Kacamata hitam menutupi kedua bola mata pria tersebut, bibir merah muda dan wajah putih mulusnya terbasahi air mata yang sedikit demi sedikit menetes. Bunga diatas pemakaman tersebut bertambah setelah seorang wanita menaburkanya.
"Aku turut berduka cita atas meninggalnya papah mu vin, tapi kamu jangan terus meratapi kepergianya. Mama mu dirumah masih belum sadarkan diri. Ayo kita pulang" ucap seorang wanita cantik. Tapi pria tersebut masih belum beranjak bangun. Wanita tersebut masih menunggunya, sambil memegang pundak pria tersebut.
"Vin please! Ayo kita pulang kasihan sama mama mu."
"Benar kata nyonya Aira, tuan. Alangkah baiknya kita pulang dulu." sambung Andreas asistantanya.
Pria yang bernama Alvin pun bergegas bangun dan masuk ke mobil nya disusul Andreas dan Aira.
"Nyonya gak masuk?" Sambil membuka kaca mobil dan ada Aira yang hanya melihat Alvin dari luar.
"Nggak. Saya bawa mobil sendiri. Titip Alvin aja ya."
"Baik nyonya."
Keheningan dalam mobil pun terjadi, hanya ada suara halusnya mesin mobil yang melaju kencang. Saat mobil akan berbelok menuju arah rumahnya.
"Pergi ke apartement ya! Saya gak ke rumah dulu." Sambil mematikam handphone yang banyak notifikasinya saat dicek.
"Iya tuan." jawab Andreas yang Fokus menyetir.
Tibalah di Apartement.
"Kamu gak usah turun, pergi ke rumah cek keadaan mama."
"Baik tuan."
Mata sembab dengan fikiran yang sedang kacau, membuat kepalanya sakit.
"Pah, aku percaya engkau telah tiada. Kita tidak bisa berbicara bersama lagi. Hanya lewat mimpi itu pun kemungkinan pah."
Sambil menutup matanya dia tertidur.
Rumah yang sangat besar dan luas dengan taman yang sangat indah. Disepanjang jalan penuh tulisan duka cita. Pembisnis, keluarga besar, karyawan, dan yang lainya masih memenuhi rumah tersebut.
Tibalah mobil mewah berwarna merah. Turunlah Aira dengan bergegas masuk ke rumahnya. Spontan pandangan orang-orang tertuju kepadanya.
"Tante Indah?" Bisikan Aira kepada wanita yang masih berbaring lemas, wanita yang berusia kisaran 45 tahun tersebut masih tidak percaya akan kepergian suaminya.
"Aira?" Suara Indah memanggilnya dan rasa ingin memeluk Aira, sangat menggebu saat dirinya masih dalam keadaan masih berbaring. Suara tangisan kedua wanita tetsebut pun pecah dan semakin kencang.
"Tante, gak percaya papa nya Alvin lebih dulu pergi ninggalin tante disini. Tante udah berusaha sebaik mungkin merawatnya. Tadi malam papa mau dibikinin teh hangat pake madu ra. Terus minta lagi air putih segelas, tapi dia seperti kesusahan bernafas. Pas tante mau menelpon Dokter, papa nya Alvin malah menarik Baju tante. Dia memeluk tante. Saat tante kembali memeluknya denyut jantung nya gak kerasa ra. Nafasnya juga gak terasa ke tubuh tante." Dengan suara yang terisak-isak membuat aira semakin menangis.
"Tante. Lihat aira tan!" Sambil memegang lembut wajah Tantenya dan menyuruhnya agar menatap matanya.
"Ini semua sudah terjadi tan. Aku sedih tante sedih Alvin pun sedih. Semua yang sayang sama Om Ali pasti sedih. Tapi kita gak bisa kaya gini terus tan. Ini air mata aku, aku hapus dan ini air mata tante ini aku juga hapus. Gak boleh ada lagi kesedihan diantara kita semua tan." ucap Aira dengan suara masih bergetar.
Malam yang dingin dengan suar air hujan yang sangat kencang. Ruangan apartement yang gelap, hanya sedikit cahaya dari jendela karena gorden yang masih terbuka. Membuat Kedua bola mata itu terbangun, walaupun kepala yang masih berat karena sakit. Alvin berjalan menuju kulkas untuk mencari segelas air putih.
Kemudian dia minum sambil berdiri didekat jendela dan melihat banyaknya air hujan yang turun sangat deras.
Lampu kota yang hanya terlihat pantulan cahayanya. Membuat dirinya teringat akan apa yang sudah terjadi sebelum dia tertidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments