Bab 17

"Papi mana mam?", tanya Amara saat ia tak mendapati sang papi di meja makan. Amara sendiri sudah rapi dengan seragamnya.

Selain tampak cantik, Amara juga terlihat berwibawa dan menarik. Hanya orang bodoh yang menolaknya pesona seorang Amara, dan Febri lah salah satu orang bodoh itu. 😆

"Papi lagi ga enak badan. Kecapekan mungkin!'', kata mami nya Amara, Kirana.

"Amara liat dulu deh!", kata nya hendak melangkah menjauh kamar papinya.

"Papi baru aja tidur sayang?!"

"Oh?", hanya sahutan itu yang keluar dari bibir mungil Amara.

"Tapi tadi papi pesan, tolong nanti jam makan siang kamu antar berkas ini ke kantor HS Grup. Tadi nya papi yang mau jalan, tapi malah sakit."

"Iya mi, nanti Mara antar."

"Pake mobil papi aja ya? Jangan naik motor dulu."

"Iya mam!"

.

.

"Mas Alby!"

Aku mendongak menatap Marsha yang masuk ke dalam ruangan ku. Dia membawa sebuah map, entah berisi apa. Mungkin pekerja lagi!

"Gue udah dapat pengganti buat nemuin Lo di sini." Ia memberikan map padaku.

Aku meletakkan pulpen ku, meraih map yang Marsha sodorkan. Aku baca CV dari karyawan yang sudah lolos seleksi Marsha.

"Cowok?"

"Heum! Gue rasa ,dia cocok sama Lo Mas. Dari segi usia , asal daerah bahkan nasib pun sama."

''Nasib apaan maksud Lo?", aku pindah duduk di sofa. Mengambil air mineral yang ada di atas meja.

"Sama single parent. Istrinya sudah meninggal, dan anaknya yang berusia tujuh tahun di sekolahkan di ponpes. Sepertinya...dia satu server sama Lo. Bedanya, dia lebih agamis kayanya. Dia ga mau sentuhan sama tangan gue !"

Masa iya sih Marsha sampai segitu nya memilih sekretaris aspri atau apa sebutan lah!

"Berati dia alim dong, ga kaya gue?"

"May be yes! Tapi, meski begitu dia ramah. Ga kaya Lo mas, Jutek! Saking takut nya di deketin cewek!"

"Ya, apa kata Lo aja!", sahutku.

Di saat kami sedang melanjutkan obrolan, ada ob yang mengetuk pintu.

"Masuk!"

Si ob membuka pintunya.

"Maaf pak Alby, di depan ada yang ingin bertemu dengan pak Alby."

"Siapa?"

"Perempuan, cantik, masih muda dan pakai baju seragam TNI pak!"

Marsha mengernyitkan alisnya. Dia tak mengenal siapa tamu Alby.

"Ya udah, persilahkan dia masuk!"

Selang beberapa menit, Amara pun masuk. Dia membawa sebuah map yang aku rasa isinya hasil kesepakatan kemarin.

"Permisi, Pak Alby?", sapa Amara. Marsha terheran-heran melihat ada perempuan berseragam mendekati Alby.

"Silahkan duduk nona Amara?!", aku hanya bersikap profesional.

"Terimakasih."

Marsha masih berdiri di samping Alby dengan pandangan herannya.

''Lo ngapa masih di sini Sha?", kata Alby lirih. Tapi Amara mendengar bisikan itu.

"Hah? Oh... ya udah gue balik ke ruangan gue."

Marsha melempar senyum pada Amara, pun sebaliknya. Setelah itu, Marsha keluar dari ruanganku.

"Ngomong-ngomong ada apa ya Lettu Amara bisa sampai ke sini?"

Amara tersenyum manis. Lalu menyerahkan berkas titipan dari papinya.

"Ini, papi nitipin berkas nya. Soalnya papi lagi ga enak badan. Jadi ya minta buat anterin sekalian."

"Oh!", sahut ku. Lalu membuka berkas yang yang Amara berikan. Membacanya sekilas dan setelah itu ku letakkan lagi.

"Sebenarnya tidak harus hari ini juga tidak apa-apa sih, belum terlalu di perlukan. Tapi ya ngga apa-apa kalo pak Rahardi menitipkan nya sekarang!"

"Maksud nya?", tanya Amara bingung.

"Ngga. Ngga apa-apa kok."

"Oh....!"

Hening! Mendadak ada kecanggungan di antara kami berdua. Aku pikir, setelah Amara tahu tentang aku yang seorang single parent dia akan ilfil padaku. Ternyata dia biasa saja, mungkin aku yang terlalu kegeeran???

