Aku bersiap untuk berangkat ke kursus bahasa asing. Setelah itu, lanjut ke kampus.
"Papa berangkat dulu ya sayang, Nabil jangan nakal."
Aku mengecup pipi chubby Nabil. Kalau kebanyakan kata orang anak laki-laki dominan mirip ibunya, tidak bagi Nabil. Dia hampir sama persis dengan wajahku.
Orang bilang, jika seperti itu karena sang ibu terlalu mencintai suaminya.
Mungkin benar! Silvy sangat mencintai ku meski aku tak pernah bisa sepenuhnya memberi cinta untuk nya selama ia hidup.
Nanti saat pekerjaan ku mulai longgar, aku akan menyempatkan diri untuk ziarah ke makam Silvy dan Papa Hartama.
Aku melajukan kendaraan ku ke tempat kursus. Jika biasanya gurunya yang datang padaku, kali ini aku mendatangi nya.
Aku memilih guru laki-laki. Sebenarnya Marsha cukup aktif sesekali mengajari ku. Hanya saja, aku memang perlu seseorang yang benar-benar mengajarkan ku yang tak punya dasar apapun selain pendidikan menengah atas.
Satu jam berlalu, aku pun bersiap lanjut ke kampus. Jika beberapa hari lalu aku parkir di parkiran yang sepi, kali ini aku memilih untuk parkir di dekat pintu masuk. Sekedar menghindari kejadian yang tak diinginkan lagi seperti kemarin.
Saat aku keluar dari mobil, bersamaan pula dengan Amara yang turun dari motornya.
"Hai!",sapa nya ramah. Aku mengangguk tipis.
"Hai juga!", kataku.
"Bareng?", tanyanya. Aku mengiyakan saja dengan anggukan kecil.
Tak ada obrolan yang terjadi sepanjang kami menuju ke kelas masing-masing.
"Gue...duluan, Al...By!", kata Amara sedikit ragu. Aku tahu itu. Apa mungkin dia sudah merasa kalau aku sudah membentengi diriku untuk tidak terlalu akrab dengan orang baru?
"Ya, Mara!", jawabku. Setelah itu, aku masuk ke dalam kelasku yang hanya ada beberapa mahasiswa/i.
"Selamat malam!", sapa dosen. Aku mendongak menatap dosen yang baru saja menyapa tadi.
"Yana?",gumamku.
Yana menjelaskan materi dengan lugas dan tentu saja dengan penuh kejelasan. Aku tak menyangka dia bisa sepandai ini. Memang ya, pendidikan bisa merubah semuanya. Yana yang suka malas mengerjakan tugas saat sekolah dulu, kini justru jadi tenaga pendidik.
"Oke, kita bertemu lagi lusa ya. Tugas bisa di kumpulkan Minggu depan!", kata Yana.
"Baik Bu!", sahut para mahasiswa/i. Yana sendiri masih duduk di bangkunya. Memeriksakan ponsel dan merapikan buku-bukunya. Aku segan ingin menyapanya lebih dulu, tapi andai dia tahu ini adalah aku bukannya itu justru tak enak. Bisa saja dia menganggap ku sombong kan???
"Ya? ada apa?", tanya nya padaku. Aku pun bangkit dari tempat duduk, menghampiri nya lalu membuka masker ku.
Dia tercengang beberapa saat.
"Alby?", dia berdiri di hadapan ku.
"Heum. Iraha maneh pindah ke kampus ieu?", tanyaku.
(Kapan kamu pindah ke kampus ini?)
"Poe ieu!", jawabnya.
(Hari ini)
"Aku ngga tahu kamu ambil kuliah By?"
"Ya, biar pinter!", kataku.
"Kok aku ngerasa maneh teh beda ya? Jutek geningan?", tanya Yana padaku.
"Kembae!"
(Biarin)
"Ulah galak-galak teuing. Engke calon pamajikan maneh sieun ku maneh!", kata Yana. Kami berjalan beriringan keluar dari ruang kelas.
(Jangan galak-galak. Nanti calon istri mu takut sama kamu)
"Ckkk...moal waka mikir awewe Yan!"
Yana tertawa.
"Kamu nggak, tapi cewek-cewek yang liatin kamu terus!", kata Yana. Benar saja, aku dan Yana jadi pusat perhatian para mahasiswa yang masih di lorong kelas.
Aku kembali memakai masker ku, sedang Yana masih saja tertawa.
"Bukankah Anika bilang kalo kamu tuh dosen killer?"
"Hah? Itu dulu... sekarang ngga dong! Ngga liat nih udah ada isinya?", tanya Yana sambil mengusap perutnya.
Aku baru ngeuh ternyata Yana sedang hamil.
"Astaghfirullah! Ga ngeuh urang teh!"
"Hahaha, kelamaan ngeduda sih!",ledek Yana padaku.
Tanpa kami tahu, ternyata Amara dan beberapa mahasiswi melihat ke arah ku.
"Hai By!", sapa Amara.
Yana menghentikan tawanya, lalu gantian menatap gadis cantik di depan ku.
"Ehemmm...", Yana berdehem.
"Hai Mara!"
"Siapa By?", tanya Yana padaku.
"Hallo, aku Amara."
Amara mengulurkan tangannya pada Yana.
"Oh, oke. Saya Yana, kebetulan saya mantan pacar nya Alby waktu SMA, tapi sekarang jadi dosennya heheheh. Senang kenalan sama kamu Amara!", kata Yana.
Aku ternganga di balik masker ku mendengar keabsurban Yana.
Amara mengangguk saja. Entah apa yang ada di pikiran Amara.
"Ya udah, salaki urang tos dugi!", kata Yana padaku.
(Suamiku sudah sampai)
"Oh, sok atuh!", jawab ku. Amara mengangguk ramah pada Yana.
"Mau langsung balik?", tanya Amara.
"Eum, iya. Anakku mungkin sudah menunggu ku!", kataku.
Amara di buat kejut dengan pengakuan Alby barusan.
"Anak?", tanya Amara.
"Iya. Maaf, gue duluan!", pamitku.
Amara masih berdiri di tempat yang tadi. Dia tak percaya jika Alby seorang duda sekaligus single parent.
Tapi...itu bukan urusan Amara kan???
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 215 Episodes
Comments
andi hastutty
siapa kira2 yah jodoh alby
2024-02-27
0
Yuliana Tunru
apakah amara valonx thoor..lanjut
2023-01-05
1