Setelah Dia Pergi
Alana adalah anak dari seorang dokter di rumah sakit. Karenanya dia sering pergi ke gedung serba putih itu bersama ayahnya. Dia sering di ajak ke rumah sakit saat ibunya punya kesibukan lain dan tidak bisa menjaganya. Meski begitu Alana tetap suka ikut ayah. Karena setelah bermain seharian, biasanya sang ayah akan membelikan makanan yang dia suka.
Sejak hari dia bertemu Ananta, alasannya untuk ikut pergi ke rumah sakit bertambah satu lagi. Alana suka berada di sekitar Ananta. Dia sangat tertarik dengan segalanya tentang laki-laki kecil yang mengidap penyakit jantung itu. Awal mereka bertemu, Alana yang menghampiri Ananta duluan. Setelah beberapa kali bertemu, Alana tahu bahwa Ananta adalah pasien ayahnya. Lama kelamaan mereka berdua sama-sama saling mencari satu sama lain. Ananta menjadi alasan Alana mencari-cari alasan untuk pergi ke rumah sakit, dan Ananta yang selalu berada di sana terlihat lebih bahagia sejak kehadiran Alana.
.........
Switch Alana's POV
Nanta itu tampan, baik hati, dan murah senyum, meski kadang sedikit dingin juga. Meski kadang wajahnya terlihat menyebalkan, aku tahu dia baik. Awalnya dia anak yang pendiam, dan suka murung. Tapi lama kelamaan dia jadi sedikit lebih ceria. Dia suka bercerita tentang banyak hal dan memperhatikan hal-hal kecil di sekitarnya. Aku suka melihatnya tersenyum, meski senyumnya itu jarang sekali muncul.
Nama aslinya Ananta, tapi karena dia sering memanggilku Lana, aku memanggilnya Nanta. Namanya sedikit lucu untuk ukuran laki-laki, tapi aku menyukainya.
Aku suka bermain bersama Nanta, aku suka menghabiskan waktu sebanyak-banyaknya dengan dia. Untuk kalian, orang-orang yang memandangku remeh karena menyukai orang yang sakit, kalian harus lihat sendiri senyum cerahnya kalau sedang bahagia. Baru kalian paham perasaanku. Aku sendiri tidak mengerti kenapa aku langsung menyukainya begitu saja. Rasa itu muncul tanpa aba-aba, jadi aku tidak bisa menolaknya. Kalau sebutan lebaynya, mungkin ini takdir yang membuatnya bertemu denganku.
Hanya satu hal yang aku tidak suka dari Nanta, yaitu melihatnya kesakitan. Aku sudah bersamanya sejak kami kecil. Aku mengamati hari-harinya di rumah sakit. Dari semua yang aku amati, aku tahu dia sangat sakit.
Seringkali ayah akan menampakkan raut panik saat membawanya masuk ke ruangan khusus, meninggalkan ku di luar bersama orang tua Nanta yang wajahnya sudah memerah menahan tangis. Hal itu sudah terjadi berulang kali walau tetap tidak membuatku terbiasa. Aku tahu, situasi ini pasti berbahaya untuk Ananta.
Sialnya setiap kali rasa sakit itu datang, dia akan menahan air matanyauntuk tidak menangis di depan kami sesakit apapun rasa di dadanya. Dia masih menyempatkan tersenyum sambil meringis kesakitan. Itu menyebalkan!!!
Padahal harusnya dia menangis saja untuk sedikit melepaskan rasa sakitnya. Dia tidak perlu menyembunyikan apa-apa di depanku kan. Kami tahu seberapa hebat dia berjuang untuk bertahan hidup. Jadi setiap kali, hal yang kulakukan akan tetap sama... menangis.
"Ayah... Nanta bisa hidup lama kan" aku yang berusia 10 tahun menanyakan hal itu pada ayah yang terlihat bingung harus menjawab apa. Ayah baru saja keluar dari ruangan tempatnya mengobati Nanta yang kambuh lagi. Aku menunduk dalam, menahan air mata yang rasanya akan jatuh. Ayah mengerutkan keningnya penuh keraguan. Ikut menahan sakit melihat pemandangan menyedihkan orang-orang yang berharap Ananta baik-baik saja di tengah kondisi kritis mungkin serasa menyayat hatinya juga.
"Ayah selalu mengusahakan itu setiap hari." dia menghela nafasnya yang berat. Beban yang ada dihatinya mungkin akan butuh waktu sangat lamaaa untuk dilepaskan.
"Tapi keputusan selalu di tangan Tuhan, jadi Lana berdo'a yang terbaik untuknya ya. Buat Tuhan mengizinkannya hidup lebih lama..." Ucap ayah menenangkanku.
Aku menjawab dengan anggukan cepat. Hidup dengan dihantui kematian. Aku tidak pernah bisa membayangkan andai hal yang Nanta lalui setiap hari terjadi padaku. Mungkin... kalau jadi Nanta aku sudah menyerah sejak lama.
Pikiran seperti itu sempat terlintas dipikiranku. Tapi karena itu Nanta, dia bisa bertahan. Dia harus bertahan... karena... Karena aku tidak mau dia hilang.
Ayah menghela nafas dalam melihatku yang terus mengungkapkan kekhawatiran.
