Setelah Hans dan kedua adiknya pulang ke rumah pukul 21.00 wib. Mereka di sambut oleh Bu Sara karena Pak Romi sudah tidur karena capek.
" Bu, Lihat Arin di belikan sepatu sama Kakak-kakak Arin! Lucu kan Bu, Sepatu Arin?" Arin melihat Sang Ibu berdiri di depan pintu menyambut.
" Iyah Bagus, Sana makan dulu terus tidur sudah malam!" Bu Sara memerintah Arini.
" Iya Bu, Arin juga sudah lelah." Arini pun masuk rumah segera ke kamarnya.
" Wajah Kalian kenapa?" Tanya Bu Sara melihat Rino dan Hans yang tertunduk berjalan di belakang Arini.
" Bu, Ayo masuk dulu." Hans dengan nada lirih.
Hans mengajak Bu Sara duduk di ruang tamu, Ketiganya membicarakan soal Arini.
Arini tak sengaja keluar kamar untuk mengambil baju ganti yang masih tergantung di teras rumah.
" Loh kok kumpul, Ada apa ini Kak?" Tanya Arini penasaran melihat ketiganya duduk di ruang tamu.
" Nggak ada apa-apa Adek, Udah tidur tadi kan sudah makan bakso kan buat pengantar tidur." Balas Rino sambil tersenyum
" Iya Kak, Arin ambil baju ganti dulu buat tidur. Selamat malam semua." Arini menghampiri dan menciumi satu persatu.
Hans melirik Arini sudah masuk kamar belum, Agar tidak mendengar pembicaraan mereka.
" Ini kenapa?" Bu Sara melihat ke kedua Anak Laki-lakinya.
Hans dan Rino saling memandang untuk mengutakan tekad memberi tahu sang Ibu.
" Ini soal Arini Bu, Tadi Kami bertemu Bu Ryn wali kelasnya Arin di pasar malam.Beliau menjelaskan keadaan Arini yang mudah lelah dan Kami melihatnya sendiri sewaktu di pasar Ia tidak kuat berjalan hingga tadi pulang di gendong oleh Rino sampai di depan rumah baru Ia minta di turunka. Mungkin agar Ibu tidak khawatir." Cerita Hans.
" Apa sebaiknya kita bawa Dia ke Dokter ya Bu, Memastikan kondisi Arini baik-baik saja." Imbuh Rino.
Bu Sara pun mengerutkan keningnya seolah ingin memgungkapkan sesuatu kepada Anak-anaknya namun berat di ungkapkan.
" Bu, Kenapa Ibu gelisah seperti itu?" Hans melihat mimik wajah Bu Sara berubah.
" Beberapa hari ini, Ibu memandangi Arini jika sedang tertidur. Banyak lebam biru-biru yang Ibu lihat di kaki Adik'mu juga ada benjolan di dekat mata kakinya, Ibu pernah menanyainya apakah Ia mendapat penganiyayaan dari teman sekelasnya namun Ia menjawab tidak." Cerita Sang Ibu.
" Apa mungkin Arin menutupi sesuatu?" Rino curiga.
" Nanti setelah tidur Kita lihat sama-sama, Aku ingin tahu seperti apa luka itu." Hans penasaran.
" Baiklah kita tunggu Arin tidur." Sang Ibu setuju ide Hans.
Mereka sabar menunggu Arini tertidur, Hingga Pukul 00.00 wib.
Bu Sara dan Kedua Anak Lelakinya mengendap-endap masuk ke kamar Arini. Sang Ibu menyilakan celana panjang yang menutupi kaki Arini.
Alangkah kagetnya Hans dan Rino luka lebam kecil-kecil banyak di kaki Arini.
" Bu, Itu!" Ujar Hans menunjuk lebam di kaki Arini.
" Setahuku itu bukan karena di aniyaya, Bu kita harus periksakan Arini supaya kita tahu penyakit apa yang di derita Arini." Rino memberi usulan sambil melihat Kaki Adiknya.
Bu Sara pun hanya mengangguk.
" Besok biar Aku jualan sendiri, Kamu Hans tolong ya temenin Ibu dan Arini ke Dokter!" Rino memberi arahan.
" Ya, Aku setuju besok Aku yang temani mereka." Jawab Hans setuju.
Pukul 08.00 wib,
" Maaf'in Arini bangun kesiangan ya Bu, Soalnya capek banget." Arini keluar rumah melihat Sang Ibu lagi memindahkan jemuran ke teras rumah.
" Nggak apa-apa, Ibu paham kok pasti kamu capek. Udah istirahat aja kan ini kamu libur sekolahnya." Balas Sang Ibu dengan senyuman.
