Ajarkan Aku Ikhlas (Naina)
"Kamu yakin mau nikahin anak saya?"
Seorang wanita paruh baya berperawakan kurus dan wajahnya yang pucat, tersenyum pada seorang pemuda yang datang bersama anak gadisnya.
Mereka duduk lesehan di lantai sebuah rumah kontrakan yang tak seberapa luasnya. Saling berhadapan, menunduk karena segan.
"Iya, Tante. Saya serius sama Naina. Saya mau nikahin dia secepatnya. Itu kalo Tante kasih kami restu buat menikah," ujarnya dengan yakin.
Tak terdengar getar keraguan dari lisannya, kalimat itu ia ucapkan dengan mantap untuk meyakinkan sang calon mertua.
Wanita yang tak lain adalah Lita menghela napas dalam-dalam. Menelisik raut wajah pemuda berkumis tipis di depannya, dengan penuh pertimbangan. Lalu, lirikannya jatuh pada seorang gadis yang duduk tak jauh dari mereka.
Ia tersenyum, menggantungkan harapan pada sang ibu untuk restunya. Naina memohon lewat sorot mata agar Lita merestui hubungan mereka.
"Baik, tapi sebelum itu kamu harus dengar dulu siapa Naina. Agar di kemudian hari nggak ada yang namanya penyesalan. Apalagi setelah menikah nanti, pastinya akan menjadi masalah untuk rumah tangga kalian kelak. Apa kamu siap mendengarnya?" ungkap Lita tanpa keragu-raguan sedikit pun.
Pandangannya jatuh pada Naina, gadis itu menunduk. Apa yang dikatakan Lita menjadi dilema untuk hatinya. Lita harus melakukan itu, agar kelak Naina bisa mendapatkan cinta sejati yang tak akan pernah menyakiti.
"Saya siap mendengarnya, Tante." Jawaban tegas dari lisannya, tak membuat kegelisahan Lita menghilang.
"Kamu yakin akan bisa menerima semua yang saya ucapkan apapun itu?" tanya Lita lagi menegaskan.
"Saya siap!" jawab sang pemuda dengan tegas pula.
Lita menghela napas, sekali lagi menatap anaknya yang kali ini pun tengah memperhatikan dia. Lita berbalik menghadap pemuda itu lagi, menilik keyakinan yang terpancar di raut wajahnya.
"Kamu harus tahu, Nak. Naina itu nggak sama seperti gadis yang lainnya. Dia berbeda, tapi dia istimewa. Saya cuma nggak mau nantinya dia disakiti oleh karena masa lalu yang terkuak. Jadi, saya mau bilang dari sekarang kalo Naina itu nggak punya wali karena dia anak yang terjadi diluar pernikahan. Kelak, kalo kalian menikah, wali hakim yang menjadi walinya."
Pemuda itu mengangkat wajah dengan kedua mata yang membelalak lebar. Kepalanya berputar pelan, menatap Naina yang termangu bersiap menerima takdirnya. Gadis itu meneguk ludah, menyerahkan keputusan sepenuhnya pada sang pemuda.
Lita menghela napas, sudah ia duga bahwa laki-laki itu sama saja dengan yang sebelumnya.
"Jadi, gimana, Nak? Apa masih yakin mau nikahin anak saya?" tanya Lita kemudian.
Naina memutuskan pandangan darinya, menunduk dengan hati yang telah siap menerima kenyataan. Dia selalu ingat nasihat Lita bahwa laki-laki yang menerimanya diawal dengan keyakinan, dia pasti akan menerima segala kekurangan di akhir kemudian.
"Saya ... saya." Pemuda itu ragu, dia butuh waktu untuk memikirkan itu semua. Keluarganya perlu tahu, karena pasti wali si gadis akan dipertanyakan saat ijab kabul terjadi nanti.
"Nggak apa-apa, kamu bisa pikirin dulu aja gimana baiknya. Nggak usah maksa buat nerima asal-usul anak saya. Karena kalo tetep maksa, ujung-ujungnya anak saya yang sakit hati dan saya nggak mau itu terjadi. Silahkan dipikir dulu aja," ungkap Lita setelah menangkap keragu-raguan di dalam dirinya.
Ia mengerti, tidak mudah memang menerima kenyataan bahwa Naina yang notabene adalah gadis yang baik itu anak yang terjadi diluar pernikahan. Siapapun tak akan menyangka, dan aib itu tetap terjaga sampai dia mendengar langsung dari mulut sang ibu.
"Maafin saya, Tante. Saya emang butuh waktu buat mikirin semua ini. Saya cuma nggak nyangka aja. Nggak apa-apa, 'kan, kalo saya minta waktu tiga hari aja," ungkap si pemuda gelisah.
Ia melipat bibir, memainkan jemari, apa saja dilakukan demi menutupi rasa cemas di hatinya. Dia ragu keluarga akan menerima Naina karena hatinya pun saat ini telah meragukan keyakinannya.