"Karena kamu sangat menyukainya begini. Sepertinya ayah harus berusaha lebih keras lagi untuk menyelamatkan Nanta" Ucap ayah lagi sambil mengusap pipiku yang basah sebelum kembali ke ruangan tempat Nanta berada.
Sepanjang waktu dadaku terasa sesak. Rasanya aku baru bisa bernafas saat melihat raut lega ayah setelah keluar dari ruangan. Aku ikut tersenyum, sedangkan ayah dan ibu ananta mulai mengusap air mata mereka sambil menuntut kabar baik dari ayah.
Setelah keadaan seperti ini ananta akan berada di rumah sakit paling cepat satu minggu sebelum bisa kembali ke rumah. Itu artinya, selama itu juga aku akan menemaninya di rumah sakit. Menemuinya setiap hari dan membuatnya nyaman sambil menunggunya kembali tersenyum dengan tulus.
***
Normal POV
Momen masa kecil itu meninggalkan satu janji. Janji yang nantinya di pegang teguh Alana sampai akhir.
Saat itu keadaan Ananta sudah membaik, Alana meminta izin pada ayahnya untuk membawa pasiennya itu jalan-jalan di sekitar rumah sakit seperti hari ini.
"ta, ..." Panggil Alana saat langit mulai menguning di atas kepalanya. Mereka duduk di atas rumput, taman rumah sakit. Selalu tempat yang sama. Kali ini, sudah satu minggu Ananta disini setelah penyakitnya kambuh. Ananta sudah terlihat baik-baik saja sekarang.
Sore itu mereka hanya duduk di kursi taman. Taman yang menyaksikan masa kecil mereka berdua. Semua momen bahagia dan sedih itu sebagiannya terjadi di atas rumput ini.
Jika bunda Alana dan Ananta sedang memasak sesuatu mereka akan melakukan piknik kecil bersama di tempat ini. Momen saat Ananta kecil melarang Alana pergi ke sekolah pun terjadi di tempat ini. Bahkan hari ini juga, momen penting terjadi disini.
"Tipe perempuan yang kamu sukai kayak apa??" Tanya Alana spontan. Langit masih cerah, secerah suasana hatinya saat ini.
"Hmm" Ananta terlihat berpikir, tapi akhirnya dia diam terlalu lama.
"Apa.." Alana mendesaknya lagi setelah Ananta diam terlalu lama.
"Tidak ada." Ucapnya singkat dan dingin.
"Kenapa tidak ada. Setiap orang pasti punya tipe idaman." Alana memprotes jawabannya. Ananta pasti hanya tidak mau membicarakannya dengan Alana.
"Jangan memaksa begitu.. Semua orang kan berhak dengan pilihannya, Aku memilih untuk tidak punya." Ananta ngotot dengan jawabannya yang cukup aneh itu.
"Baiklah kalau kamu tidak punya. Kalau begitu kamu harus nikah sama aku." Ucap Alana telak. Dia menunggu beberapa saat, dan Ananta benar-benar tidak menolaknya. Senyum tipis terlihat di bibirnya, membuat Alana ikut tersenyum.
"Baiklah ayo kita menikah" Ucapnya, ganti Alana yang jadi gelagapan mendengarnya.
Sorot matanya yang serius semakin membuatnya bingung harus berbuat apa. Alana tidak bisa berpaling dari sorot mata Ananta yang tajam dan penuh tekad.
"Eh, iya... Ayo kita menikah" Ucapnya gugup. Ananta ganti tertawa.
"Kita tidak boleh menikah sekarang" Ucapnya kemudian. Mereka masih terlalu kecil kan.
"10 tahun dari sekarang?" Ucap Alana ragu
4 tahun yang lama
"Ayo kita menikah 10 tahun lagi." Ucap Ananta berusaha terlihat yakin.
Walau dalam hatinya kalimat itu terasa seperti do'a, do'a untuk membuatnya bisa berada disisi Alana hingga waktu itu tiba.
"Iya. Ayo kita menikah 10 tahun lagi." Jawabnya dengan tekad yang sama bulatnya.
"Kita harus menikah." Ucap Alana.
"Kalau begitu, sekarang kita bertunangan?" Tanya Alana yang lebih tepat terdengar seperti menagih.
"Hmm mirip sih" Dia mengangguk dengan mantap kali ini.
"Jadi sekarang keluarkan cincinnya." Ucap Alana menjulurkan tangannya
Dia merangkai rerumputan menjadi sebuah cincin yang dia pasangkan di jari manis Alana. Entah dari mana dia tahu cara melakukannya. Gadis itu hanya menunggu tanpa banyak bicara.
"Sekarang kita bertunangan." Ucap Alana menatap lurus ke dalam mata Ananta. Lalu sama-sama tersenyum. Untuk waktu yang singkat ini Alana ingin semuanya membeku, biar mereka terus seperti ini selamanya.
...****************...
Hai... terimakasih sudah baca ceritaku, beri hadiah dengan nonton iklan gratis atau kirim poin ke penulis yuk biar makin semangat buat nulis chapter selanjutnya...
see you kalo udah semangat nulis lagi, hehe
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Muldiana Imogen
nyimak dulu thor
2023-03-24
1
rani85
nyimak dulu ya thor
2023-01-14
1