Alby
Aku masih melangkahkan kaki ku entah ke mana. Meski aku menikah dengan Bia sekitar tiga tahunan tapi aku jarang ke kampung ini. Bisa dihitung dengan jari!
Akhir-akhir ini aku tak pernah melupakan kacamata hitam dan masker yang selalu standby di kantongku.
Bukan untuk ajang pamer atau sok kegantengan. Tapi aku hanya ingin menutupi mimik muka ku yang nantinya orang-orang hanya merasa kasihan padaku.
Ganteng-ganteng kok cengeng!
Aku melangkahkan kaki ku menuju ke sebuah air terjun. Aku tak pernah tahu jika ada objek wisata seindah ini di desa Bia.
Benar! Aku tak tahu apa-apa!
Berjam-jam berlalu, aku masih setia merendam kaki ku di pinggiran sungai. Wisata ini tutup jam sembilan malam. Rada aneh menurut ku!
Wisata air kok buka sampai malam????
Tapi ternyata apa yang ku perkirakan salah. Justru semakin malam semakin ramai. Kebanyakan yang datang para muda-mudi yang sengaja ingin menyaksikan lampu warna-warni di sekitar air terjun.
Cukup sederhana, tapi memang sangat memanjakan mata.
Huffft! Aku melewatkan tiga kali waktu sholat ku hanya karena ingin menenangkan diri. Tapi justru ini lah kesalahan ku yang sebenar-benarnya!
Harusnya aku menenangkan diri dengan mendekatkan diri ku pada yang maha kuasa. Bukan malah meninggalkan kewajiban ku karena perasaan ku yang sedang tak menentu.
Seharusnya aku tak boleh seperti ini!
Aku bangkit dari pinggiran sungai. Kaki ku sudah dingin dan pucat karena berjam-jam berada di sana.
Mungkin jika ada yang memperhatikan ku, merasa aneh karena aku berendam dari siang.
Pinggang dan kaki ku terasa pegal. Ya, gimana ngga pegal aku hanya duduk dari tadi.
Terdengar azan isya berkumandang. Aku memutuskan keluar dari area objek wisata itu. Tak jauh dari sana, ada masjid yang cukup besar.
Aku memutuskan untuk mengambil wudhu dan solat berjemaah di sana. Aku memanjangkan zikir dan istighfar ku usai solat tadi.
Aku sudah dengan sengaja meninggalkan kewajiban ku. Hingga satu per satu jamaah meninggal masjid menyisakan aku dan seorang pria paruh baya yang ku pastikan beliau adalah orang yang di percaya untuk mengurus masjid.
"Assalamualaikum!", bapak itu mendekati ku. Aku merasa Dejavu dengan momen ini. Momen di mana aku bertemu seseorang di masjid di kota Jakarta beberapa bulan lalu.
"Walaikumsalam!", aku menyalami beliau.
"Sampeyan ga muleh? Kabeh jamaah wes bubar Awit mau?", tanya bapak itu.
"Maaf pak, saya bukan orang sini. Saya kurang tahu bahasa bapak!", kataku.
Bapak itu tersenyum. Wajahnya teduh. Sorot matanya lembut tapi terlihat bijaksana. Apalagi janggut panjangnya semakin memberikan imej jika beliau orang yang layak jadi pemimpin.
"Mas ini ngga pulang? Semua jamaah sudah pulang dari tadi?", ulang bapak itu. Aku mengangguk paham. Lalu menghela nafas beberapa saat.
"Saya menghina di penginapan sana pak. Tadi...saya jalan kaki, ngga terasa sampai di air terjun. Bahkan sampai berjam-jam saya berada di sana. Melewatkan waktu solat saya dari siang pak!", kataku menunduk.
"Astaghfirullah!", gumam bapak itu.
"Makanya...saya sangat menyesal pak. Saya ingin berzikir dan beristighfar lebih panjang agar Allah mengampuni saya!"
Bapak itu menyilangkan kakinya lalu duduk di hadapanku.
"Nama kamu siapa cah Bagus? Asal kamu dari mana?", tanya beliau lagi.
