RUMAH ANGKER

RUMAH ANGKER

Rumah baru

''Selamat datang ya Bu Zulaikha dan Pak Radit, semoga kalian betah tinggal di desa ini.'' Pak RT berkata dengan begitu ramah, aku menyuguhkan teh hangat beserta kue kering di atas meja di depan Mas Radit dan Pak RT, sebagai cemilan teman ngobrol mereka. Suamiku dan Pak RT duduk di kursi yang ada di teras depan rumah, aku berulangkali menawarkan agar Pak RT masuk ke dalam rumah, duduk di ruang tamu saja, tapi beliau selalu menolak, katanya ngobrol di luar jauh lebih nyaman dan katanya juga, ia tidak akan lama bertamu di rumah kami. Rumah yang baru sehari kami tempati.

''Iya, Pak. Insya Allah kami akan betah. Desa ini terasa begitu adem udaranya, dengan pohon-pohon yang tumbuh dengan rindang mengelilingi rumah, membuat suasana terasa begitu adem dan nyaman. Istri saya sangat suka sama tempat-tempat asri seperti ini.'' Mas Radit membalas ucapan Pak RT sambil menyeruput teh yang aku suguhkan, dan aku mengangguk kecil, sebagai tanda kalau aku setuju sama apa yang di katakan oleh suamiku. Aku duduk di bawah, di atas anak tangga teras rumah dengan menghadap ke samping, tatapan mataku fokus melihat ke rumah yang ada di samping rumah kami, rumah tak berpenghuni, aku melihat ke arah jendela rumah, entah kenapa rasa-rasanya aku seperti melihat seseorang tengah berdiri di dekat jendela, dan orang itu seperti tengah memperhatikan aku juga. Berulangkali aku mengucek mataku, untuk memastikan kalau aku sedang tidak salah lihat. Kadang sosok orang yang berdiri di jendela itu terlihat, dan kadang tidak, hingga aku bingung sendiri karenanya.

''Dek, kamu kenapa?'' pertanyaan dari Mas Radit berhasil mengalihkan perhatian ku, hingga aku tidak memperhatikan rumah itu lagi.

''Mas, itu, aku seperti tengah melihat orang sedang berdiri di dekat jendela rumah besar itu,'' jawab ku sambil menunjuk kearah rumah bertingkat tak terawat.

''Mana ada, Dek. Kamu jangan ngawur gitu,'' sanggah Mas Radit.

''Tapi ....,'' ucapan ku menggantung, aku melihat ke arah jendela lagi, dan ternyata memang tidak ada apa-apa di sana. Yang terlihat hanya tirai berwarna putih yang tergantung di jendela.

''Iya Bu Zulaikha, lagian rumah itu sudah dari beberapa tahun tidak di huni,'' timpal Pak RT.

''Sayang sekali, ya, Pak. Padahal rumah nya begitu bagus dan besar, bertingkat pula.'' Ucap Mas Radit.

''Iya. Tapi kami warga setempat tidak tahu pasti siapa pemilik rumah besar itu. Karena waktu penghuni rumah itu masih tinggal di rumah itu, mereka tidak mau berbaur sama warga setempat, mereka itu tertutup.'' Jelas Pak RT.

''Emang sebelum pindah mereka tidak melakukan pendataan Pak?'' tanyaku penasaran.

''Mereka itu orang berduit, jadi mereka bertindak semau mereka. Waktu itu saya belum menjabat sebagai Pak RT. Tapi Pak Yanto lah yang menjadi RT waktu itu, tapi sayangnya Pak Yanto sudah meninggal dunia dua tahun yang lalu.''

''Innalillahiwainnaillahirrojiun.'' Aku dan Mas Radit berucap bersamaan.

''Ya sudah kalau begitu saya pamit dulu, ya. Kalau ada apa-apa dan butuh bantuan, kalian temui saja saya dirumah.''

''Baik Pak.'' Jawabku dan suamiku bersamaan.

Pak RT berlalu pulang ke rumahnya dengan mengendarai sepeda motor, karena jarak antara rumah yang di tempati nya dan jarak rumah baru kami lumayan jauh. Rumah kami berada di ujung desa, terpencil dari rumah-rumah warga lain dan bertetanggaan dengan rumah besar dan megah tapi tak berpenghuni.

Selepas kepulangan Pak RT, Mas Radit juga pamit masuk ke dalam rumah, katanya ia ingin melihat Putra kami yang tengah tidur di kamarnya.

Kini tinggal aku sendiri di teras rumah, lagi-lagi tatapan ku tertuju ke rumah besar itu, entah kenapa bulu kudukku jadi merinding menatap rumah itu. Rumah yang tumbuhan merambat sudah menjalar hingga ke lantai dua. Aku sebenarnya merasa tidak nyaman karena harus bertetanggaan dengan rumah besar tersebut, tapi apa mau di kata, karena di desa yang baru kami singgahi tidak ada rumah lain lagi selain rumah yang kami tempati sekarang. Karena suatu tugas dan bentuk pengabdian nya, terpaksa aku harus mengikuti kemana saja suamiku pergi, termasuk pindah ke desa terpencil, karena suamiku akan menjadi kepala sekolah di sekolah dasar yang ada di desa ini.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!