Satu Jendela Dua Pintu
Arini kecil yang senang berlari-lari usia 12 tahun, Tidak ada bedanya dengan rekan sebayanya.
" Putriku kalo sudah besar kamu ingin jadi apa?" Bu Sara Ibu Arini sambil mengusap wajah cantik Arini setelah menerima raport sekolah.
" Arini ingin jadi Perawat Bu." Arini kecil sambil tersenyum menatap sang Ibu.
Rino dan Hans kedua Kakak Arini pun mendengar.
" Kejarlah Dik, Cita-citamu biar Kami saja yang putus sekolah kamu jangan" Sahut Hans sambil menyiapkan dagangan baju untuk Ia berjualan di pasar.
" Adik cantik'ku mau di berikan apa buat oleh-oleh?" Tanya Rino Kakak kedua dari Arini.
" Mmt, Nanti kita makan bakso saja ya Kak." Jawab Arini.
" Kamu sudah naik ke kelas dua smp sekarang, Mintalah Dek. Anggap hadiah dari Kakakmu!" Imbuh Hans sambil tersenyum.
" Iya Putriku, Kedua Kakak'mu ingin memberikan hadiah untukmu. Mintalah" Sahut Pak Romi Ayah Arini.
" Arin minta tas sama sepatu baru, Boleh?" Pinta Arini
Hans dan Rino pun tersenyum mendengar ucapan manja Adiknya.
" Nanti kita beli sama-sama ya." Hans sambil mengeluarkan gerobak untuk jualan bersama Rino.
" Doa'in dagangan Kakak laris ya!" Pinta Rino menyalami Adiknya untuk berpamitan.
Arini pun memasuki kamar, Seperti biasa Ia menulis permintaannya di buku Diary'nya.
Bu Sara terus menceritakan peringkat kelas Arini ke tetangga samping dan depan rumahnya.
" Wah sangat beruntung ya, Bisa punya anak secerdas Arini." Salah satu tetangga memuji sambil duduk di depan teras rumah yang berhadapan dengan rumah Arini.
" Arini mah gadis sudah cantik, Pinter, tetus nurut pokoknya Bu Sara beruntung banget deh. Pasti nanti apa yang di cita-citakan Arini terwujud." Imbuh tetangganya.
Memgetahui dirinya jadi topik pembicaraan Arini keluar dari kamar dan memutuskan bergabung dengan obrolan tetangga dan Ibu'nya.
" Ini nih, Gadis cerdas!" Ujar Bu Miya, tetangga depan rumah.
" Nggak kok Bu, Itu berkat doa Ibu'ku." Balas Arini sambil brsandar di bahu Ibunya.
" Bu, Nanti bener ya sama Kakak dan Ayah kita beli sepatu." Pinta Arini.
" Iya Nak, Ini Ayahmu juga baru nyari uang. Doakan mereka laris ya." Balas Ibu sambil mengelus kepala Arini.
" Emang Arin mau sepatu apa?" Tanya Bu Miya.
" Arin pengen sepatu yang ringan buat olah raga di sekolah, Tante." Balas Arini.
" Wah cita-citanya Atlet ya?" Imbuh Ibu tetangga.
" Arin pengen jadi Perawat, Budhe!" Jawab Arini tersenyum.
" Wah seneng kalo lingkungan rumah sini ada Perawat, Biar kalo ada yang sakit bisa langsung di bantu!" Pungkas Bu Miya.
Arini pun tersenyum, Kemudian kembalilah Arini ke dalam kamar untuk menunggu kedua Kakak dan Ayahnya pulang.
...****************...
Sore hari menjelang,
Pukul 17.00 WIB, Kakak Arini yaitu Hans dan Rino pun kembali dari berdagang.
Hans melihat dari pintu, Arini tertidur di meja belajar samping tempat tidurnya. Hans Kakak yang sangat sayang pada Arini pun memasuki kamar Arini untuk membopong memindahkan ke tempat tidur. Sewaktu ingin membopong Hans melihat Diary-Arini yang terbuka Ia pun membacanya.
Hans pun tercengang melihat gambaran keluarganya di mata Arini, Ternyata Arini selalu menggambarkan kedua Kakaknya layaknya sayap baginya yang bisa menjangkau apa pun selama ada mereka. Sedang Ayah dan Ibunya di gambarkan Arini sebagai Malaikat yang memeluknya selalu.
" Hans, Kenapa kamu bengong." Rino melihat dari luar kamar Arini.
" Nih lihat, Adik kecil kita menggambarkan keluarga ini!" Jawab Hans memperlihatkan Buku Diary.
