Sekembalinya Alfin dari mengantar Naina. Jalanan semakin sepi mencekam, nyaris tak ada kendaraan yang melintas kecuali dirinya. Mungkin karena malam itu adalah malam Jum'at Kliwon, di mana di sebagian daerah masih menganut kepercayaan tentang sakralnya malam tersebut.
Alfin menghembuskan napas, tak lupa memanjatkan doa meminta perlindungan dari Allah. Ayat kursi dibacanya berulang-ulang kali, guna mengusir setan yang membawa rasa gelisah ke dalam hati.
Hembusan angin terasa berbeda, lebih dingin menusuk. Tubuh Alfin yang hanya dibalut kokok nyaris menggigil karenanya.
"Astaghfirullah al-'adhiim! A'uudzubillaahiminasy-syaithoonir-rojiim, bismillahir-rahmanir-rahim. Qul a'uudzu birobbil falaq. Min syarri maa kholaq. Wa min syarri ghoosiqin idzaa waqab. Wa min syarri haasidin idzaa hasad."
Alfin menggumamkan surat Al-Falaq, memohon perlindungan kepada Allah dari segala kejahatan manusia di malam hari. Deru suara beberapa motor di belakangnya terdengar menggaung. Alfin masih bersikap tenang, yakin bahwa Allah akan melindunginya.
Motor-motor itu melesat mendahuluinya, satu motor menghadang jalannya di depan, satu di samping kanan, dan satu berada di belakangnya. Alfin melirik kedua pengemudi motor tersebut. Dia merasa tertantang, dunia yang sudah ia tinggalkan seolah-olah kembali karena situasi malam itu.
Namun, Alfin tersadar, buru-buru mengucap istighfar. Memohon ampunan kepada Allah. Ia kembali tenang, kemudian memelankan laju motor dan berhenti diikuti ketiga pemotor itu. Masih lima belas menit jarak antara jalan tersebut dan masjid. Alfin sengaja berhenti untuk menanyai maksud dan tujuan mereka.
Ia turun dari motornya, menunggu ketiga orang itu datang mendekat.
"Apa maksud kalian menghadang jalanku?" tanya Alfin masih dengan sikap tenang. Dia tidak terlihat gentar sama sekali, berdiri tegak seolah-olah tak ada bahaya yang mengancam.
"Membunuhmu!" desis mereka seraya menyerang Alfin tanpa basa-basi.
Dengan sebilah pisau di tangan mereka masing-masing, ketiganya menyerang Alfin dari segala sisi. Alfin mengangkat kedua tangan, menangkis serangan dari kanan dan kiri. Melompat sambil melakukan gerakan menendang menghalau serangan dari depan.
"Apa kita punya urusan? Kenapa kalian mau membunuhku?" tanya Alfin lagi lebih bersiap dengan serangan berikutnya.
"Jangan banyak bacot, cepat kita bunuh dia!" sahut salah satu dari mereka seraya kembali menyerang Alfin.
Pertarungan sengit tiga lawan satu pun tak terelakkan, Alfin yang terlihat kalem dan agamis, nyatanya memiliki bekal bela diri yang tidak dapat diremehkan. Dalam hitungan menit, dia berhasil melumpuhkan ketiganya.
Mereka terdesak, Alfin terus merangsek menghajar ketiganya hingga tak berdaya. Wajah tenang dan kalemnya raib, berganti sangar dan mengerikan. Bola mata merah menyala, Alfin berubah buas seketika.
"A-ampun ... to-tolong ampuni kami. Ka-kami cu-cuma disuruh. Maafkan kami," mohon salah satu penjahat yang berada dalam cengkeraman Alfin. Sementara dua sisanya tak mampu lagi melawan meski kesadaran masih mereka miliki.
Mendengar suara lemah terbata itu, Alfin tersadar. Sesegera mungkin melepaskan cengkeraman dan termundur ke belakang sambil memandangi kedua tangan. Mulutnya terbuka, matanya membelalak dipenuhi penyesalan.
"Istighfar, Nak. Istighfar, wahai anak muda!"
Suara pak ustadz berdenging di telinganya. Ia mengangkat wajah, menangis menatap ketiga orang yang baru saja dihajarnya.
"Pergi! Pergi kalian dari sini! Cepat!" teriak Alfin menggema di kesunyian malam.
Ia berjongkok sambil menjambak rambutnya sendiri. Menjerit seperti seseorang yang kerasukan. Ketiga penjahat itu saling membantu untuk dapat lari secepat mungkin dari tempat tersebut. Menjalankan motor mereka sambil sesekali melirik ke belakang khawatir Alfin akan mengamuk.
"ARGH!" Alfin berteriak sambil menengadahkan wajahnya ke langit. Menangis tergugu menyesali diri karena tak mampu menahan emosi.
"Astaghfirullah al-'adhiim! Astaghfirullah al-'adhiim! Ya Allah!" Alfin menjatuhkan dahi di jalan beraspal.
Bersujud memohon ampunan sambil terisak pilu. Merasa sia-sia taubat yang ia lakukan, ternyata sulit baginya untuk mengendalikan diri agar tidak terbawa emosi ketika tersudut. Jiwa pegulat di dalam dirinya, masih melekat kuat.
