Kondisi parkiran kampus sudah sangat sepi. Hanya ada beberapa mobil dan sepeda motor yang ada di sana.
Setelah selesai kelas pertama, aku melanjutkan kelas ke dua. Alhasil, hampir jam sepuluh malam baru selesai.
Saat akan memasukkan tas dan laptop ku, tiba-tiba ada yang menodongkan pisau ke pinggang ku. Dan seorang lagi mengalungkan pisau ke leherku.
Aku pun mengangkat tangan ku.
"Kasih barang-barang Lo sekarang!", pinta orang yang mengalungkan pisau ke leherku.
Aku pun mengurungkan niatku untuk memasukkan ransel ku. Lalu menutup pintu mobil bagian belakang.
Temannya membuka ransel ku yang berisi laptop dan beberapa buku yang tadi ku pakai kuliah. Sedang laptop yang biasa ku pakai bekerja, masih aman di dalam sana.
"Apa lagi yang Lo punya? Dompet, ponsel? Kesiniin!", katanya lagi.
Tanpa bicara apapun, aku merogoh saku celana ku mengambil ponsel dan juga dompet ku.
Laki-laki itu tertawa melihat ku menyerahkan barang-barang ku dengan pasrah begitu saja.
Saat dia lengah, aku menginjak kakinya dan juga menyikut perutnya. Aku memang tak pandai bela diri tapi untuk sekedar berkelahi tentu saja aku bisa.
"Bang*** ! Lo mau lawan hah!", pekik temannya yang sedang menggeledah ransel ku. Tiba-tiba saja ia menyerangku. Beruntung aku bisa menghindar dari tusukannya.
.
.
Amara mengikat asal rambutnya sambil berjalan santai menuju ke parkiran. Tapi setelah sampai di sana, dia melihat seseorang yang sedang berkelahi dengan pria bertopeng.
Pria itu hendak di serang dari belakang. Dengan cepat Amara lari, lalu menendang pria yang akan menyerang dari belakang.
Alhasil, satu lawan satu. Dan pada akhirnya, dua pria bertopeng itu meninggalkan lokasi tanpa ba-bi-bu.
.
.
Aku melepaskan masker ku, ada sedikit luka di sudut bibir ku yang terkena pukulan pria bertopeng tadi. Ku ambil lagi ranselku yang sudah tercecer di bawah.
"Lo nggak apa-apa?", tanya seseorang yang tadi membantu ku.
Aku menoleh padanya, ternyata dia seorang perempuan.
"Ga apa-apa. Makasih udah bantuin!", kataku.
"Oh, oke! Lo ga ada yang luka?", tanya nya lagi. Mau tak mau aku menoleh padanya.
Pandangan mata kami bertemu.
"Lo, yang tadi ngga sengaja ketabrak gue di lorong kelas kan?", tanya gadis itu.
"Oh, iya! Btw, makasih udah bantuin gue, lagi!", kataku.
Dia mengulurkan tangannya padaku.
"Amara!", katanya memperkenalkan diri. Mau tak mau aku pun menerima uluran tangannya.
"Alby!"
"Oh, oke. Semoga bisa berteman setelah ini!", kata Amara.
"Maksudnya?"
"Lo pasti kerja kan? Lo ambil kuliah malam, gue juga sama! Siang kerja, malam baru bisa kuliah!"
Alby mengangguk.
"Ambil S2 juga?"
"Ngga!", jawab ku singkat.
"Ya udah, lain kali hati-hati. Di sini rawan!", kata Amara.
"Lo... anggota?", tanyaku. Dia mengernyitkan alisnya.
"Anggota apa nih maksud nya??", tanya Amara balik.
"Ga. Lupain! Sekali lagi makasih!"
"Oke, hati-hati....Alby!"
"Lo juga hati-hati Amara!", sahutku. Kesannya aku lemah banget di bantu sama perempuan. Tapi aku rasa dia bukan perempuan sembarangan. Kalo ngga anggota polisi ya TNI, itu yang pertama ku lihat. Apalagi dari postur tubuh nya yang tegap seperti itu.
Astaghfirullah! Segitunya amat aku memperhatikan Amara!
Aku memasuki mobil, bersamaan pula dengan Amara yang menaiki motor nya lalu memberi klakson padaku. Aku pun membalas sapaan klakson nya.
.
.
Hampir jam setengah sebelas malam, aku sampai ke rumah. Ternyata Nabil belom tidur. Dia ditemani mak dan teh Mila yang terkantuk-kantuk.
"Papapapp!", oceh Nabil.
"Bentar ya, papa mandi sebentar nanti ikut papa!", kataku sambil meninggalkan Nabil. Mak dan teh Mila sampai tak menyadari kehadiran ku.
Sekitar lima belas menit, aku mandi kilat dan solat isya.
"Papapapp!", Nabil kembali mengoceh.
"Mak, teh! Balik ke kamar gih. Nabil sama Alby?!", kataku. Mak dan teh Mila cukup terkejut karena mungkin sudah ada aku di sini.
"Jang, kapan pulangnya? Kok Mak ngga tahu?"
Aku tersenyum tipis. Aku tahu mereka lelah menjaga Nabil dari pagi. Sela giliran ku yang menjaga Nabil ku.
"Udah dua puluh menit yang lalu Mak. Udah Mak sama teh Mila ke kamar gih. Makasih udah jagain Nabil!"
"Maneh mah sok gitu by!", kata teh Mila. Lalu keduanya pun menuju kamar masing-masing. Nabil ku ambil dalam gendonganku menuju ke kamar.
Rasa lelah ku hilang saat mendengar dan melihat Nabil tertawa riang seperti ini.
"Papa buatin susu, Nabil bobo ya!", aku mencoba memberikan pengertian pada Nabil. Alhamdulillah, bayiku menurut. Dia hanya rebahan sambil memainkan kakinya saat aku membuatkan susu untuk nya.
Setelah ku pastikan suhu susu nya pas, barulah ku serahkan botol susu Nabil. Dan senang hati ia menerimanya.
Sudah mandiri, Nabil tak mau aku memegangi botolnya. Sambil ngedot, aku menepuk-nepuk bokongnya. Aku pun turut berbaring di samping nya. Sebelum nya aku periksa diaper nya, siapa tahu sudah penuh. Ternyata belum. Jadi, aku bisa lebih tenang tidurnya.
Nabil sudah memjamkan matanya padahal susu di botol nya belum habis. Aku mengelap sisa susu dipipi dan bibir Nabil.
Ku kecup ubun-ubun nya lalu ku bacakan tiga surat Kul. Lalu ku tiup-tiup kan padanya. Itu rutinitas ku sebelum tidur bersama Nabil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 215 Episodes
Comments
andi hastutty
semangat alby
2024-02-26
0
~R@tryChayankNov4n~
mantan bucinnya mz Febri it a'...hehhehe...😉🤭
2023-01-03
0