" Biarkan Dia yang mencapai cita-cita ya Hans, Kita hanya sayap yang akan terus mengangkatnya dan memudahkan jalannya untuk itu." Kata Rino sambil menatap Arini yang tertidur di meja belajar.
Arini pun terbangun karena mendengar suara kedua Kakaknya.
" Kak, Itu kah kalian? Sudah pulang?" Tanya Arini memaksa membuka mata yang masih mengantuk.
" Udah tidur aja lagi, Maaf'in Kami mengganggu mu!" Ujar Hans.
" Ayo Kak, Arini mandi dulu setelah itu beli sepatu buat lari. Arini ingin bisa berlari cepat." Kata Arini yang memaksa berdiri untuk menuju kamar Mandi.
" Biarkan kedua Kakakmu makan dulu, Nanti setelah capek mereka reda setelah makan dan istirahat baru kalian berangkat." Sahut Bu Sara tiba-tiba berada di depan pintu kamar.
" Udah mandi sana, Sehabis kamu mandi kita pergi." kata Rino sambil tersenyum.
Arini pun sangat senang kemudian Ia bergegas mengambil handuk yang tergantung di dekat kamar mandi.
" Apa kalian, Nggak capek?" Tanya Bu Sara
" Untuk Adik kesayangan Kami, Justru Kami akan capek jika tidak segera menuruti karena pasti rengek'annya terus sampai malam Bu!" Pungkas Hans sambil tersenyum.
" Maaf'in Ibu, Ibu nggak bisa menyekolahkan kalian layaknya Arini. Karena keterbatasan biaya, Kami orang tua yang gagal." Kata Bu Sara tertunduk menangis melihat Rino dan Hans.
" Ibu bicara apa sih, Kami justru bangga bisa bantu Arini buat kejar cita-citanya. Kalo masalah kami, Yah Kami bisa kok Bu bertahan hidup walau terbatas di pendidikan." Ujar Hans.
" Aku juga sadar diri kok Bu, Kalo Aku itu tidak mampu secerdas Arini. Jadi ya udah kita jadikan salah satu keluarga yang cerdas buat mengangkat derajat keluarga kita." Imbuh Rino sambil tersenyum.
Bu Sara langsung menghampiri keduanya kemudian mendekap erat sambil menangis.
" Ibu bangga punya anak-anak seperti kalian." Kata Bu Sara sambil memeluk Hans dan Rino sambil menangis.
" Bukan Bu, Justru Kami yang beruntung di lahirkan di keluarga ini. Bisa mempunyai Ibu yang super tegar, Mempunyai Adik perempuan yang cerdas pokoknya segalanya deh." Balas Rino.
Ayah pun memasuki rumah baru datang dari berdagang.
" Loh kenapa ini kok semua menangis?" Tutur Pak Romi masih menjinjing tas dagangan.
" Nggak apa-apa kok Pak." Balas Bu Sara, Kemudian mencium tangan Pak Romi di susul Hans dan Rino.
" Adik'mu Arini mana?" Tanya Sang Ayah.
" Baru mandi, Yah!" Jawab Rino.
Arini pun datang dengan mengelap rambut panjangnya dengan handuk menghampiri semuanya.
" Ayah!" Sapa Arini kemudian mencium tangan.
" Ini Ayah belikan buah jeruk kesuka'anmu, Sebentar Ayah ambil." Balas Sang Ayah sambil menaruh tas kemudian membuka mengambil plastik yang berisi jeruk buat Arini.
" Ayah'ku is the best father pokoknya" Ucap manja Arini sambil membuka plastik.
" Heh, Sana beres-beres ngegaresnya nanti. Jadi nggak beli sepatunya?" Tanya Hans berdiri merangkul pundak sang Ibu bersama Rino.
" Kakak ambil dulu, Baru Arini mau berangkat." Kata Arini membawa plastik kepada kedua Kakaknya.
Hans, Ibu, dan Rino pun mengambil satu buah jeruk setiap orang.
" Ayah, Gimana?" Kata Ayah menggoda Arini.
Arini pun menghampiri sang Ayah.
" Untuk Ayah, Arini suapin biar tidak tersedak bijinya Arin buang dulu." Ucap manja Arini terhadap sang Ayah.
Arini pun menyuapi sang Ayah.
" Hati-hati nanti kalian berangkatnya." Pesan Pak Romi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Selviana
Mampir juga di novel aku yang berjudul (Memiliki Anak Tapi belum menikah)
2023-01-11
1