Gea masih berpikir mengenai solusi dari temannya.
"Kau itu kadang kadang kau ya, gile bener itu dwit sebanyak satu miliar." Kata Veliana.
Sedangkan Gea terlihat tengah berpikir.
"Gea, gimana menurut kamu? ah Elu mah, dikasih solusi malah diem."
"Bukan gitu Ray, takutnya nanti akan ketahuan. Jugaan mana ada lelaki yang bisa dipercaya omongannya, apa lagi udah dikasih uang." Ucap Gea yang tidak mau ambil resiko.
"Terus, mau pakai cara gimana? mana bisa dapetin cowok dengan cuma-cuma, kalau kamu punya pacar nah, itu mudah. Lah kamu aja gak punya pacar, gimana coba?"
"Masalahnya itu, aku harus punya anak."
"Tuh, dengerin Ray. Memangnya kamu mau, berhubungan dengan lelaki yang gak kamu sukai? bayangin aja deh kamunya."
Raya nyengir kuda.
"Ya dibuat perjanjian, gitu. Ngelakuinnya dengan suasana gelap, gak usah terang gitu." Kata Raya dengan ide konyolnya.
"Elu itu ya, kalau ngasih ide kek makan cabai mentah, main ceplus aja." Kata Veliana.
"Ya nih, aku juga pinginnya melakukan sesuatunya itu dengan sama-sama tidak merasa dirugikan. Takutnya kek mana gitu, ah takut ah akunya." Ucap Gea yang tengah cemas dibuatnya.
"Makanya, pacaran dong. Jadi, pas bareng cowok itu gak gugup gugup amat, gitu."
"Aku tuh udah males pacaran, kapok." Jawab Gea lagi-lagi membenarkan kaca matanya.
"Ya namanya juga pacaran, jangan dibuat serius." Kata Veliana.
Gea menggelengkan kepalanya, menolak atas saran dari Veliana yang ikut komentar.
"Gimana nih dengan ide dariku tadi, bisa kamu terima, 'kan?"
"Aku pikir dulu aja ya, Ray. Takutnya aku gak ada uang sebanyak itu." Kata Gea yang was-was karena belum mengecek saldo yang dimilikinya.
Selama kecil, Gea selalu menyisihkan uang yang menurutnya tidak ada gunanya untuk berfoya-foya, pikirnya.
"Semoga aja tabungan kamu luber, kita bisa kecipratan."
"Ya deh, nanti aku pikirkan lagi." Ucap Gea.
Setelah membicarakan soal Gea, tidak terasa sudah waktunya untuk pulang ke rumah.
"Ray, Vel, udah waktunya untuk pulang nih. Aku pulang duluan aja ya, takutnya kedua orang tua aku marah. Besok aku kasih jawabannya di kampus, bye."
"Ya, ok. Sampai ketemu lagi besok di kampus, hati-hati ya Gea."
Gea mengangguk.
Setelah berpamitan pulang, Gea segera naik mobilnya yang sudah menunggunya.
Sambil bersandar memikirkan ide yang diberikan dari temannya itu, Gea mencoba untuk mencernanya lagi. Takut, tidak sesuai yang di pikirkan.
Pak Didin yang selaku supirnya, merasa heran dengan Gea yang terlihat lesu. Biasanya sering mengajaknya mengobrol walau hanya tidak penting, tapi kini seolah seperti menyimpan beban yang berat.
"Pak Didin." Panggil Gea tiba-tiba.
"Ya, Nona, ada apa?" tanya balik oleh Pak Didin.
"Bi Narsih kapan kembali kerja, Pak?"
"Nanti setelah urusan di kampung selesai, Nona. Soalnya ibu mertua Bapak sedang sakit-sakitan, jadi istrinya Bapak di suruh tinggal di kampung untuk sementara waktu, sampai keadaan mertua Bapak sembuh." Jawab Pak Didin.
"Lama ya, Pak?"
"Gak sih, Non. Mungkin satu minggu lagi sudah kembali ke kota, doakan saja, semoga tidak ada halangan. Memangnya Nona ada perlu apa dengan Bi Narsih?"
"Enggak ada apa-apa kok, Pak. Kirain Bi Narsih gak balik lagi ke kota, soalnya sepi gak ada Bibi." Jawab Gea sambil melihat jalanan.
Percakapan antara Gea dan supirnya hanya untuk menghilangkan kejenuhannya, lantaran begitu penat untuk mengatasi masalah yang ia dapati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments