"Mommy ... " Deo mendes ah pelan. Pria itu bingung karena ibunya terus bersikukuh mendesaknya supaya segera menikah. "Sudah ya. Aku malas membicarakan tentang pernikahan. Aku mau lanjut kerja, Mom," lanjutnya. Bersikap acuh dan memilih kembali ke kursi kebesarannya.
"Ya sudahlah terserah kamu saja." Dovi akhirnya mengalah. Wanita itu tahu pasti jika anak sulungnya sudah bersikap seperti ini. Tidak bisa dipaksa lagi dan memberinya ruang untuk berpikir. "Oh iya ... " Dovi mengeluarkan sebuah amplop berukuran panjang berwarna putih. Dimana amplop pada umumnya untuk sebuah surat. "Ini ada kiriman surat tagihan dari rumah sakit, kurirnya mengantar ke rumah. Apa kamu sedang sakit?" Dia bertanya kemudian.
Deo langsung menggaruk kepalanya yang merasa tidak gatal. "Kenapa tagihannya dikirim ke rumah? Biasanya ke kantor. Siapa yang tahu alamat rumahku ya?" tanyanya dalam hati.
"Oh itu. Aku hanya membantu teman. Dia mengalami kecelakaan beberapa bulan lalu," jawab Deo sesimpel mungkin. Sorot matanya agak takut melihat sang ibu, takut ibunya bertanya lebih panjang lagi.
"Oh, Mommy kira kamu sakit. Soalnya tidak ada nama pasien di surat tagihan itu. Hanya tertera namamu saja," sanggah Dovi lalu menghela napas panjang.
"Oh tidak Mom, tidak ... Coba aku lihat suratnya!" pinta Deo, sang ibu pun berdiri lalu berjalan menghampiri meja kerja anaknya untuk memberikan surat tersebut. Tangan kanan Deo seketika terulur untuk mengambilnya, dan segera membukanya. Sementara Dovi kembali ke sofa mengambil tas dan tidak duduk kembali.
"Ya sudah, Mommy pergi arisan dahulu. Kalau ada apa-apa kabari Mommy. Terutama tentang kepatian wanita pujaan hatimu yang kini tidak jelas itu," ucap Dovi, terdengar ketus. Bahkan seakan sudah enggan menerima Leika untuk menjadi menantunya.
Kebetulan saat itu Deo sedang marah terhadap kekasihnya, ia pun tidak menanggapi ucapan Mommy-nya tersebut.
"Oke Mom. Hati-hati di jalan ya. Bye," kata Deo sambil mengangkat sebelah tangannya, melambaikan tangan. Pun Dovi hanya bergumam lalu pergi keluar dari ruang kerja Deo.
Setelah Dovi benar-benar pergi, Deo meneliti kembali surat tagihan tersebut. Tidak hanya itu, dia juga mengeluarkan salah satu surat tagihan lain yang selama ini dia simpan di dalam laci mejanya itu.
Deo membandingkan diantara keduanya. "Aneh kedua surat tagihan ini berbeda. Lagi pula aku juga sudah memastikan Zean kalau surat tersebut tidak atas alamat rumah. Kira-kira siapa ya yang melakukannya?" gumamnya seraya berpikir keras.
Deo meraih ponselnya yang berada tak jauh dari jangkauan tangannya. Jempol tangan kanannya dengan lihai mengetik nama seseorang, kemudian melakukan panggilan.
"Halo? Aldo, saya punya tugas baru untukmu."
"Tugas apa Tuan?"
Deo pun menjelaskannya.
"Baik Tuan. Kirimkan saja perbandingan surat itu lewat email saya. Setelah itu, saya akan segera mencari tahu."
"Oke, saya harap kamu bisa segera menemukan pelakunya."
"Siap Tuan."
Tanpa menjawab sahutan pria yang bernama Aldo itu, Deo langsung memutuskan sambungan teleponnya.
Aldo adalah seorang detektif pribadi bagi Deo. Pria itu sebenarnya merupakan bagian dari pihak berwajib yang memiliki pangkat di dalam lembaganya. Aldo pun masih lajang. Sikap dinginnya bisa dibilang sebelas dua belas dengan Deo.
Meskipun demikian, bayaran yang diterima Aldo dari Deo tidaklah murah. Namun kedua orang tua Deo tidak mengetahui tentang Aldo. Deo bermain mulus terhadap setiap masalah yang dihadapinya, dan meminta bantuan kepada Aldo.
Makanya tak heran Fabios maupun Dovi, selalu menganggap Deo anak yang bisa diandalkan sebagai penerus kerajaan bisnisnya.
"Apa aku harus menemui wanita itu ya? Aku bahkan sudah tidak ingat wajahnya seperti apa. Pihak rumah sakit juga belum memberiku kabar lagi setelah memberitahu nformasi kalau wanita itu sudah sadarkan diri," gumam Deo, bermonolog.
...----------------...
Di rumah sakit. Keheningan ruang rawat inap berkelas VVIP itu, menenangkan Hyuna dalam tidurnya. Entah kenapa, kesunyian membuat dirinya jauh lebih tenang dibanding sebelumnya.
Sebelum kecelakaan itu terjadi, Hyuna wanita yang periang, bar-bar dan tidak bisa hanya berdiam diri di rumah. Hobinya itu pergi ke pantai, walau hanya berjemur dan melihat matahari terbit maupun tenggelam.
Sebenarnya Hyuna lebih suka keramaian. Akan tetapi, wanita itu paling malas ke sebuah pusat perbelanjaan. Maka dari itu, ia akan pergi ke pantai ketika masuk liburan panjang tiba.
Setelah sadar dari koma, Hyuna terus mengeluhkan sakit pada bagian kepalanya. Dokter pun memilih memberinya obat untuk meredakan rasa sakitnya melalui selang infus.
