MY STRIKER MY LOVE
Pagi hari telah datang. Sinar mentari menyorot perkotaan dengan hangat. Aku pun baru saja sampai di tempat kerjaku. Tempat kerja pertama setelah lulus dari perguruan tinggi. Dan ya, aku menyukai tempat kerjaku ini.
Hari ini adalah hari ke duaku bekerja di kantor redaksi majalah olahraga ibu kota. Dan sebagai anak baru tentunya harus menurut apa kata seniornya. Tapi sepertinya hal itu tidak akan berlaku bagiku. Seperti kisah yang terjadi padaku ini. Aku tetap menjalankan kewajibanku tanpa mendengarkan apa kata mereka.
"Namamu Hana?"
Seorang pria berusia enam puluh tahun tampak baru saja mengakhiri sambungan teleponnya. Dia mengenakan kemeja kaus dengan penampilan postur tubuh yang besar. Dia adalah bosku, namanya Tuan Hakiri. Bos besar redaksi majalah olahraga ini. Dan katanya dia sangat pelit kepada karyawannya. Entahlah, aku juga tidak tahu.
"Benar, Pak. Saya Hana. Saya baru kemarin diterima bekerja di sini," jawabku seraya tersenyum padanya.
Bosku tampak manggut-manggut sambil duduk di kursi kerjanya. Sedang aku masih berdiri di hadapannya. Aku tidak dipersilakan untuk duduk sama sekali. Entah dia lupa atau memang harus seperti ini sikap seorang bawahan kepada atasan. Aku sendiri tidak mempersalahkan. Aku mencoba mengikuti arusnya saja.
"Kami sedang mencari jurnalis untuk meliput kegiatan klub sepak bola kota ini. Tapi mereka tidak ada yang bersedia terjun langsung ke lapangan. Bisakah kau carikan jurnalis untuk kami? Atau mungkin punya seorang teman yang menyukai dunia lapangan." Tuan Hakiri berbicara padaku.
Tentu saja kabar ini adalah peluang bagiku untuk mendapatkan perhatian bos. Segera saja kutawarkan diri ini jika siap menjadi jurnalis tersebut.
"Saya siap terjun ke lapangan, Pak. Saya bersedia." Dengan penuh semangat aku mengatakannya.
Bosku tampak kaget. "Kau yakin? Ini akan memakan waktu yang lama sampai piala dunia berakhir. Kau membutuhkan waktu tiga sampai empat bulan untuk meliput mereka." Bosku mengingatkan.
Aku mengangguk. "Saya siap, Pak. Tentunya saya juga meminta fasilitas yang mendukung untuk bekerja di lapangan. Saya berharap Bapak dapat memberikannya." Kututurkan harapanku.
Bosku mengangguk-angguk. "Baiklah. Kau akan mendapatkan fasilitas kantor. Kau bisa mengendarai mobil? Ini kunci mobil selama bertugas di lapangan. Dan juga pihak redaksi akan memberimu gaji sepuluh kali lipat dari biasanya. Tapi ingat! Berikan laporan yang terbaik dari liputanmu." Dia mengatakan.
Apa?! Sepuluh kali lipat?!!
Mungkin inilah yang dinamakan keberuntungan. Kemarin aku melamar kerja dan langsung diterima, dan hari ini dijanjikan bayaran yang amat tinggi dari kantor redaksi majalah. Tentunya aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku yakin pasti bisa meliput dengan baik semua kegiatan klub sepak bola itu.
"Baik, Pak. Saya siap!"
Lantas kami pun segera membuat nota perjanjian untuk empat bulan ke depan. Aku menerima pekerjaanku sebagai seorang jurnalis klub sepak bola kota ini. Semoga saja semuanya berjalan lancar dan terkendali. Aku berharap itu.
Tiga jam kemudian...
Jam menunjukkan pukul sebelas lewat tiga puluh lima menit. Tak terasa sebentar lagi jam makan siang akan segera tiba. Aku pun masih sibuk di depan meja kerjaku. Aku menyusun rencana kerja untuk esok hari sebelum terjun ke lapangan. Tapi ternyata, perutku mulai keroncongan. Aku pun mengambil makanan ringan dari dalam laci meja kerjaku.
Untung tadi bawa cemilan sebelum ke kantor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
LalaLolita
Cemilannya pasti disimpen di laci meja.. hihihi..
2023-02-10
1
Leo Nil
Si Hana kek aku, suka bawa camilan wkwk
2023-01-19
0
HARTIN MARLIN
Assalamualaikum hai 🖐🖐 salam kenal dari ku
2023-01-03
1