Ranu Kuncoro bagaikan tersambar petir di malam hari ketika mendengar kabar bahwa istri dan adik tirinya kini sedang terkapar di rumah sakit dalam kondisi yang kritis.
Ranu segera meminta ijin kepada Irwan Handoko untuk pergi ke rumah sakit. Dia sudah seperti orang kalap saja menyetir mobil sendirian dengan kecepatan tinggi agar segera sampai di rumah sakit.
Ranu Kuncoro tidak bisa berpikir dengan jernih saat dirinya tiba di rumah sakit. Bik Nah dan Pak Bambang, sopir pribadi istrinya sudah menunggu dirinya di depan ruang operasi.
"Nyonya Risa dan mbak Silvia sama-sama sedang menjalani operasi, tuan,"ujar bik nah dengan raut wajah yang begitu sedih. Untung saja waktu itu bik nah kembali lagi ke rumah keluarga Kuncoro. Bik nah melupakan daftar belanjaan yang akan dia buat untuk belanja kebutuhan esok hari. Dan dia melihat dua orang lelaki dengan tampang sangat keluar dengan tergesa-gesa dari rumah sang majikan.
Bik nah segera berteriak meminta tolong. Kedua lelaki itu yang tahu keberadaan bik nah bergegas melarikan diri dengan mobil karena takut di keroyok warga. Bik nah mendapati kedua wanita yang ada di rumah tersebut telah tergeletak di lantai. Keduanya dalam kondisi tidak sadarkan diri.
Bik Nah segera menelepon pak Bambang dan dibantu dengan beberapa warga sekitar mereka membawa kedua wanita hamil itu ke rumah sakit.
Ranu Kuncoro mengusap wajahnya dengan kasar. Dia tidak bisa membayangkan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Bagaimana kondisi Risa saat kejadian itu. Ranu Kuncoro hanya bisa berharap Risa dan bayi dalam kandungannya bisa terselamatkan.
Setelah satu jam menunggu, akhirnya operasi pun selesai dilakukan. Dokter keluar dari ruangan operasi tersebut. Ranu segera menghampiri dokter yang baru saja melakukan tindakan operasi kepada istri dan juga adiknya.
"Keluarga pasien,"panggil perawat yang ada di samping sang dokter.
"Saya suaminya, dok,"ujar Ranu Kuncoro dengan raut wajah harap-harap cemas.
"Maaf, kami sudah berusaha sebaik mungkin. Tetapi hanya ada satu bayi yang dapat kami selamatkan. Dan bayi yang satunya lagi telah meninggal saat dalam dalam kandungan. Maaf, kami turut berduka cita,"ucap sang dokter dengan raut wajah yang sedih.
Sedangkan Ranu Kuncoro sendiri tidak bisa berkata apa-apa lagi. Suaranya terasa tercekat dan tidak mampu bertanya hal yang lain lagi. Bagaimana dia bisa menerima keadaan yang sebenarnya. Ranu tidak tahu harus mengatakan apa kepada istrinya nanti.
"Ada yang ingin saya katakan secara pribadi dengan anda, mari ikut saya,"ujar sang dokter kepada Ranu Kuncoro.
Ranu pun mengikuti langkah sang dokter yang berjalan menuju ke ruang kerjanya. Ranu berjalan mengikuti sang dokter dengan langkah gontai. Dia tidak bisa berpikir apa-apa. Pikirannya seperti kosong begitu saja setelah mendengar apa yang dokter katakan barusan kepadanya.
"Silakan duduk, bapak,"ujar dokter kandungan yang selama ini merawat kesehatan janin dalam diri sang istri. Ranu duduk di kursi yang berada di depan meja kerja sang dokter.
"Maaf, jika saya harus mengatakan hal ini kepada anda, saya tahu ini tidak mudah bagi anda dan istri menerima kenyataan ini. Tetapi takdir berkata lain, anda dan istri harus merelakan kejadian ini. Saya harap bapak dan ibu bisa dengan ikhlas merelakannya demi kebaikan bersama,"ujar sang dokter memberikan nasehatnya.
"Ja...di...maksud dokter, yang meninggal adalah ba...yi.."Ranu Kuncoro tidak bisa melanjutkan perkataannya barusan. Ranu tidak sanggup untuk berkata-kata sesuai kenyataan yang ada.
"Saya tahu ini tidak mudah bagi bapak dan ibu menerimanya, tetapi ini semua adalah takdir. Namun, ada sesuatu hal yang penting yang ingin saya sampaikan. Saya tidak bisa memutuskan hal ini seorang diri. Saudari anda ingin memberikan putrinya kepada istri anda. Dia tidak ingin istri anda mengalami depresi nantinya setelah tahu bahwa putri kalian telah meninggal dunia. Saya sebagai dokter tidak bisa memutuskan hal ini seorang diri. Itu bukan kewenangan saya. Silakan anda dan saudari anda untuk memutuskan yang terbaik untuk nyonya Risa,"ujar sang dokter memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Ranu Kuncoro untuk memutuskan permintaan saudara perempuannya.
Silvia terlentang di ranjang rumah sakit dengan air mata yang sedari tadi tidak dapat dibendungnya. Dia begitu merasa bersalah dengan apa yang dialami oleh sang kakak ipar, Risa. Silvia merasa sangat berdosa dengan apa yang telah menimpa Risa. Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong diri Risa.
"Jadi apa yang sebenarnya terjadi?"tanya Ranu dengan nada suara yang terdengar dingin. Setelah apa yang menimpa keluarganya membuat seorang Ranu Kuncoro menjadi kesal dengan sang adik tirinya itu.
"Dia adalah seorang pengusaha terkenal. Dia menjadikanku wanitanya pemuas nafsunya saja. Dan aku telah jatuh cinta kepadanya. Aku tidak ingin berpisah dengannya karena itulah aku berusaha hamil benih darinya. Tetapi dia tidak menginginkan anak ini. Aku berencana pindah rumah dan sudah mengemas semua pakaianku. Tetapi siapa sangka anak buahnya datang ke rumah. Mbak Risa mau menolongku karena aku akan dibawa oleh mereka. Tapi....tapi ....,"Silvia tidak bisa melanjutkan cerita nya karena dia keburu menangis kembali setelah mengingat apa yang telah terjadi dengan saudara iparnya tersebut.
"Aku mohon mas, lakukan permintaan ku ini, mbak Risa tidak akan sanggup mendengar berita yang sesungguhnya, aku...mohon...mas,"ujar Silvia dengan nada memohon kepada saudara tirinya agar menerima putrinya sebagai anak kandung mereka. Karena Silvia merasa bahwa sang kakak ipar tidak akan sanggup menerima keadaan yang sebenarnya. Silvia tidak akan tega melihat kesedihan yang teramat dalam akan dirasakan oleh sang kakak ipar yang selama ini begitu baik dan peduli kepadanya layaknya adiknya sendiri.
Ranu Kuncoro berjalan ke arah ruangan yang menempatkan bayi-bayi yang baru lahir. Dia melihat seorang bayi perempuan yang begitu cantik. Di ranjang bayi itu tertulis sebuah nama yang membuat Ranu Kuncoro tidak bisa menahan lagi air matanya untuk tidak mengalir.
Bayi Nyonya Risa Kuncoro.
Begitu tulisan yang tertera di sana. Ranu Kuncoro tidak bisa membendung air matanya untuk tidak tumpah.
Maafkan ayah, nak. Ayah tidak bisa menjaga kalian dengan baik. Ayah yang telah bersalah dalam hal ini. Ayah bukanlah ayah yang baik.
**
Risa mulai mengerjapkan matanya dan melihat cahaya lampu yang silau menerangi penglihatannya. Risa menengok ke samping dan melihat sang suami sedang duduk menghadap sebuah keranjang bayi di hadapannya. Risa seketika meneteskan air matanya saat melihat apa yang ada di hadapannya.
"Mas...."panggil Risa dengan suaranya yang lemah. Ranu Kuncoro seketika menoleh dan mendapati Risa sedang menangis sambil menatapnya. Ranu bergegas mendekati ranjang Risa dan memegang tangan sang istri yang baru tersadar dari obat biusnya.
"Mas...dia...."Risa tidak bisa melanjutkan ucapannya karena dia merasa bahagia sekali karena anak dalam kandungannya berhasil diselamatkan. Ranu Kuncoro hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
"Ya...dia..putri kita,"jawab Ranu Kuncoro di hadapan sang istri. Risa begitu bahagia dan menangis sambil tersenyum ke arah bayi mungil tersebut. Dia merasa sangat bahagia dan bersyukur karena bayinya berhasil hidup. Risa sudah merasa putus harapan karena dia berpikir dia tidak bisa menyelamatkan anak dalam kandungannya.
"Terimakasih ya Allah, engkau selamatkan putri kami,"ujar Risa dalam doanya. Ranu Kuncoro hanya terdiam sambil mengusap air matanya yang tiada hentinya itu. Ranu ikut bersedih sekaligus bahagia melihat apa yang terjadi kepada diri sang istri.
Maafkan aku Risa. Aku melakukan ini semua demi kebaikan kita. Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk kepadamu. Aku ingin kamu bahagia meskipun cara yang kulakukan ini salah. Tetapi aku lebih tidak bisa melihatmu bersedih jika kamu tahu kenyataan nya.
***
Iklan Author
Budayakan klik tombol like dan tuliskan komentar kalian sebanyak-banyaknya. Karena komentar kalian adalah penyemangat bagi author.
Terimakasih 😄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Nur Lizza
kasihan risa😭😭😭😭
2021-10-09
0
reader's cute
ruwet 🤣🤣🤣
2020-09-22
1
Rustin
bukannya bayi silvya berjenis kelamin laki2
2020-09-21
2