Keluhan itu pun membuat dokter tidak bisa memeriksakan Hyuna lebih lanjut. Sehingga membiarkan wanita itu beristirahat kembali, guna menghindari terjadinya penurunan kondisi pada Hyuna.
...----------------...
Tak terasa hari pun telah beranjak siang. Sinar matahari yang semakin menyorot, menerobos masuk pada kaca jendela dengan gorden yang sengaja dibuka diruangan tersebut.
Bahkan lampu ruangan yang tadinya membantu penerangan pun sampai kalah terangnya dari sinar sang surya itu, membuat Hyuna mulai terusik dalam tidurnya.
Tiba-tiba saja, suara langkah kaki mendekat ke arahnya. Namun, suara langkah kaki itu terdengar begitu asing.
Meskipun dia sempat koma hingga enam bulan lamanya, tapi pendengarannya mampu menghafal suara langkah kaki yang setiap sehari tiga kali menghampiri dirinya. Telinganya masih berfungsi masih sangat baik.
Wanita itu penasaran dan perlahan mulai membuka kedua matanya. Seorang pria bertubuh tegap, mengenakan kemeja berlengan panjang berwarna hitam, disingsingkan sebatas sikut.
Kulit eksotis, mata tajam, rambut klimis. Garis wajah yang tegas dengan tatapan datar. Itulah yang Hyuna lihat pertama kali ketika membuka matanya lebar-lebar pada sosok pria tersebut.
"Kamu sudah sadar, Hyuna?" tanya pria itu yang sudah berdiri, tepat di samping tempat tidurnya.
"Kamu siapa?" Hyuna mengerutkan alis, bertanya balik pada pria itu. Suaranya masih terdengar lirih dan juga lemah. Wajahnya masih tampak pucat.
"Oh iya, kenalin ... Aku Deo, Deo Ainsley. Orang yang menolongmu selepas kecelakaan, enam bulan yang lalu. Aku juga merasa lega, akhirnya sekarang kamu sudah sadar," ucap pria itu, memperkenalkan diri dengan tatapan masih sama, datar.
"Ya Tuhan, kenapa detak jantungku sangat berdebar? Dia tampan," puji Hyuna dalam hatinya. Wanita itu terpana ketika melihat wajah Deo lebih jelas. Terutama suara pria itu.
"Ke-kecelakaan? Enam bulan yang lalu?" tukas Hyuna mencoba mengingatnya. Namun nahas, sakit pada bagian kepalanya muncul kembali. Sontak Hyuna pun merintih kesakitan sambil memejamkan matanya. "Ish!"
"Iya ... Ada apa denganmu? Apa kamu ingat sesuatu apapun tentang dirimu atau kedua orang tuamu?" cecar Deo yang sebenarnya mulai panik, terlebih ketika Hyuna hanya menggelengkan kepala dan masih tetap merintih. "Baiklah, biar dokter yang akan memeriksakan kondisimu terlebih dahulu." Pria itu langsung menekan tombol merah untuk memanggil dokter.
Tak lama menunggu, dokter pun masuk bersama seorang perawat. Akan tetapi, perawat kali ini berbeda dengan perawat yang biasa memeriksakan kondisi Hyuna selama koma.
"Tuan, mohon tunggu di luar sebentar ya. Saya akan melakukan pemeriksaan pada pasien," pinta dokter, lalu Deo pun mengangguk paham dan akhirnya keluar dari ruangan tersebut.
Sebelum memutuskan untuk menemui Hyuna, Deo sempat berpikir panjang sambil berdebat dengan batinnya. Sebenarnya ada rasa ragu di dalam hatinya. Namun setelah mendengar pembicaraan mengenai pernikahan dengan ibunya, Deo pun mulai menyusun rencana lain.
Beberapa menit kemudian, dokter pun selesai memeriksakan kondisi Hyuna. Wanita itu telah kembali terlelap.
Ketika sudah berada di luar ruangan, dokter menoleh ke kanan dan kiri mencari keberadaan Deo di sana. Ternyata, Deo baru saja selesai menelepon Zean untuk meng-handle pekerjaannya.
"Tuan ... " panggil dokter lalu Deo pun menghampiri.
"Bagaimana Dok?" tanya Deo seraya menoleh sambil memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Pria itu penasaran, lalu berjalan ke arah dokter tersebut.
"Begini Tuan ... Setelah kami periksa, ternyata pasien mengalami amnesia alias hilang ingatan. Kemampuan mengingat akan masa lalu yang pernah dilewatinya sedang terganggu. Lalu ... " Dokter menjeda kata-katanya. Seketika sebelah alis Deo terangkat sebelah, sorot matanya seakan menuntut dokter untuk segera melanjutkan perkataannya. "Pasien juga mengalami kelumpuhan otot saraf pada lututnya. Mungkin karena efek koma yang dialami pasien cukup lama," papar dokter tersebut.
Vonis itu benar-benar membuat Deo terkejut, pun batinnya mulai bergelut kembali. Pria itu merasa posisi Hyuna dihidupnya tiada arti.
Terlebih wanita berusia 19 tahun itu mengalami kelumpuhan dan juga hilang ingatan. Sedangkan pria itu sedang membutuhkan sosok wanita sempurna baik lahir maupun batin supaya rencananya tetap berjalan lancar.
"Untuk amnesia sendiri, dia ada di level mana Dok? Apa masih bisa disembuhkan? Kalau mengenai kelumpuhannya, apa masih bisa diobati?" cecar Deo. Pria itu sangat ingin tahu.
"Bisa, tapi ... "
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Elisa Nursanti Nursanti
🤔🤔🤔🤔🤔
2023-01-24
1
Elisabeth Ratna Susanti
mampir lagi 👍
2023-01-19
1