Part 02

“Push up....”

“I-iya ta-hu, ta-tapi ke-kenapa di atas tubuh saya?” Kiko mencekam seprei kuat, tubuhnya kaku. Wajah pucat, saat tubuh pria di atasnya berkali-kali menyentuh tubuhnya.

“Tidak ada cara lain, tidak ada enam puluh detik. Mungkin mereka bisa mendobrak pintu,” sahutnya kesal, ketika harus melakukan push up. Ditempat yang empuk.

Brak! Brak! Brak.

Dobrakkan yang dilakukan tiga bodyguard itu. Membuat pria itu, menjulurkan kepalanya keluar selimut.

“Ini menyiksa saya Pak!” protes Kiko memukul pinggangnya.

Cepat pria itu menarik selimut menutupi kepalanya kembali.

“Kau pikir hanya kau yang tersiksa?” sergahnya menundukkan kepalanya, menatap Kiko yang berkeringat.

Padahal suhu AC ada di batas maksimal. Namun entah mengapa dua orang yang ada di dalam selimut. Berkeringat.

BRAKKKK! Pintu berhasil dibuka.

Pria itu mempercepat push upnya. Nafasnya memburu, dahinya yang dipenuhi oleh keringat. Menetes di wajah Kiko.

Ketika posisi tubuhnya ke bawah. Ia berbisik di telinga Kiko, agar membukan kancing kemejanya. Namun ditolak mentah-mentah dengan gelengan cepat. Ia yang kesal, kembali mempercepat gerakan push upnya. Meskipun situasinya engap. Karena satu selimut dengan seorang wanita.

“Pelan-pelan!” protes Kiko barusan membuat tiga bodyguard. Yang memegang pistol dengan posisi berjaga-jaga. Menoleh ke arah ranjang.

Dalam keadaan temaram, tiga bodyguard itu menatap ke arah ranjang. Ketiganya meneguk ludahnya kasar. Mendapati selimut naik turun.

“Medasahlah,” pintanya disela keringat mulai membasahi seluruh tubuhnya.

Kiko menggeleng, meremas seprai semakin kuat. Ia tidak mau, sebab itu bisa memancing. Hasrat seksual pria di atasnya.

“Eughhhh” Pria itu mengerang panjang. Menatap Kiko tajam.

Kiko menggigit bibir bawahnya. Sebab kali ini dialah yang mendominasi rangsangan seksual, yang kian membuncah. Ketika pria di atasnya mengerang.

Tiga bodyguard itu saling tatap. Bergidik ngeri.

“Lakukan cepat, saya tidak mau orang yang mengejarmu. Menyingkap selimut. Bisa-bisa reputasi saya bisa rusak. Jika wajah saya dikenali mereka,” gumamnya yang terdengar jelas di telinga Kiko. Namun tidak di telinga bodyguard yang berdiri mematung, berusaha melangkahkan kakinya mendekati ranjang, namun kaku.

Kiko menarik nafas dalam-dalam. Mencoba mendesah sebagaimana, perintah pria berambut hitam.

“Semakin kencang, jangan medasah saja. Buat ucapan yang membuat orang yang mengejarmu yakin. Jika yang ada di kamar ini bukan kamu.” Entah berapa kali ia melakukan push up naik turun. Ia tak peduli, yang penting tiga bodyguard yang mengejar Kiko segera keluar.

“Pelan ...pelan Mas .. agrhhhhhhhhhhh ...aku tahu. Aku tadi sempat menolak.” Mendesah sejenak. Menarik nafas, dan berkata, “Ini pertama bagiku. Tidak tahu denganmu.”

Pria itu mengumpat kalimat terakhir Kiko.

“Rasakan ini!” geramnya mencekik leher Kiko. Membuat gadis itu berteriak histeris.

Melihat pergulatan yang tidak wajar. Salah satu bodyguard itu mengajak temannya pergi.

“Sepertinya kita salah kamar, mereka pasangan gila....” Monolognya di akhir kalimat. Meninggalkan kamar membanting pintu kasar.

“Cepat menyingkir dari posisi laknat ini....” Kiko mengeram memukul dada pria itu. Yang hanya diam menyunggingkan senyum sinis. Sembari menyibak selimut hingga punggung.

“Siapa namamu?”

“Kepo, kau cepat minggir.” Kiko mendorong tubuhnya. Hal itu justru membuatnya semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Kiko.

“Baiklah kalau tidak mau memberi tahu. Saya punya panggilan yang cocok sesuai karaktermu,” ujarnya berguling ke kiri. Menatap atap kamar. Diam sejenak, berusaha mengatur napasnya.

Kiko segera bangkit dari tidurnya. Namun belum sempat ia turun ke ranjang. Pria itu mencekal tangannya kasar. Membuat tubuhnya kembali terjatuh di samping pria berambut hitam.

“Kadrun! Ya itu cocok untukmu,” ujarnya setelah berpikir lama. Ia memiringkan badannya.

Kiko menelan ludahnya kasar. Situasi saat ini justru lebih menakutkan. Ketimbang di bawah selimut.

Pria itu menyelipkan rambutnya yang menutupi wajah, ke daun telinga.

Kiko terdiam membeku.

“Pikiranmu terlalu sempit, untuk memikirkan. Bagaimana caranya keluar dari situasi tersulit. “ Menjitak kening Kiko keras. Kiko meringis mengusap dahinya, tak berani membantah.

“Keluar dari kandang macan masuk kandang singa. Apa kau tidak berpikir dahulu sebelum melakukan sesuatu?” tanyanya memegang dagu Kiko. Digoyang-goyang sedikit, sejurus kemudian ia mulai mendekatkan bibirnya dengan bibir milik Kiko. Ia tersenyum menyeringai. Melihat kegugupan pada Kiko. Cepat IA menghempaskan dagu Kiko dengan kasar, berangsur duduk. Menyandarkan punggungnya dikepala ranjang. Tatapan lurus ke arah tembok.

Bersamaan dengan itu Kiko juga langsung duduk.

“Menerobos kamar seorang pria. Mengajaknya tidur. Apa tidak terpikirkan olehmu. Bagaimana seandainya jika pria itu memiliki istri? Kau bisa merusak rumah tangga orang Kadrun! Bukan hanya itu, kau juga bisa membahayakan dirimu.” Mendengus kesal menyayangkan sikap Kiko.

Pelajaran hidup yang ia lewati serta umurnya sudah matang. Membuatnya berpikir rasional serta mampu mengontrol dirinya sendiri. Meskipun tak di pungkiri. Ketika berada di bawah selimut, hasratnya sebagai pria normal terpancing.

Namun ia ingat, jika ia kelepasan. Banyak orang yang kecewa dan rugi. Karena kejadian one night di hotel dengan wanita yang tidak ia kenal. Salah satunya dirinya sendiri. Ia tidak mau merusak reputasi yang ia bangun dari dulu. Dengan meniduri wanita, yang bukan istrinya.

“Bersyukurlah, Tuhan mempertemukan kau dengan orang baik seperti saya. Yang tidak mau mengambil kesempatan.” Pria itu bangkit dari duduknya mengambil jasnya.

Menatap Kiko yang menunduk dalam.

“Kau perempuan pembawa sial. Hampir saja reputasi saya hancur. Karena kau juga ...saya telat melakukan pertemuan dengan orang penting.”

“Ingat, apa yang saya lakukan malam ini. Tidak ada kata GRATIS! Kau harus membayarnya, jika kita bertemu lagi.” Merapikan jasnya berjalan mengelilingi ranjang. Menekan dagu Kiko, membuat wanita itu mendongak. Meneliti wajah Kiko.

“Sepertinya menyenangkan, jika saya menjadikan kau istri ketiga. Atau mau jadi simpanan saja?“ terkekeh geli mendengar pilihan yang tidak masuk akal keluar dari mulutnya.

Kiko menelan ludahnya, menggeleng tidak mau. Sekalipun pria yang ada di depannya gagah dan menggugah selera.

“Gimana? Kau setuju?”

“Aku tidak mau,” bentak Kiko yang justru membuat. Pria itu mendorong tubuhnya.

“K-kau mau apa?” teriak Kiko ketika pria berwajah datar itu kembali menindihnya.

“GAVI...” Suara cempreng perempuan dari luar. Membuat Gavi menarik selimut. Untuk menutupi tubuhnya dengan tubuh Kiko.

Terpopuler

Comments

Heri Wibowo

Heri Wibowo

ditunggu kelanjutannya

2022-12-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!