"Ada lagi Lettu Amara?", tanyaku memastikan kenapa dia masih di sini . Apa sedang memikirkan kenapa papinya harus menyuruh nya untuk mengirim berkas yang sebenarnya tak terlalu penting?

"Hah? Oh...itu ..em!", Amara bingung mau bicara apa.

Kaku amat sih nih laki! Maksud nya dia ngusir gue gitu? Batin Amara gusar.

Aku meletakkan kedua tangan ku di atas meja. Aku mulai paham salting dari gelagat tubuh Amara. Sama, seperti perempuan yang selama ini mencoba mendekati ku. Bedanya, aku agak segan pada Amara selain karena pak Rahardi, dia juga teman satu kampus sekaligus...dia seorang anggota. Itu saja!

"Ngga kembali ke kantor instansi kamu? Jam makan siang udah mau habis!"

Ya Allah, dia beneran ngusir gue??? Pekik Amara dalam hati.

"Ini...mau balik. Kalo begitu aku permisi dulu ya By, makasih buat waktu nya!", kata Amara. Aku pun mengangguk pertanda mengiyakan.

Setelah itu, barulah ia keluar dari ruangan ku.

.

.

Jam lima sore, Amara masih berada di sebuah mall. Niatnya, dia ingin membeli kado yang Febri dan istrinya.

Setelah berkeliling beberapa saat, akhirnya ia menemukan hadiah yang pas. Dia harap hadiahnya akan di terima dengan baik oleh sepasang pengantin baru itu. Meski dalam hatinya, ia ragu. Apa sanggup melihat kebersamaan mereka berdua.

Amara kembali ke parkiran untuk mengambil mobilnya. Saat akan membuka mobil, ia baru ngeh jika ban nya kempes. Mau menunggu montir langganan untuk membereskannya tentu lama. Membiarkan mobil nya di parkiran, pasti biaya parkir nya membengkak tak kira-kira.

Akhirnya, ia menghubungi anak buah papinya. Beruntung tak lama kemudian, anak buah papinya datang.

Jika harus menunggu sampai beres, tentu lama. Akhirnya Amara sekalian menyerah kan mobil itu agar di bawa pulang ke rumah. Dia akan naik taksi saja untuk menuju ke sana.

Amara menuju ke halte. Menunggu taksi konvensional yang melintas. Dia tak punya aplikasi taxol. Tapi karena jam sibuk, dari tadi taksi penuh terus. Padahal Azan magrib sudut berlalu.

Sesekali Amara melihat jam yang melingkar di tangannya. Dia jadi was-was jika akan terlambat ke acara itu. Memang bukan acara formal, tapi tak enak saja kalau dia satu-satunya yang datang terlambat. Mana masih pakai seragam pula.

.

.

Aku solat magrib di kantor, jadi keluar kantor sudah cukup gelap. Menyusuri jalanan yang macet, tanpa sengaja aku melihat Amara di halte. Sepertinya ia sedang menunggu taksi. Karena aku melihat ia gelisah sambil menatap jam tangannya.

Aku menghentikan mobil ku di depan Amara. Lalu membuka kaca pintu depan.

"Masuk!", titah ku. Amara agak terkejut juga, tapi setelah itu ia tersenyum.

Amara membuka pintu mobil dan duduk di samping ku. Seperti ada kelegaan dari helaan nafas yang ku dengar.

"Makasih tumpangannya!", kata Amara.

"Gue ga tahu Lo mau ke mana, jadi setelah ada taksi dan jalan yang ga begitu macet Lo bisa cari taksi."

Ya Allah, nanggung amat nolongin nya! Gue kayanya udah telat ini. Amara meletakkan bingkisan hadiah di dekat kakinya.

"Emang mau ke mana? Kendaraan Lo mana?"

Aku melirik sebuah bingkisan, aku tebak ia akan menghadiri undangan acara atau ulang taun temannya.

"Ke jalan Xxx sih. Ada acara sama rekan kantor. Ban mobil gue kempes di mall tadi. Lagi di tangani sama anak buah papi. Jadi gue tinggal aja?!"

"Oh!", sahutku. Kami tak lagi memiliki hal yang harus di bahas.

"Oh ya By, boleh gue minta nomor ponsel Lo?"

Aku menoleh padanya. Lalu aku menyebutkan nomor ponsel ku. Dia langsung menyimpannya.

"Dimana alamat tepat nya? gue anterin!?", aku bertanya seperti itu karena sudah sampai di jalan Xxx.

"Kayanya agak ke dalam deh. Eh, itu kali!", Amara menunjuk ke sebuah arah.

"Itu ada mobil temen gue. Kayanya itu rumah nya." Aku pun menuju ke arah yang Amara maksud.