"Astaghfirullah al-'adhiim ... astaghfirullah al-'adhiim ... sabar, Nak. Sabar!" Suara pak ustadz kembali terdengar, kali ini bukanlah fatamorgana belaka.
Laki-laki sepuh berkalung sorban hijau tua itu, muncul dari arah belakang Alfin. Tak sengaja melihatnya mengusir ketiga penjahat ketika melintas sepulang pengajian dari kota tetangga.
Alfin mengangkat tubuh, memandang pak ustadz dengan mata yang basah. Ia berjalan menggunakan kedua lutut menghampiri sosok alim yang membimbingnya itu.
"Pak Ustadz! Aku berdosa, Pak. Sia-sia taubatku selama ini karena aku nggak mampu mengendalikan diri. Aku berdosa, Pak," ratap Alfin sembari memeluk kaki laki-laki itu.
Pak ustadz mendesah, menengadah menatap langit sambil memohon ampunan untuknya juga pemuda yang sedang menangis di kakinya itu. Tangannya dengan lembut mengusap rambut Alfin, menurunkan pandangan sambil tersenyum.
"Bangunlah, kita pulang dulu. Naik ke mobil saya aja, ya," ucap pak ustadz sembari membantu Alfin untuk berdiri.
Pemuda itu mengusap matanya, berdiri sambil tertunduk lesu. Ia mengikuti langkah pak ustadz menuju mobil yang terparkir beberapa meter dari arah yang berlawanan.
"Innamat-taubatu 'alallaahi lilladziina ya'maluunas-suu`a bijahaalatin tsumma yatuubuuna min qariibin fa ulaa`ika yatuubullaahu 'alaihim, wa kaanallaahu 'aliiman hakiimaa.
Artinya: Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa: 17)."
Pak ustadz menghela napas setelah membacakan sebuah ayat tentang taubat. Ia melirik Alfin yang duduk menunduk di sampingnya. Menepuk bahu laki-laki itu, sembari tersenyum memberinya dukungan.
"Kamu ngerti maksud ayat tadi?" tanya pak ustadz menelisik wajah Alfin yang masih tertunduk.
Pemuda itu menggelengkan kepala, sungguh penyesalan kini mengendap di hatinya. Bersusah payah meninggalkan dunia hitam, setelah mendapatkan hidayah, masih tak mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu dunia.
"Ketika seseorang melakukan suatu kejahatan karena kejahilan ataupun karena kurangnya ilmu pengetahuan tentang agama, tapi kemudian dia segera bertaubat setelah mengetahuinya, dan berjanji tidak akan pernah melakukannya lagi maka, itulah taubat yang sesungguhnya, dan Allah akan menerima taubat orang tersebut. Insya Allah."
Alfin mengangkat wajah, menatap pak ustadz yang tersenyum padanya.
"Tapi gimana sama saya, Pak? Saya tahu itu nggak benar, tapi saya nggak bisa ngendaliin diri saya. Saya kalah, Pak Ustadz," keluh Alfin sambil menunduk kembali dan mengusap air yang keluar dari mata.
"Apa kamu melakukannya dengan sengaja ingin mengganggu mereka?" tanya pak ustadz menelisik wajah sang pemuda dari samping.
Alfin menggelengkan kepala.
"Nggak, Pak. Demi Allah, saya tersudut dan nggak tahu harus apa. Mereka memegang senjata dan mau membunuh saya. Sementara untuk meminta tolong nggak ada siapapun selain diri saya sendiri, Pak," jawab Alfin dengan wajah terangkat menatap laki-laki di sampingnya.
Pak ustadz mengangguk-anggukkan kepala, mengerti dengan perkara yang terjadi.
"Itu artinya kamu membela diri. Coba denger ini:
'An Abii hurairata qaala: "Jaa'a rajulun ilaa rasuulillaahi shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Faqaala, "Yaa Rasuulallaah, aroaita in jaa'a rajulun yuriidu akhdza maali?"
Qaala, "Falaa tu'thihi maalaka."
Qaala, "Aroaita in qaatalanii?"
Qaala, "Qaatiluhu."
Qaala, "Aroaita in qatalanii?"
Qaala, "FA anta syahiidun."
Qaala, "Aroaita in qataltuhu?"
Qaala, "Hua Fin-naar."
Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang mendatangiku dan ingin merampas hartaku?”
Beliau bersabda, “Jangan kau beri padanya.”
Ia bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu jika ia ingin membunuhku?”
Beliau bersabda, “Bunuhlah dia.”
“Bagaimana jika ia malah membunuhku?” Ia balik bertanya.
“Engkau dicatat syahid," jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Bagaimana jika aku yang membunuhnya?” Ia bertanya kembali.
“Ia yang di neraka," jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam."
(HR. Muslim no. 140)
Mendengar itu, Alfin termenung dalam diam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Rumi29
Islam melarang menyerang tanpa alasan,bukan membiarkan diri di siksa tanpa alasan.mangkanya klo ada yg bully gue trus sambil dia tonjok malah gue gebukin ampe penyot dia😂
2023-05-23
0
Junida Susilo
Pak menejer hati nya sangat busuk, menghalal segala cara untuk mencapai keinginan nya...😠
2023-01-13
1