“****Sebuah permata tidak akan berkilau jika dipoles tanpa gesekan, demikian juga seseorang tidak akan menjadi sukses tanpa tantangan****”
Selama beberapa bulan sebelum Winda berhenti bekerja dia selalu menyempatkan membuat buket dan yang lainnya untuk di pajang di toko dan ketika ada waktu libur Winda akan membuka tokonya .
promosi yang dilakukan Winda di sambut baik oleh warga sekitar, mereka begitu antusias ketika tahu ada jasa menghias mahar dan seserahan bahkan ada pembuatan buket juga. tak hanya itu Winda sekarang merambah ke usaha dekor untuk acara ulang tahun, lamaran, atau pernikahan. kerja keras Winda membuahkan hasil.
pagi ini sesuai janji dengan pemesan mahar yang akan di ambil oleh pemiliknya langsung.
Tiba saatnya Winda berhenti bekerja, di mini market makin hari Winda makin semangat membuka tokonya di pagi hari ketika ada waktu kosong winda akan tetap menulis novel. Nyinyiran dan gosip tetangga menjadi inspirasi tersendiri untuk Winda menulis novel.
Bahkan tak lepas dari kehidupan si kembar pun dia jadikan sebuah cerita, pagi ini Winda menunggu bu Lisna, dari kampung sebelah, yang akan mengambil pesanan yang di kerjakan dua hari yang lalu. bersama si kembar. Bu Lisna meminta mahar dengan tema Warna serba fink dan putih.
Sedangkan Warung nasi ibunya akan ramai ketika pagi dan menjelang makan siang, karena sudah satu tahun ini di kampung Winda ada banyak pembangunan pabrik. Bahkan yang dekat dengan rumah Winda saja sudah ada tiga pabrik. Maka ketika jam makan siang, ibu dan bapak, serta maryam, adik dari ibu Winda, sibuk melayani pembeli.
Hasil kerja keras mereka sekarang membuat mereka tidak di pandang sebelah mata, lagi oleh para tetangga. Sungguh kekuatan uang mengalahkan segalanya.
Tak lama orang yang di tunggu akhirnya datang membawa mobil avanza berwarna putih,
“assalamualaikum, mba Winda?” safa bu Lisna
“waalaikumsalam, iya bu!” ucap Winda
“bagaimana pesanan saya, ada yang sulit tidak dengan permintaan calon mempelai kemarin” Tanya bu Lisna
“alhamdulilah semuanya beres bu, tidak ada kendala suatu apa pun” balas winda
“ya sudah ini kekurangan uangnya mba” balas bu Lisna seraya menyerahkan amplop berwarna cokelat.
"iya Bu, terima kasih atas kepercayaannya" seraya menaruh amplop cokelat, ke dalam laki meja.
Winda bergegas memasukan pesanan Bu Lisna ke dalam mobil, semua di susun dengan rapi agar tidak berantakan.
setelah semua masuk ke dalam mobil Bu Lisna berpamitan kepada Winda dengan sopan dan ramah.
"Winda, saya sangat puas dengan hasil karyamu saya pamit untuk pulang ya, assalamualaikum" ucap Bu Lisna
"iya Bu terima kasih wa'alaikumsalam" balas Winda
tak lama mobil keluar dari halaman parkir yang sudah Winda sediakan.
setelah kepergian Bu Lisna, Winda kembali menata tokonya menata beberapa buket

menggantungkan di rak besi ding Ding, dan menata beberapa bunga yang berada di atas meja. sambil menunggu beberapa pesanan yang akan di ambil dan pesanan masuk yang sudah di kerjakan, kali ini Winda kembali menulis novel.
jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, sebentar lagi karyawan pabrik istirahat makan siang, Winda sengaja menutup sebentar tokonya membantu orang tuanya di warung nasi. dan juga menunggu kepulangan si kembar.
saat jam istirahat tiba, tak lama si kembar pulang sekolah, dengan senang hati Sinta dan Santi, menolong kedua orang tuanya, membatu menghidangkan pesanan para karyawan pabrik.