Mendengar Arini sudah bangun, Hans yang berada di kamar segera keluar menemui Arini.
" Eh si Bidadari Kakak, Baru bangun." Sapa Hans melihat Arini.
" Loh kok Kak Hans di rumah nggak jualan?" Arini heran.
" Iya Kakak capek, Yang jualan Ayah sama Kak Rino. Eh Rin nanti jam 10'an temenin Kak periksa ke dokter ya, Sama Ibu juga pengen periksa katanya pegal-pegal terus." Pinta Hans.
" Ibu sakit, Sini buar Arin lanjutin kerjanya." Arini menghampiri Sang Ibu berniat membantu.
" Ah sudah selesai Rin, Ibu nggak apa-apa hanya agak capek dikit." Jelas Bu Sara.
Hans dan Bu Sara sudah merencanakan semuanya, Mereka mengelabui Arini agar bisa tahu penyakit yang Arini idap.
Pukul 10.00 wib, Mereka pun berangkat dengan naik angkot ke klinik yang 1 Km jaraknya dari rumah mereka.
Sesampainya di klinik Hans mengambil nomor antrian, Arini dan Ibu menunggu di ruang tunggu.
Tidak lama karena antrian sedikit, Tiba giliran Hans masuk ruang Dokter.
Hans mengajak Ibu dan Arini masuk ruangan.
" Pagi Dok,." Sapa Hans melihat Bapak Dokter.
" Pagi, Siapa yang sakit?" Tanya Dokter.
" Kami bertiga Dok, Tolong Dokter cek Adik saya dulu terus Ibu baru terakhir Saya, Dok!" Jelas Hans.
Arini pun sontak kaget, Mendengar Kakak'nya Hans menyebut dirinya sakit. Arini pun memandang sang Ibu.
" Udah Arin, Nggak apa-apa! Kan Arin sering bilang cepat lelah nanti di obati Pak Dokter." Bu Sara merayu dengan tersenyum menjelaskan.
Arin pun di suruh masuk ke ruang pemeriksaan, Di luar Hans memberikan penjelasan tentang tanda yang di temukan dan keluhan Arini juga curhatan Bu Ryn.
Dokter kemudian masuk untuk memeriksa.
Tak berapa lama Bapak Dokter pun keluar, Arin mengikuti dari belakang.
" Udah Arin? Keluar sama Ibu yang tadi juga sudah di periksa Dokter, Tunggu Kak Hans ya!" Hans mengelabui Arini.
Bu Sara mengajak Arini keluar ruangan untuk menunggu Hans yang sedang mendapat kejelasan penyakit Arini dari Bapak Dokter.
" Gimana Pak?" Tanya Hans.
" Adik mas lebih baik di cek up di Rumah Sakit Mas, Semoga Saya salah karena gejalanya ada penyakit yang menyerang Ginjal Adik'Mas. Karena dari ciri-cirinya sepertinya itu yang Saya simpulkan. Mohon segera cek di Rumah sakit yang alatnya sudah pasti lengkap untuk memastika, Soalnya jika terlambat akan fatal." Terang Bapak Dokter memandang serius Hans.
Hans seperti di lemparkan ke jurang yang sangat dalam, Mendengar penjelasan itu. Adik perempuan yang Ia sayangi harus melawan penyakit di salah satu organ vital di tubuhnya, Meski baru menerka-nerka namun andai itu benar pastilah hari-hari Adik'nya akan berat.
Hans keluar dari ruang Dokter seolah tidak terjadi apa-apa, Namun Ia menatap Arini dengan sangat dalam.
Bu Sara pun menangkap sinyal bahwa ada sesuatu yang ingin Hans utarakan.
" Gimana Mas?" Tanya Arini manja.
" Nggak apa-apa hanya sakit biasa." Balas Hans.
" Yaudah deh, Ayo pulang. Apa mau mampir makan bakso dulu?" Ujar Arini.
" Terserah Arin." Balas Hans tersenyum.
Arini pun melangkah mendahului Ibu dan Kakaknya keluar dari Klinik bersemangat mencari Penjual bakso makanan kesukaannya.
Tangan Hans menggandeng Ibunya dengan dingin, Bu Sara pun melihat ke arah Hans yang sikapnya berubah dingin pula hanya banyak diam.
" Hans, Kenapa?" Tanya Bu Sara.
" Nanti saja di rumah, Hans akan cerita Bu." Jawab Hans takut Ibunya tidak kuat mendengar penyakit Arini meski baru di duga.
Mereka pun melanjutkan langkah mengikuti kemauan Arini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments