“Malam ma.” sapa Zayn sambil mencium tangan mamanya.
“Malam sayang, tumben kamu baru pulang Zayn?” Tanya Mia karena tidak biasanya anak lelakinya itu pulang larut malam.
“Tadi banyak berkas-berkas yang harus Zayn tanda tangani ma.” Ujar Zayn dengan wajah lelahnya.
“Bagaimana kerja sama mu dengan om tirta.”
“Alhamdulillah lancar ma, tadi siang Zayn dan om tirta sudah menandatangani kontrak kerjasamanya. Ara mana ma?” tanya Zain karna tidak melihat adik kesayangannya.
“Ara sudah tertidur dari tadi dia menunggumu pulang, kasihan mengkin dia kecapekan.” jawab Mia sambil melanjutkan aktivitasnya di dapur.
“Ma Zayn ke kamar dulu ya. Oh ya nanti ada yang Zayn ingin bicarakan sama mama.Zayn naik dulu ya ma.” Ucap Zayn sambil berlalu pergi.
“Nanti setelah mandi langsung turun. Biar mama panasin dulu makanannya.”
“Siap ma.” teriak Zayn
Mia hanya menggelengkan kepala melihat tingkah anak laki-lakinya. Mia pun segera bergegas memanaskan makanannya.
Selesai dengan aktifitasnya Zayn bergegas turun untuk makan malam. Setelah selesai makan Zayn pun duduk di ruang keluarga bersama mamanya. Ia termenung memikirkan bagaimana caranya untuk memulai percakapan dengan mamanya.
.
.
.
“Ada apa Zayn? kenapa muka kamu kelihatan serius sekali.” Tanya mamanya
“Begini ma, tadi siang setelah menandatangani kontrak kerjasama Zayn berbincang-bincang dengan om tirta. Terus Ara datang mengantarkan berkas Zayn yang tertinggal. Om tirta bertemu dengan Ara.” Zayn terdiam
“Lalu?” tanya Mia penasaran.
“Om Tirta ingin mengajukan lamaran untuk Ara ma.” Zayn menghembuskan nafasnya perlahan.
“Lamaran?” tanya mamanya terkejut.
“Ya ma, om Tirta ingin melamar Ara untuk El. Mama masih ingat El bukan?” Tanya Zayn.
“Tentu, bagaimana mama bisa lupa. Anak itu kan dulu yang selalu menempel terus sama Ara. Terus bagaimana dengan jawaban kamu Zayn?" Tanya Mia.
“Zayn bilang mau bicara dulu sama mama.” Ujar Zayn sambil menundukkan kepalanya.
Zayn kembali menatap wajah mamanya saat tidak mendengarkan jawaban dari Mia.
“Mama tidak berani untuk mengambil keputusan. Coba kamu tanya dulu sama adek kamu. Karena ini juga menyangkut masa depan Ara.” Mia memberikan jawaban.
“Baiklah nanti coba Zayn tanya sama Ara.”
Tidak lama kemudian Zayn dan mamanya mendengar langkah kaki menuruni tangga dengan tergesa- gesa.
“Abang.” panggil Ara manja sambil berjalan menuju tempat duduk Zayn. Ara memilih posisi tidur beralaskan paha Zayn.
“Kenapa bangun dek.” Tanya Zayn sambil mengusap surai hitam sang adik.
“Sebenarnya tadi Ara tidak ada niatan untuk tidur. Tadi Ara menunggu abang, gara-gara abang nggak pulang-pulang Ara malah ketiduran.” Kata Ara dengan nyawa yang belum terkumpul 100%.
"Maaf tadi abang banyak pekerjaan jadi abang terpaksa harus lembur." Jawab Zayn dengan rasa penyesalan. "Kenapa kamu harus menunggu abang?"
“Abang kan tau Ara nggak akan bisa tidur nyenyak kalau belum melihat keluarga kita ada di rumah semua.” lanjut Ara dengan nada sedikit merajuk.
Zayn dan Mia pun tersenyum mendangar ucapan Ara. Meskipun terlihat cuek sesungguhnya Ara memiliki sifat yang penuh kasih sayang.
“Adik kamu ini Zayn sudah besar masih saja manja. Luarnya saja yang terlihat galak.” goda sang mama.
“Memang nggak boleh ma? kan Ara manjanya juga sama abang Ara sendiri.”Jawab Ara semakin merajuk.
Mia hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum melihat kemanjaan Ara pada Zayn.
“Ara kan sudah lihat abang pulang, sekarang lanjutkan tidurnya lagi ya.” bujuk Zayn.
Ara menggelengkan kepala. Ia malas jika harus menaiki tangga lagi.
“Ara mau tidur disini?” tanya Zayn
“Tentu saja tidak bang." jawab Ara yang semakin merajuk karena Zayn yang tidak peka.
"Lalu?"
Ara mengulurkan tangannya. "Gendong." ucap Ara manja.
Zayn pun langsung mengarahkan Ara duduk dan mengkode untuk naik kepunggungnya. Padahal biasanya Zayn sering menolak jika Ara meminta di gendong olehnya dengan alasan bahwa Ara sudah besar.