Suksesku hasil kerjaku, bukan hasil orang tuaku menjadi anak sulung dari tiga bersaudara, tidaklah mudah apalagi hidup di lingkungan yang memiliki tetangga yang kepo terhadap hidup kita, ada beberapa tetangga yang kepo karena peduli dan juga hanya ada tetangga yang kepo karena ingin tahu dan membicarakan kita di belakang. Perjuanganku sekarang tak lepas dari doa orang tua, menjadi seorang penulis dan mengangkat derajat orang tua tak mudah, banyak rintangan yang aku lalui.
Malam hari ketika orang sudah tertidur, di kamarnya masing masing aku masih harus terjaga untuk melanjutkan menulis beberapa bab, makin banyak tulisan yang aku terbitkan makin banyak uang masuk ke dalam kantung ku. Seperti mala m
ini kebetulan sekali, Dini dan Anto kekasihnya Dini datang mengunjungi ku, untuk sekadar bersilaturahmi dan memesan buket untuk lamaran mereka. Tak di Sangka kedua sahabatku akhirnya melanjutkan kehidupan mereka dengan memutuskan untuk segera menikah, ya memang di kampungku usia 21 tahun sudah terbilang perawan tua, karena ke banyakan anak gadis setelah lulus sekolah mereka kebanyakan nikah muda. Ada beberapa teman seangkatanku dahulu yang sudah menikah dan memiliki anak, mungkin hanya aku dan Dini yang terlambat menikah, tak jarang tetangga menanyakan perihal kapan akan menikah teman satu kelasmu sudah menikah dan memiliki anak.
“assalamualaikum” ucap DIni, sore hari di depan toko buket
“waalaikumsalam” balas Winda
“hey, akhirnya bos muda keluar juga dari tempat persembunyiannya” ejek Dini kepada Winda.
Tak lama Anto turun dari motor dan membawa keresek putih berisikan juz buah dan seblak.
“jangan di ledekin begitu yang, kasian bos muda kita” ucap Anto
“gpp yang. Lagian dia kalau ga ada yang beli tahu kita ga datang ke sini pasti sekarang sedang sibuk dengan dunia halu nya” ucap Dini
“hehe iya, memang benar yang di ucapkan Dini aku kan masih harus menjadi pejuang rupiah” balas Winda
Tak lama mereka asyik dengan obrolan yang tidak jelas Tak lupa juga sambil menikmati semangkuk seblak dan juz buah yang di bawa Anto.
"oh iya kedatangan kita ke sini ingin memesan sebuah buket dengan tema Fink blue dan juga ada kotak cincin di tengahnya" ucap Dini
"oke, ada yang lainnya" Tanya Winda
"serta dekor untuk kita lamaran nanti" ucap Anto
"oke, untuk dekornya mau pakai tema apa atau mau warna apa?, aku ada beberapa contoh Untuk dekor pertunangan" Ucap Winda
"yaudah kita liat contohnya saja" balas Dini dengan antusias

"bagaimana kalau yang ini Sayang?"Tanya Anto kepada Dini
"boleh bagus tetapi aku masih ingin liat yang lainnya" ucap Dini

"nah klo yang ini bagaimana yang?" Tanya Dini
"boleh yang itu saja yang" balas Anto
"yaudah, dekor yang ini sama buket nya tema Fink dan blue, yang di tengahnya ditaruh kotak cincin" ucap Dini memastikan semua pesananya.
"Oke" balas Winda
Ternyata di saat mereka asyik mengobrol dan memilih beberapa dekor serta buket, di samping Toko di bawah pohon mangga, Bu Euis, Serta dua orang ibu- ibu lainnya yang tak kalah julit, Sedang memperhatikan mereka.
"Lihat itu, Dini dan Anto sudah mau menikah padahal kan dalam segi umur lebih muda dini ketimbang Si Winda itu" ucap Bu Euis dengan nyinyir
"mungkin sudah hamdun (hamil duluan) Si Dini ucap" ibu Beti tak kalah nyinyir.
mereka terus berbicara dengan apa yang mereka lihat. dan mereka dengan bahkan yang mereka bicarakan tidak pasti kebenaranya.
Hidup di kampung tidaklah mudah, kadang Winda berpikir untuk merantau namun dia merasa kasian kepada kedua orang tuanya.
Setelah selesai memilih semuanya Dini dan Anto berpamitan untuk pulang, Hari sudah makin sore, Winda memutuskan untuk menutup Tokonya. dan berjalan ke belakang menuju Rumah.
ke besok paginya, Saat Winda sedang sibuk memasak di dapur
"Permisi paket ...."
Terdengar suara kurir di depan teras. Sepertinya itu pesananku dari aplikasi Oren. Dengan senyum kegirangan, aku hentikan dahulu aktivitas masak. Melangkah maju ke depan.
"Paket saya yah, pak?" tanya tetangga sebelah rumahku. Aku buka pintu dan melihat dua manusia itu sedang berbicara.
"Apa ibu yang namanya Bu Winda?"
"Saya, Pak. Paketan kulkas 'kan yah?"
"Betul, Mbak. Sebentar, saya turunkan dahulu barangnya."
"Kamu beli kulkas daring?" tanya tetangga ku, Mbak Maya. Wajahnya sudah kesal, merenggut mirip kain keset.
"Iya, mengapa Mbak?"
"Halah, gaya-gaya pesan kulkas di aplikasi. Di pasar juga banyak. Nora sangat kamu ini, bikin malu saja."
"Gak papa, Mbak. Di sana harganya lebih miring."
"Mbak, kulkasnya mau ditaruh di mana?"
"Bawa ke dalam, yah, pak. Nanti saya kasih tip sekalian."
"Siap, Bu."
"Mbak, aku masuk dahulu, yah, mau coba kulkas baru."
Malas mendengar ocehan Mbak Maya, lebih baik mencoba kulkas baru. Niatku beli kulkas, untuk menyimpan sayuran, dan bahan makanan lainnya agar tidak cepat busuk. Rumahku cukup jauh ke pasar, jadi lebih hemat jika punya kulkas. lagian Ibu juga memiliki usaha Rumah makan, Jadi setiap belanja bisa sekalian banyak untuk menyetok beberapa lauk serta sayurannya.
"Ini tip nya, Pak. Makasih, yah."
"Sama-sama, Bu. Kami lanjut kirim paket lagi."
"Monggo-monggo, emas."
"Berapa harga kulkasnya?" tanya Mbak Maya mendekat. Dia terlihat melirik-lirik kulkas baruku. Mungkin, mau terang-terangan melihat, dia malu. Maklum, gengsinya lebih besar dari gunung Merapi.
"Satu juta tujuh ratus, Mbak."
"Oh."
"mengapa, Mbak? mau beli juga?" tanyaku dengan senyum sedikit meledek.
Biasanya, apa yang aku beli, dan Mbak Maya belum punya, besoknya atau beberapa hari kemudian, dia akan membeli barang yang sama. Sudah sejak dahulu, aku menyadari sikapnya yang condong pada iri hati. Namun, berusaha abai, toh, tidak merugikan. Aku senang-senang saja jika dia membeli apa pun yang dia suka, asal tidak pakai uangku.
"Ngapain beli kulkas. Nih, sebagai perempuan itu kamu harus pinter nabung. Liat perhiasan Mbak.
"Emas juga aku ada, Mbak. tetapi gak suka dipake, kaya pamer sangat begitu. Padahal, emasku belum sampe satu kilo. Kalau sudah sekilo, baru deh, aku pake," kekeh ku sengaja menyindir Mbak Maya.
Lihatlah, tangan, enam jari, sampai leher dililit emas. Sudah seperti toko emas berjalan. Bukan bagus dipandang, malah terkesan norak.
"Kamu nyindir?"
"Hehehe, maaf Mbak, aku lagi curhat, bukan nyindir."
Mbak Maya manyun. Bibirnya makin monyong saja. Lucu sekali jika dia marah. Aku memilih cuek, malas menanggapi. Fokus membersihkan kulkas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments