Eps 02. Protes Ezio

WARNING⚠️⚠️⚠️

NOVEL INI HANYA BERUPA CERITA FIKSI

DIMANA TERDAPAT BANYAK MENGANDUNG KEKERASAN FISIK

DI HARAPKAN AGAR PARA READERS MEMBACANYA DENGAN BIJAK DAN TIDAK MEMPRAKTIKKAN SEMUA KEKERASAN DI NOVEL INI KE DUNIA NYATA‼️

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Keesokan paginya....

Zane sudah terbangun dari tidurnya sejak setengah jam lalu. Ia baru saja selesai mandi dan tengah bersiap untuk pergi ke kampus. Setelan kemeja cokelat bermotif kotak-kota dengan rok selutut berwarna senada, terpasang sempurna di tubuhnya. Terdapat topi baret hitam di atas kepalanya, sedangkan rambutnya di biarkan terurai. Untuk wajahnya tampak polesan make up yang semakin membuatnya terlihat semakin cantik dan manis. Tidak lupa pula sepatu booth hitam, serta tas kecil di punggungnya sebagai pelengkap penampilan.

Tok... Tok... Tok...

Terdengar suara pintu kamarnya di ketuk. Zane segera pergi membukakan pintu, usai mengambil ponsel dan beberapa buku mata kuliah.

"Selamat pagi, nona Zane! Sarapan sudah siap," sapa pelayan yang tadi mengetuk pintu kamar Zane.

"Hmmm baiklah,"

Kemudian Zane berjalan pergi usai menutup pintu kamarnya kembali. Di ikuti pelayan tadi yang berjalan tepat di belakangnya. Tujuan Zane saat ini adalah meja makan, dimana letaknya ada di lantai dasar rumah. Sesampainya di sana, baru ada Ezio dan seorang laki-laki muda. Mereka berdua duduk dengan tenang sambil bermain ponsel. Sebelum akhirnya mereka menyadari kedatangan Zane.

"Pagi, Zane!" sapa Ezio dengan senyuman manis mengembang di bibirnya.

"Pagi, kak!" balas Zane ikut tersenyum, meski tidak semanis senyuman Ezio.

Zane memang tidak terbiasa lagi tersenyum. Bibirnya terasa kaku untuk tersenyum manis dan tulus. Ia lebih sering menunjukkan senyuman terpaksa atau menyeringai saat berhadapan dengan musuh. Sehingga Ezio dapat memaklumi hal itu.

"Hai, kak Zane! Selamat pagi. Hari ini jadi mengantarku ke sekolah, kan?" seorang laki-laki berseragam sekolah tingkat atas, tampak tersenyum lebar ke arah Zane. Hal itu menambah ketampanan yang ia miliki.

"Pagi juga. Iya jadi," sahut Zane sembari mendudukkan diri di dekatnya.

"Azrial--Kau sudah besar. Pergi ke sekolah di antar sopir saja. Jangan selalu merepotkan Zane!" cetus Ezio memperingatkan laki-laki muda yang tidak lain adalah adiknya atau anak bungsu dari keluarga Anevay.

Azrial Anevay--Tuan muda ketiga keluarga Anevay. Usianya lebih muda 2 tahun dari Zane dan sekarang tengah menempuh pendidikan di bangku kelas 12 sekolah tingkat atas(Senior High School). Paras wajahnya tidak kalah tampan dari sang kakak pertama--Ezio. Tidak heran dengan ketampanan mereka berdua yang di turunkan oleh sang Papa. Sedangkan kecantikan yang Zane miliki di turunkan oleh sang Mama. Ketiga anak keluarga Anevay memang mewarisi orang tuanya, baik secara fisik hingga karakteristik. Kalimat 'Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya' benar adanya. Terbukti dengan keberadaan mereka bertiga.

Meski begitu, mereka bertiga memiliki karakteristik yang begitu mencolok. Berbeda dengan kedua kakaknya, sosok Azrial justru lebih humoris. Ia tidak seserius dan setenang Ezio, juga tidak sedingin dan sedatar Zane. Sosoknya begitu humoris untuk orang-orang terdekatnya. Tidak hanya itu saja ia juga cukup pintar. Banyak orang yang menyukainya sebab karakteristik dalam dirinya. Namun Azrial tetaplah Azrial Anevay--Jati dirinya tidak lepas dari keluarganya yang selalu berhati-hati untuk segala hal. Terlepas dari semua itu, ia adalah sosok penyayang keluarga.

"Ya, aku tahu itu. Cuma kak Zane sudah berjanji untuk mengantarku hari ini. Lagian tidak merepotkan juga kan, kak?" Azrial melirik ke arah Zane yang telah duduk di antaranya dan Ezio.

Zane menganggukkan kepala. "Tidak repot. Santai saja,"

"Nah kak Ezio dengar sendiri, kan? Kak Zane tidak merasa repot," timpal Azrial tersenyum puas.

Sontak Ezio mendelik ke arahnya sekilas, baru beralih menatap Zane. "Masih ada sopir yang bisa mengantarnya, tidak perlu kamu. Bukankah hari ini kamu ada jadwal mata kuliah pagi?"

"Hmmm ada tapi aku masih ada waktu untuk mengantar Azrial," sahut Zane sembari minum cokelat hangat yang selalu di sediakan untuknya setiap kali sarapan.

"Tapi--"

Ezio menggantung ucapannya saat melihat kedatangan orang tua mereka. Pasangan paruh baya itu berjalan dengan arogan. Usia mereka berdua memang tidak muda lagi tapi masih tampak awet muda.

"Selamat pagi, Pa, Ma!" sapa Ezio, Azrial dan Zane secara bersamaan.

"Pagi!" balas pasangan paruh baya itu seraya duduk berseberangan dengan ketiga anak mereka.

Tuan Ivon Anevay--Laki-laki paruh baya yang sudah memasuki usia 56 tahun. Seorang pengusaha sukses di bidang Property. Perjuangannya sampai ke titik sekarang, bukanlah hal mudah. Banyak hal dan kejadian buruk yang di alami. Hal itu pula yang menjadikan sosok tuan Ivon begitu tegas, teliti dan selalu berhati-hati. Tuan Ivon mengajarkan ketiga anaknya dalam segala hal, terutama Ezio yang di ajarkan berbisnis. Anak pertamanya itu tentu saja menjadi pewaris utama perusahaan serta cabang perusahaan yang telah di dirikannya.

Sama seperti tuan Ivon, nyonya Tasanee juga sosok wanita karir yang sampai saat ini sibuk bergelut di bisnis perhiasan. Berusia lebih muda 2 tahun dari sang suami tapi kepintarannya juga tidak dapat di ragukan. Banyak proses yang di lewatinya, hingga sampai di titik progress memuaskan. Nyonya Tasanee tidak ingin ketiga anaknya merasakan posisi terendah yang pernah di alaminya dan tuan Ivon. Sehingga ia bertekad agar ketiga anaknya bisa hidup dengan nyaman tanpa kesusahan sedikitpun.

Mungkin tuan Ivon dan nyonya Tasanee mengajarkan segala hal pada ketiga anaknya. Dimana hal itu membuat Ezio, Zane dan Azrial tumbuh menjadi sosok sempurna tanpa celah kekurangan di mata banyak orang. Tetapi, mereka tidak pernah tahu kehidupan di rumah keluarga Anevay seperti apa. Berbanding balik dengan yang tampak di luar, tuan Ivon dan nyonya Tasanee hanya memanjakan kedua putra mereka. Sedangkan Zane di didik dengan keras tanpa adanya kasih sayang. Kelahiran Zane tidak di harapkan sebab mereka berdua berharap mendapat tiga orang putra yang akan mewarisi semuanya.

Mereka berdua berpikir Zane tidak akan bisa apa-apa. Terlebih lagi ia lahir dengan keadaan yang sangat lemah. Tidak ada harapan untuknya bisa tumbuh menjadi sosok yang dapat menggantikan nyonya Tasanee. Namun karena Zane sudah terlahir, mereka berdua juga tidak berniat membuangnya. Melainkan mendidik Zane untuk lebih kuat, dingin dan juga kejam. Mungkin Zane terlahir begitu lemah tapi dengan didikan yang mereka selama ini berikan, berhasil membuatnya kuat secara fisik maupun mental. Ia seperti pelindung yang sengaja di buat untuk melindungi keluarga. Sayangnya, tuan Ivon dan nyonya Tasanee tidak pernah sadar bahwa apa yang mereka lakukan justru membuat Zane terluka sangat dalam.

"Bagaimana pekerjaanmu, Zane? Papa ingin mendengar kabar baik darimu," tuan Ivon bertanya tepat saat Zane baru saja ingin mulai sarapan.

Zane menatap diam laki-laki paruh baya itu. Selama ini ia tidak pernah mendengar pertanyaan lain, selain soal pekerjaannya. Padahal dirinya juga ingin di tanyakan hal-hal lain oleh orang tuanya, seperti bagaimana kabarnya hari ini. Hmmm keinginannya itu hanya sebatas mimpi yang mungkin selamanya tidak akan terjadi. Perubahan raut wajah Zane tidak lepas dari pandangan Ezio dan Azrial.

"Pa, bisakah jangan bertanya itu dulu? Kita sedang ingin sarapan," protes Ezio merasa tidak senang karena selalu mendengar pertanyaan itu di ajukan pada Zane di setiap pagi.

"Kamu sarapan saja! Papa sedang bertanya pada Zane," seru tuan Ivon menatap tajam ke arah putra pertamanya itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!