“Tumben abang langsung menuruti permintaan Ara.” tanya Ara heran.
“Ya nggak papa dek, mumpung kamu belum nikah. Nanti kalo kamu sudah menikah mana mungkin kamu minta gendong abang lagi.” goda Zayn.
Ara pun terdiam saat mendengar jawaban dari Zayn.
“Kenapa dek?” tanya Zayn yang heran melihat Ara terdiam dan tak kunjung naik ke punggungnya.
“Siapa yang bilang Ara akan menikah? Apa abang ada niatan untuk menikahkan Ara? Apa abang sudah tidak mau tinggal bersama Ara lagi” Tanya Ara bertyubi- tubi dengan mata yang berkaca-kaca.
"Bukan seperti itu dek. Apa kamu tidak berkeinginan untuk menikah?" Tanya Zayn hati- hati.
“Tentu saja Ara belum ingin menikah bang.” lanjut Ara. Zayn dan Mia pun terdiam mendengar jawaban Ara.
“Tapi dek kamu kan ngga bisa kalau hidup dengan abang dan mama terus.” ucap Zayn perlahan takut Ara merajuk.
“Hidup sama mama dan abang sudah cukup buat Ara.”
“ Ara sayang dengerkan mama. Kamu dan abangmu kan tidak bisa terus bersama sayang. Ada saatnya abangmu nanti juga menikah nak. Kan mama juga sudah kepingin gendong cucu.” ucap Mia.
"Ya sudah biarkan abang saja yang menikah dan memberikan cucu untuk mama." Protes Ara.
"Jika hanya abang yang menikah lalu kalau nanti mama tidak ada lagi di dunia ini kamu akan hidup bersama siapa?"
"Kenapa mama berbicara seperti itu?"
"Sayang umur manusia itu tidak ada yang tahu. Bisa saja bosok kamu tidak bertemu dengan mama lagi."
Ara semakin terdiam mendengar ucapan dari sang mama.
Melihat keterdiaman Ara Zayn pun memberi kode kepada mamanya untuk tidak melanjutkan ucapannya.
“Ya sudah ayo tadi katanya mau di gendong.”
Ara pun langsung menaiki punggung Zayn. Ia membenamkan wajahnya di pundak Zayn.
“Ma Zayn antar Ara tidur dulu ya, mama harus tidur juga ini sudah malam.” ucap Zayn beranjak dari duduknya.
Mia menggangguk. Zayn pun beranjak pergi dan menaiki tangga menuju kamar sang adik. Mia menatap kepergian kedua anaknya.
Zayn menurunkan Ara di tempat tidur. Tidak lupa Zayn mencium kening adik kesayanganya.
“Mimpi indah dek. Omongan abang sama mama jangan terlalu dipikirkan ya.” ucap Zayn. Ara hanya diam sambil memandang Zayn.
Zayn pun beranjak pergi meninggalkan kamar Ara.
.
.
.
Di kediaman keluarga Narendra.
"Ma."
"Ada apa pa?" tanya Valen.
“Ma El jd pulang minggu depan kan?” Tanya Tirta ingin memastikan kepulangan anak lelakinya.
“Iya memangnya kenapa pa?”tanya Valen heran.
“Ada yang pengen papa omongin.”
“Ada apa sih pa? kok kelihatannya serius sekali.” Valen penasaran.
“Ma, papa ingin menjodohkan El.” Jawab Tirta tanpa basa- basi.
"Menjodohkan El?"
“Iya, mama inget David tidak?” lanjut Tirta.
“Inget, sahabat papa kan. Memangnya kenapa pa?
“Papa sekarang sedang menjalin kerja sama dengan perusahaannya. Perusahaan itu sekarang di pimpin oleh Zayn. Dan tadi papa tidak sengaja bertemu dengan Ara. Mama masih inget Ara kan?" tanya tirta lagi.
“Ara yang mana sih pa?”
“Freeya mama adiknya Zayn.” Tirta mengingatkan.
“Kalau Freeya mama inget. Dulu kan El selalu nangis kalau di ajak untuk pulang. Malah El selalu ngotot minta di jodohin sama Freeya.” Valen tersenyum saat mengingat kembali bagaimana tingkah El waktu kecil dulu.
“Nah papa pengen jodohin El sama Freeya ma. Tadi papa sudah mengajukan lamaran kepada Zayn untuk Ara."
“Trus jawaban Zayn bagaimana pa?”
“Tadi katanya mau di omongin dulu sama Mia dan Ara.”
“Tapi kalau nanti EL menolak bagaimana pa?”
“Sudah itu nanti urusan papa. sekarang tugas mama untuk memastikan El minggu depan sudah ada di rumah.” Ucap Tirta.
"Lalu bagaimana dengan Ara?"
"Bagaimana apanya ma?"
"Bagaiman kalau Ara sudah memiliki kekasih?" Tanya Valen.
"Kalau soal itu papa berani menjamin bahwa Ara tidak memiliki seorang kekasih karena Zayn sendiri yang memberitahu papa."
"Ya sudah terserah papa saja. Tapi kalau El menolak papa jangan pernah memaksanya."
"Papa yakin El tidak akan menolak." Jawab Tirta yakin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments