Bab-01 Awal dari semuanya

'Si Gina anak haram!'

Sebuah julukan dari teman-teman sekolah ku dulu membuat ku selalu tersenyum miris akan nasib ku yang terlahir dari hubungan yang terlarang antara seorang pegawai dengan atasannya. Terkadang aku menyesali atas kelahiran ku, tapi ku sadar, ini semua adalah takdir yang bahkan tidak akan bisa di hindari walaupun aku sangat ingin untuk memilih agar tidak di lahirkan kedunia ini.

Gina Utami, gadis cantik dengan usia yang masih sangat muda, harus memutar otaknya untuk mendapatkan penghasilan lebih agar bisa menyelesaikan pendidikannya dan mewujudkan cita-cita nya untuk menjadi seorang yang berdedikasi tinggi serta sukses walaupun ia sadar akan sulit untuk mencapai itu semua.

Gina tahu akan cerita bagaimana dia ada sampai terlahirkan kedunia, tapi dia juga tidak bisa menghindari rasa benci terhadap wanita yang telah melahirkannya. Gina selalu berpikir penyebab julukan itu tak lain dari ibunya sendiri, ia selalu menyalahkan ibunya atas Bulyan yang dia terima semenjak duduk di bangku sekolah menengah dulu bahkan sampai sekarang.

Nur, wanita paruh baya yang selalu merasa bersalah atas apa yang anaknya hadapi. Ya, Nur adalah ibu dari Gina. Nur selalu berusaha untuk membuat Gina bahagia. Tapi, dia merasa usahanya sama sekali tidak di lihat oleh anaknya.

Sampai tiba ibu Nur pun jatuh sakit, tanpa Nur sadari Gina selalu mengkhawatirkannya tanpa ingin ibu nya tahu. Hari demi hari penyakit yang saat ini Nur derita semakin parah Gina pun membawa ibunya ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan yang pantas walaupun lagi-lagi Gina tidak ingin ibu-nya melihat sikap peduli darinya.

''Maaf, apa anda keluarga dari ibu Nur?'' tanya seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan ICU untuk memeriksa keadaan Nur.

''Emmm, iya. Saya anaknya," jawab Gina dengan ragu.

''Begini, tumor yang tumbuh di dalam tubuh ibu Nur harus segera di angkat, dan itu harus melalui tindakan operasi.''

''Tumor?''

''Apa anda tidak tahu soal itu?'' Gina pun menggeleng.

''Oprasi?maaf Dok, berapa kira-kira biaya nya untuk operasi nya, Dok?'' Dokter pun menyebutkan angka nominal yang lumayan besar dan itu membuat Gina kebingungan.

Dari balik pintu berbahan material kaca, Gina menatap wajah pucat ibu nya, wanita yang selama ini selalu ia benci, wanita yang selama ini tidak pernah ia harapkan keberadaan nya, wanita yang selalu menerima sikap buruknya dengan ikhlas dan membalasnya dengan senyuman juga perhatian layaknya ibu ke anak terkasihnya.

Rasa bersalah itu muncul, bahkan ia merasa sangat sedih dan takut akan kehilangan sosok wanita tegar itu. ''Aku yang tahu kalau sebenarnya ibu tidak bersalah, tapi aku tetap membencimu,'' ucapnya dengan bergumam.

Suara sepatu Gina menggema di sepanjang koridor, ia menyeret kakinya dengan pikiran yang entah melayang kemana. Gina memutuskan untuk duduk di sebuah kursi taman, ia benar-benar bingung, harus mencari kemana biaya sebesar itu untuk pengobatan ibunya.

''Dari mana aku bisa mendapatkan uang sebesar itu, bahkan jika aku menjual rumah ibu, itupun tidak akan bisa menutupi seluruh nya,'' ucap Gina menatap setangkai bunga yang dia petik dari taman rumah sakit.

''Saya rasa, saya bisa membantu kamu,'' ucap seseorang yang duduk di kursi belakang Gina.

Mendengar suara itu, yang sepertinya memang sengaja menyahuti ucapannya barusan, akhirnya Gina menoleh, alisnya terangkat dan menatap heran, ''Apa nenek sedang bicara padaku?'' tanya Gina pada seorang perempuan tua yang menyahuti gumaman nya.

''Ya, memangnya disini ada orang lain selain kita berdua?'' Gina memperhatikan setempat, kepalanya menggeleng secara spontan, karena memang tidak ada orang lain yang berada di dekat sana, ya hanya ada mereka berdua saja.

''Saya bisa menyelesaikan permasalahan mu, tapi ada syaratnya,'' ucap perempuan tua dengan ketus nya.

''Nenek mau membantu ku? tapi kita kan tidak saling kenal.''

''Anggap saja bantuan ku ini sebuah kesepakatan yang saling menguntungkan.''

''Maksudnya?''

''Nenek akan membiayai operasi ibumu, bahkan ibumu bisa mendapatkan fasilitas yang paling bagus asalkan kamu mau menikah dengan cucuku.''

Ucapan nenek itu mengundang rasa heran pada diri Gina, ya.. mengenal pun tidak, tapi nenek yang baru saja di jumpainya itu berniat ingin membantunya dengan syarat yang menurutnya tidak masuk akal.

''Hah? menikah? Nek, kita tidak saling kenal, kenapa tiba-tiba Nenek mau aku menikah dengan cucu Nenek. Nek saat ini aku sedang kebingungan jangan buat aku semakin bingung. Kalau begitu aku permisi.''

Gina melangkah pergi namun langkahnya terhenti saat perempuan tua itu berkata sesuatu lagi padanya.

''Jangan terburu-buru mengambil keputusan, pikirkan saja dulu tawaran ku. Nenek akan kesini lagi besok untuk menemui mu, dan nenek mau kau sudah memikirkan itu.'' Perempuan tua itupun pergi meninggalkan Gina yang terpaku di tempatnya.

Pertemuan nya dengan seorang nenek itu membuat nya terus terbayang-bayang, dan Gina juga baru menyadari, dari mana nenek itu tahu kalau dia membutuhkan uang untuk biaya operasi ibunya, karena seingatnya ia tidak menyebutkan perihal itu.

''Dari mana nenek itu tahu kalau aku butuh duit untuk biaya operasi ibu?'' gumam nya.

Gina pergi dari taman dan menuju kamar ibunya di rawat hanya untuk berpamitan pulang, tangannya mengusap kaca penghalang antara ibu dan dirinya. Air matanya menetes begitu saja tanpa permisi, hatinya sakit melihat sang ibu terbaring lemah di atas ranjang kesakitan itu, tapi dia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa.

"Aku tidak ingin kehilangan mu, Bu."

Kakinya melangkah pergi dengan berat, meninggalkan rumah sakit dengan sebuah bis kota yang selalu ramai pada saat jam pulang orang-orang bekerja, berdesakan dengan penumpang lainnya tapi Gina tidak mengeluh akan hal itu.

Dirinya memang berada di sana berdesakan dengan orang-orang, tapi pikiran nya tidak, pikiran nya berada di rumah sakit, bagaimana nasib ibunya jika ia tidak mendapatkan uang untuk biaya operasi.

Sesampainya ia di rumah sederhana yang di beli Nur dari hasil kerjanya semasa muda itu, Gina terus mengedarkan pandangannya, mengingat sikap buruknya terhadap sang ibu. Di rumah itulah ia tumbuh besar dengan kasih sayang nyata dari ibu tapi bahkan tidak sama sekali ia hargai kasih sayang itu.

Kakinya melangkah lagi menuju kamar yang pintunya hanya terbuat dari gorden usang, membuka lemari pakaian dan mengambil sebuah berkas yang ternyata itu adalah surat kepemilikan tanah dan rumah, ia menimbang-nimbang untuk menjualnya, tapi menjual rumah tidak seperti menjual permen yang hanya menunggu beberapa saat akan terjual dengan mudah.

Berulang kali Gina membuang nafasnya, merasa tidak berguna sebagai seorang anak, tangannya bergerak lagi mengambil sesuatu dari dalam tasnya, sebuah buku kecil berwarna biru yang ternyata sebuah buku tabungannya hasil ia bekerja selama ini.

"Mana cukup," keluhnya lagi. Namun tiba-tiba ia teringat seorang nenek tua yang menawarkan kerjasama dengannya, tapi ia buang pikiran itu jauh-jauh karena merasa tawaran itu hanyalah bualan seorang nenek yang sedang bosan.

Terpopuler

Comments

Nur Inayah

Nur Inayah

lanjut touur aq suka jalan ceritanya bagus

2023-04-28

0

Mommy QieS

Mommy QieS

Aku like n subscribe kak

2023-01-09

0

Mommy QieS

Mommy QieS

Tak kira tadi sosok perjaka, kak😁😁

2023-01-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!