya!", jawab Bram. Naura tersenyum lebar.
"Astaghfirullah...eh, subhanallah. Aku juga mau nanti anakku ganteng kaya mas Alby! Pantes aja Bianca ngebet banget pengen magang di HS grup", kata Naura terlalu jujur. Bram sampai menepuk jidatnya sendiri.
"Mas Alby, boleh ngga aku pegang pipinya...ih...mulus banget sih? Pasti solat nya rajin ya? Mukanya cerah!", tanya Naura sambil mengusap perutnya yang sudah sangat buncit.
"Sayang, ngga usah aneh-aneh deh!", kata Bram.
"Kamu mau anak kamu ileran mas? Toh cuma pegang pipinya aja! Ngga usah cemburu juga kali mas!", Naura yang sejak hamil memang sensitif semakin merajuk.
Bram jadi bingung sendiri. Bukan masalah cemburu, tapi malu dan tidak enak tentunya.
"Maaf pak, meeting nya sudah siap!", kata Azmi. Naura menoleh ke asisten ku.
"Ya Allah, ada orang ganteng lagi mas!", kata Naura antusias. Azmi menakupkan kedua tangannya di dada. Dari situ Naura paham, jika pria yang bersama ku tidak mudah untuk di sentuh.
"Ya sudah lah, kalo ga boleh pegang pipi mas Alby! Aku pulang sendiri aja! Sana mas ke dalam lagi aja. Masih sibuk kan?", Naura hendak berbalik tapi Bram menahannya.
"Mas antar sayang!", kata Bram lagi.
"Ya udah, cuma pegang pipi kan?", tanyaku. Aku kasian pada Bram yang susah membujuk ibu hamil tua itu.
Tanpa ba-bi-bu Naura langsung mengusap pipiku kanan kiri bergantian.
"Allohuma sholi'ala Sayidina Muhammadi. Ya Allah semoga anakku ga kalah ganteng dari mas Alby. Yang penting di sholawatin dulu!", kata Naura riang.
Aku tak tahu harus bersikap apa padanya.
"Makasih ya mas Alby!", kata Naura. Aku mengangguk. Setelah Bram meminta maaf padaku, mereka pun berpamitan sedang aku dan Azmi masuk untuk memulai meeting.
*****
Alur di Febia lebih cepat di banding di sini ya 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 215 Episodes
Comments
S P Lani
banyak lah Andy hastuti.masih mending pegang wajah ganteng ada yg di suruh aneh aneh .pegang wajah ganteng biasa lah
2024-09-10
0
andi hastutty
hahahha ada yah ngidam pengen pegang cowok ganteng hahahha
2024-02-27
0
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
semangat kak 👍👍😘😘
2023-01-14
0