"Lo mau ikut turun?", tanya Amara padaku. Aku melihat ke arah rumah itu. Pintunya terbuka, tapi terlihat beberapa orang yang berseragam sama seperti Amara.

"Ngga lah. Ngapain!", jawabku. Amara menggangguk.

"Oke, btw makasih udah anterin. Gue turun ya!"

Aku mengangguk masih memegang setir mobil ku. Amara pun turun tergesa-gesa dari mobil ku. Dan aku pun segera meninggalkan jalan itu. Saat akan keluar komplek, aku baru sadar jika hadiah yang akan Amara berikan pada teman nya justru tertinggal.

Bodohnya, dia meminta nomor ponsel ku tapi aku tidak punya nomor nya.

"Uuuh...*ego!", kataku. Mau tak mau aku kembali ke jalan tadi. Kasian Amara kalo udah sampai ke sana, tapi ternyata tak bawa apapun.

Akhirnya aku memberanikan diri untuk mengantarnya ke rumah teman Amara tersebut.

Tapi...tanpa ku sangka, ternyata....

"Assalamualaikum!"

"Walaikumsalam."

"Eh...Alby! Baru gue mau telepon Lo tadi. Kado gue ketinggalan di mobil Lo ya? Maaf Lo jadi repot anterin ke sini. Kok Lo tahu lokasinya di sini?", Amara bertanya dengan nada penasaran.

Aku tak menanggapi pertanyaan Amara, mataku justru fokus pada pemandangan di depan ku.

"Masuk By!", pinta Febri padaku.

"Ngga usah Feb, terimakasih. Disini aja! Gue cuma mau bawain kadonya Amara."

Hening beberapa saat. Bahkan teman-teman Febri dan Amara pun ikut diam.

"Apa kabar Lo Feb, Neng?", tanya ku pada sepasang pengantin baru itu. Belum sempat mereka menjawab, mataku beralih pada Seto, sahabat Febri yang tak ikut menyahut. Padahal aku tahu, dia laki-laki yang heboh suka bicara .

"Apa kabar Seto?", tanyaku pada Seto yang justru fokus memainkan ponselnya.

"Heum, gue baik!", jawab Seto.

"Kalian saling mengenal?", tanya Amara. Entah dia bertanya padaku atau rekan seprofesinya.

Mendadak aku minder berada di antara mereka. Hanya aku dan Bia yang warga sipil.

"Ikut kumpul aja bareng kita By!", ajak Seto memecah kecanggungan di antara kami semua.

"Tidak, terima kasih. Gue mau langsung balik. Kasian Nabil di rumah!", kataku. Tapi mataku beralih pada Bia.

Aku melihat wajah nya berkeringat. Bahkan genggaman tangan nya pada Febri terlihat semakin erat.

Apa dia ingin menunjukkan jika dia bahagia bersama Febri saat ini? Dia sudah berpaling dari ku? Tapi aku masih stuck di sini? Dengan perasaan bersalah dan penyesalan???

"Kita bisa ngobrol dulu By!", kata Febri. Tuan rumah yang menawarkan langsung, aku tahu dari nada suaranya dia tulus menawariku. Tapi...aku tak melihat jika Bia menginginkan ku berada di sini. Dia bergerak gelisah. Mungkin tak nyaman dengan kehadiran ku.

Bodohnya aku, masih berharap Bia yang meminta ku untuk berkumpul di sini!

"Lain kali aja Feb!", aku menolak sehalus mungkin. Amara yang dari tadi dicueki pun memilih diam. Tapi entah kenapa mulut ku tak bisa ku kendalikan.

"Lo masih mau di sini Mara? Apa gue anterin sekalian ke rumah papi Lo?", tanyaku.

Amara berkedip beberapa saat, sampai akhirnya ia mengiyakan.

"Ya...ya udah ,gue bareng Lo aja By!", kata Amara.

"Maaf ,Mas Febri, Bia...kami pulang dulu ya!", kata Amara. Dia menyalami Bia, bahkan cipika-cipiki.

"Makasih Mara!", kata Bia. Bahkan dari tadi hanya suara itu yang aku dengar dari bibir Bia.

"Gue balik Feb, Seto, Neng....!", kataku.

"Iya, hati-hati!", kata Seto.

"Ya By, makasih!", kata Febri.

Tangan ku pun reflek menarik tangan Amara untuk segera keluar dari ruangan itu.

Amara masih tak habis pikir, bagaimana bisa tiba-tiba Alby menggandeng tangan nya menuju ke mobilnya.

Sesampainya di mobil, aku melepaskan genggaman ku dari Amara, lalu membukakan pintu untuknya.