"Alby pak. Saya dari kota G. Tapi sudah beberapa bulan saya menetap di Jakarta."
Bapak itu mengangguk pelan.
"Nama saya Erik. Itu yang ada di samping masjid ini, rumah saya!", kata pak Erik. Aku pun mengangguk saja.
"Kalo saya perhatikan, nak Alby ini sedang mengalami masalah berat? Betul?", tanya pak Erik.
Alby kembali mengangguk.
"Betul pak Erik."
"Maaf, kita baru saja saling bertemu hari ini. Tapi saya tidak keberatan kalo nak Alby mau menceritakan masalah yang sedang nak Alby hadapi. Mungkin saya tidak bisa banyak membantu, tapi... setidaknya dengan berbagi cerita bisa meringankan beban di dada nak Alby!"
Aku mengangguk saja. Bingung! Itu yang ku rasakan. Dari mana aku harus memulai cerita ku?
Sampai akhirnya, aku menceritakan awal mula aku membuat keputusan yang salah hingga berakhir perpisahan dengan Bia. Sampai di titik di mana aku bertemu dengan pak Erik saat ini.
Pak Erik mendengarkan ku tanpa menyela barang sekata. Benar, aku hanya butuh di dengar. Setelah mengatakan semua pada pak Erik, ada sedikit rasa lega di dadaku.
"Sudah lega sekarang?", tanyanya padaku.Aku pun mengangguk tanda mengiyakan.
"Saya ingin sekali belajar ikhlas pak, tapi sulit! Tak semudah saat mengucapkannya!", keluhku.
"Iya, memang benar seperti itu. Tapi... setelah kamu mendapatkan maaf darinya, kamu juga pasti lega kan? Karena apa? Salah satu beban mu sudah terangkat!"
Aku mendesah pelan.
"Tidak ada orang lain yang mengerti kamu, selain dirimu sendiri nak. Tidak ada!"
Aku memperbaiki posisi dudukku.
"Waktu yang perlahan akan membuatmu ikhlas dengan segala keputusan yang terjadi. Untuk saat ini, mungkin ini jalan yang terbaik. Entah suatu saat nanti, ada rahasia apa di masa yang akan datang."
"Iya pak Erik!"
"Sekarang, nak Alby harus lebih fokus pada anak mu. Dia tidak beralasan di sini. Jangan pernah mengalahkan kehadirannya."
"Saya tidak menyalahkan nya pak!"
"Benarkah??"
Aku mengangguk iya. Toh selama ini aku senang dan sepenuh hati merawat Nabil.
"Alhamdulillah kalau begitu! Berati sekali kamu ingat, ada anak kamu yang juga membutuhkan mu? Menunggu mu di penginapan sana?"
Aku tersentak dengan sindiran pak Erik! Dia benar, sudah berjam-jam aku meninggalkan Nabil.
Akhirnya, aku pamit undur diri dari hadapan pak Erik.
"Kalo berkunjung ke kota ini, jangan segan mampir ke rumah bapak ya! Itu, dekat kan?"
Aku mengangguk."Insya Allah pak Erik??"
Setelah nya, aku keluar dari masjid untuk mencari ojek. Bisa saja aku jalan kaki, tapi itu artinya Nabil akan menunggu ku semakin lama.
Beruntungnya, ada ojek di sana. Aku bisa langsung pulang ke penginapan karena besok subuh, kami akan naik kereta menunggu Surabaya baru naik pesawat.
Jalan yang tukang ojek lewati ternyata lewat di depan rumah Bia. Aku sempat melihat Bia turun dari mobil Febri setelah itu Febri menyusul nya masuk.
Lagi dan lagi, otak dan hatiku merasa panas membayangkan jika mereka berdua menghabiskan waktu bersama setelah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 215 Episodes
Comments
andi hastutty
sabar alby sudah jalannya
2024-02-25
0
Elang Dimas
ayo aa alby jangan bua bia mulu udah masih banyak gadis perawan cantik yg tak kalah jauh lebih baik dari bua bia mu itu a
2023-01-24
1