Lagi-lagi hembusan napas berat dilakukan Lita untuk mengurangi rasa sesak atas kenyataan pahit yang ia terima. Kesilapan di masa lalu yang dilakukannya, berbuah pada kelangsungan hidup sang anak. Ia hanya berharap suatu saat nanti, akan ada laki-laki yang dapat menerima asal-usul Naina.
"Baik, kalo gitu. Kamu bisa datang lagi setelah tiga hari nanti, saya juga nggak mau membebankan pikiran kamu-"
"Nggak perlu! Saya menolak langsung pernikahan mereka tanpa perlu waktu buat berpikir. Enak aja anak saya yang terpelajar, terpandang, mau dinikahkan sama anak yang nggak jelas asal-usulnya. Saya nggak sudi!"
Sebuah suara menukas ucapan Lita dengan ketus dan sengit. Diikuti munculnya dua sosok paruh baya dengan gaya yang elegan. Matanya melilau ke setiap sudut kontrakan, mencibir, mengejek, keadaan sang gadis idaman anaknya.
Naina mengangkat wajah terkejut, membelalak untuk kemudian menunduk lagi. Diam-diam menyeka air yang jatuh dari mata tak ingin Lita melihatnya menangis.
Sementara sang ibu, hanya bisa pasrah dengan segala yang diucapkan wanita tersebut.
"Kalo saya tahu dia itu anak haram, udah dari dulu saya nyuruh anak saya buat tinggalin dia. Kamu itu, ya. Nanti jadi apa cucu saya kalo lahir dari perempuan kayak kamu itu, hah? Ibunya aja nggak bisa jaga diri, apalagi anaknya. Udah berapa laki-laki yang nikmatin tubuh kamu itu, hah? Jangan-jangan kamu hamil, terus minta anak saya buat tanggung jawab. Iya?!" bentak wanita tersebut menuding Naina yang terisak menahan perih.
Lita meradang, berdiri dengan susah payah untuk membela anaknya.
"Saya yang salah. Anda jangan menghina anak saya. Dia nggak tahu apa-apa, dia anak yang baik-baik. Bawa saja pergi anak Anda dari rumah kami, tapi jangan pernah merendahkan kehormatan anak saya!" hardik Lita tidak terima Naina direndahkan.
Bukannya takut ataupun merasa bersalah, tapi wanita itu justru mencibirkan bibir mengejek. Menatap jijik pada Naina yang terus menunduk dengan kedua bahu yang terguncang.
"Siapa juga yang betah berlama-lama ada di sini. Rumah sempit, pengap, bikin sesak napas ditambah yang huni perempuan nggak bener semua. Ibunya p*l*cur anaknya anak haram. Cuih! Ayo, pergi! Ibu nggak sudi punya mantu anak haram, apalagi besannya wanita nggak bener. Bisa-bisa kamu diracuni sama mereka. Ayo!"
Dia menarik tangan anaknya yang hanya diam selama penghinaan terhadap Naina dan ibunya terjadi. Tak lagi menatap gadis itu meskipun untuk terakhir kalinya.
"Yah, pergi! Pergi aja kalian semua, jangan pernah datang lagi ke hadapan anak saya! Kalian manusia jahat yang nggak punya hati!" teriak Lita sembari menuding mobil mereka yang perlahan meninggalkan tempat tersebut.
"Ibu! Ibu, udah. Jangan marah-marah, nanti sakit Ibu kambuh."
Naina yang mendengar Lita berteriak keras, bangkit untuk menenangkan ibunya. Ia memeluk tubuh Lita, menangis bersamaan menahan perih karena hinaan.
Lita lemah tak dapat menahan tubuhnya sendiri, ambruk di lantai menangis sesenggukan.
"Udah, nggak apa-apa, Bu. Nai nggak apa-apa, kok. Ibu jangan nangis lagi," ucap Naina sambil mengusap wajah Lita yang basah.
"Maafin Ibu, Nai. Kamu kayak gini karena kelakuan Ibu dulu. Semua karena kebodohan Ibu, kamu harus menanggung aib ini. Maafin Ibu, Nak," mohon Lita penuh penyesalan.
Penderitaan yang dialaminya belum seberapa bila dibandingkan dengan apa yang dia lakukan dulu terhadap Seira.
"Udah, Bu. Nggak apa-apa, nggak usah dipikirin lagi, ya." Naina mendekap tubuh Lita dengan erat.
Air matanya terus tumpah, ia bahkan menggigit bibir supaya tidak terisak.
"Ibu cuma berharap, suatu hari akan ada laki-laki yang bisa nerima kamu apa adanya, Nak. Mencintai kamu dengan tulus. Sabar, sayang. Ibu ... Ibu ... argh!"
Lita meringis sambil memegangi dadanya.
"Ibu! Ibu! Ibu kenapa?"
"Sa-sakit ... dada Ibu ... sa-sakit," ucap Lita terbata.
"Ibu, ya Allah. Ibu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
🌈Rainbow🪂
👣
2023-03-01
1
Bintang Yafi
aku mampir thor,baru baca satu bab aja udah sedih😭😭
2023-02-27
2
Enok Wahyu.S GM Surabaya
Naina yg kuat ya sayang 🤗🥰😘😘
2023-01-06
1