*****

Lanjut ngko sek Yo...lagek sibuk 🤭🤭🤭

Terpopuler

Comments

andi hastutty

andi hastutty

Amara dan alby melihat orang yg disayang bersama orang lain

2024-02-27

0

~R@tryChayankNov4n~

~R@tryChayankNov4n~

kasian ya Amara dan Alby...sama2 sadboy N sadgirl....sabilah klo bz bareng...hheheh

2023-01-09

0

~R@tryChayankNov4n~

~R@tryChayankNov4n~

wahh...ap kah ini sinyal.....🤭

2023-01-09

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Eps 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bab 117
118 Bab 118
119 Bab 119
120 Bab 120
121 Bab 121
122 Bab 122
123 Bab 123
124 Bab 124
125 Bab 125
126 Bab 126
127 Bab 127
128 Bab 128
129 Bab 129
130 Bab 130
131 Bab 131
132 Bab 132
133 Bab 133
134 Bab 134
135 Bab 135
136 Bab 136
137 Bab 137
138 Bab 138
139 Bab 139
140 Bab 140
141 Bab 141
142 Bab 142
143 Bab 143
144 Bab 144
145 Bab 145
146 Bab 146
147 Bab 147
148 Bab 148
149 Bab 149
150 Bab 150
151 Bab 151
152 Bab 152
153 Bab 153
154 Bab 154
155 Bab 155
156 Bab 156
157 Bab 157
158 Bab 158
159 Bab 159
160 Bab 160
161 Bab 161
162 Bab 162
163 Bab 163
164 Bab 164
165 Bab 165
166 Bab 166
167 Bab 16
168 Bab 168
169 Bab 169
170 Bab 170
171 Bab 171
172 Bab 172
173 Bab 173
174 Bab 174
175 Bab 175
176 Bab 176
177 Bab 177
178 Bab 178
179 Bab 179
180 Bab 180
181 Bab 181
182 Bab 182
183 Bab 183
184 Bab 184
185 Bab 185
186 Bab 186
187 Bab 187
188 Bab 188
189 Bab 189
190 Bab 190
191 Bab 191
192 Bab 192
193 Bab 193
194 Bab 194
195 Bab 195
196 Bab 196
197 Bab 197
198 Bab 198
199 Bab 199
200 Bab 200
201 Bab 201
202 Bab 202
203 Bab 203
204 Bab 204
205 Bab 205
206 Bab 206
207 Bab 207
208 Bab 208
209 Bab 209
210 Bab 210
211 Bab 211
212 Bab 212
213 Bab 213
214 Bab 214
215 Bab 215
Episodes

Updated 215 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Eps 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bab 117
118
Bab 118
119
Bab 119
120
Bab 120
121
Bab 121
122
Bab 122
123
Bab 123
124
Bab 124
125
Bab 125
126
Bab 126
127
Bab 127
128
Bab 128
129
Bab 129
130
Bab 130
131
Bab 131
132
Bab 132
133
Bab 133
134
Bab 134
135
Bab 135
136
Bab 136
137
Bab 137
138
Bab 138
139
Bab 139
140
Bab 140
141
Bab 141
142
Bab 142
143
Bab 143
144
Bab 144
145
Bab 145
146
Bab 146
147
Bab 147
148
Bab 148
149
Bab 149
150
Bab 150
151
Bab 151
152
Bab 152
153
Bab 153
154
Bab 154
155
Bab 155
156
Bab 156
157
Bab 157
158
Bab 158
159
Bab 159
160
Bab 160
161
Bab 161
162
Bab 162
163
Bab 163
164
Bab 164
165
Bab 165
166
Bab 166
167
Bab 16
168
Bab 168
169
Bab 169
170
Bab 170
171
Bab 171
172
Bab 172
173
Bab 173
174
Bab 174
175
Bab 175
176
Bab 176
177
Bab 177
178
Bab 178
179
Bab 179
180
Bab 180
181
Bab 181
182
Bab 182
183
Bab 183
184
Bab 184
185
Bab 185
186
Bab 186
187
Bab 187
188
Bab 188
189
Bab 189
190
Bab 190
191
Bab 191
192
Bab 192
193
Bab 193
194
Bab 194
195
Bab 195
196
Bab 196
197
Bab 197
198
Bab 198
199
Bab 199
200
Bab 200
201
Bab 201
202
Bab 202
203
Bab 203
204
Bab 204
205
Bab 205
206
Bab 206
207
Bab 207
208
Bab 208
209
Bab 209
210
Bab 210
211
Bab 211
212
Bab 212
213
Bab 213
214
Bab 214
215
Bab 215

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!