Hujan mengguyur kota sejak pagi hari. Udara kota yang biasanya panas kini menjadi begitu dingin sejak datangnya hujan. Musim penghujan telah datang dan para warga kota harus mulai menghadapi beberapa masalah yang datang. Salah satunya adalah air yang meluap karena seringnya hujan turun.
"Nyonya, mari saya bantu,"ucap bik nah melihat Zahra turun dari mobil dan turun dengan membawa banyak barang.
"Terimakasih, bik nah,"kata Zahratusifa kepada pembantu rumah tangga di rumah almarhumah sang kakak, Risa Kuncoro.
Memang banyak sekali bawaan Zahra karena malam ini masih ada tahlilan di rumah kakaknya tersebut. Maka, zahralah yang mengurus kebutuhan yang diperlukan selama tahlilan. Karena tidak ada lagi yang bisa mengurusnya. Kakak iparnya masih mendekam di penjara dan entah kapan akan dibebaskan.
"Dimana Rania bik?"tanya Zahra kepada bik nah. Karena sedari tadi zahra tidak melihat keberadaan keponakannya tersebut.
"Non Rani sedang mengurung diri di kamar, nyonya,"kata bik nah. Memang sejak kepergian sang bunda membuat Rania menjadi anak yang pendiam dan tidak lagi seceria dahulu kala. Rania menjadi lebih tertutup dan juga suka berdiam diri di kamar.
Zahra hanya bisa menghela napas panjangnya. Dia tahu memang tidak mudah menghadapi kenyataan untuk anak seusia Rania. Zahra hanya bisa menghibur sang keponakan tanpa bisa melakukan apa-apa. Kenyataan hidup ini tentunya tidak mudah diterima oleh anak seusia diri Rania.
"Baiklah, biarkan saja dia dulu sejenak, apakah Rania sudah makan siang bik?"tanya Zahra mengkhawatirkan kondisi sang keponakan.
"Belum nyonya, non rani menolak membuka pintu kamarnya,"lapor bik nah dengan raut wajah yang sedih. Zahra bisa mengerti akan sikap Rania yang seperti itu.
"Ya sudah, nanti biar aku yang bawakan makan siang ke kamarnya. Bik nah tolong persiapkan makanan untuk Rania,"ujar Zahra kepada bik nah.
"Baik, nyonya,"jawab bik nah lalu bergegas menuju ke dapur untuk melakukan apa yang nyonya Zahra pinta kepada dirinya.
Rania sedang duduk-duduk di samping jendela kaca kamar tidurnya. Dia melihat derasnya hujan yang mengguyur hari ini. Rania mengusapkan tangannya ke kaca jendela bermaksud menghilangkan embun yang menghalangi pandangan dari kaca jendelanya.
Sejak kepergian Risa, sang bunda, membuat Rania menjadi sosok yang berbeda dari biasanya. Rania sekarang menjadi anak yang pendiam dan juga tertutup. Rania tidak pernah berbicara dengan siapapun.
Rania telah kehilangan selera berbicaranya. Banyak cerita yang dia dengar sejak keluarganya mengalami begitu berat permasalahan. Dan Rania saat ini tidak sanggup mendengarkan apapun lagi. Dia sedang bingung akan apa yang terjadi dan bagaimana cara mengatasinya.
"Rania...."suara di depan pintu kamar Rania itu adalah milik bibi Zahra.
Tok.. Tok.. Tok..
Suara ketukan di pintu kamarnya membuat Rania seketika menoleh ke arah pintu kamar. Itu pasti bibi Zahra nya sudah ada di rumahnya.
"Ran, ini bibi Zahra, tolong bukakan pintu kamar kamu, sayang,"ujar bibi Zahra membujuk Rania untuk membukakan pintu kamarnya. Di luar pintu, sang bibi membawakan juga makanan untuk Rania.
"Sayang, kamu tidak sedang tidur kan?"tanya bibi Zahra kembali. Rania merasa tidak enak jika dia sampai diam saja kepada sang bibi yang selama ini telah berbaik hati merawat dirinya sejak kedua orang tuanya tidak lagi di samping Rania.
Dengan langkah gontai, Rania berjalan menuju pintu kamar dan membuka kuncinya. Rania membukakan pintu kamarnya untuk sang bibi.
Zahra tersenyum bahagia bisa melihat wajah sang keponakan saat Rania membukakan pintu kamar untuknya. Rania melihat senyum kebahagiaan itu dari wajah sang bibi.
"Sayang, ini makan siang untukmu, bibi bawakan beberapa buah kesukaan kamu juga, ayo segera makan,"ucap bini Zahra sambil menyodorkan baki berisi makanan kepada Rania. Melihat kebaikan sang bibi membuat Rania teringat akan perhatian dan kasih sayang almarhumah sang bunda. Apalagi mereka berdua adalah saudara maka tidak menutup kemungkinan ada beberapa bagian di wajah mereka berdua yang mirip. Antara almarhumah Risa dengan bibi Zahra nya.
"Terimakasih, bibi,"kata Rania sambil menerima baki berisi makanan dan juga minuman jus jeruk untuk dirinya tersebut. Rania sengaja tidak berani menatap mata sang bibi. Karena saat itu Rania sendiri sudah menahan air matanya yang hampir saja terjatuh. Zahra sebenarnya tahu kalau Rania sedang menahan dirinya untuk tidak menangis. Zahra melihat kedua mata sang keponakan yang tampak berkaca-kaca.
"Sama-sama sayang, ayo bibi temani kamu makan siang ya,"kata bibi Zahra sambil menemani sang keponakan ke dalam kamarnya.
Rania memakan makanan yang dibawakan sang bibi dengan sangat lahap. Dia sendiri ternyata begitu kelaparan hanya saja rasa malas membuat dirinya melupakan perasaan lapar itu.
Zahra begitu prihatin melihat sang keponakannya yang lebih pendiam dari sebelumnya. Dia merasa sangat kasihan dengan apa yang menimpa diri Rania.
Sepertinya Zahra akan menetap di rumah ini karena dia tidak bisa meninggalkan Rania begitu saja sendirian tanpa pengawasan. Rania membutuhkan kasih sayang dan perhatian oleh keluarganya. Dan sekarang keluarga Rania hanyalah dirinya.
Ya, Zahra sudah memutuskan untuk merawat Rania sampai dia dewasa nanti. Zahra tidak bisa meninggalkan Rania begitu saja. Bagaimanapun Rania adalah keponakannya. Putri satu-satunya dari almarhumah Risa Kuncoro.
*
Pagi ini Rania sudah mulai masuk ke sekolah. Rania berangkat sekolah diantar dengan mobil sang bibi. Rania mencium tangan sang bibi dan berpamitan. Zahra begitu senang karena sang keponakannya dididik dengan baik oleh sang kakak.
"Hati-hati, belajar yang rajin ya sayang, nanti hubungi bibi jika jam sekolah sudah usai ya,"pesan bibi Zahra.
"Baik, bi,"jawab Rania singkat. Sang bibi hanya tersenyum mendengar jawaban dari Rania tersebut.
Rania keluar dari mobil dan berjalan menuju ke dalam sekolahnya. Sudah hampir dua minggu Rania tidak masuk sekolah. Tentu sudah banyak materi pelajaran yang ketinggalan. Rania harus mengejar ketertinggalannya tersebut. Dia tidak mau sampai dirinya tidak lulus nantinya. Rania tidak mau merepotkan sang bibi.
"Eh, dia sudah masuk sekolah, berani juga."
"Ayahnya beberapa bulan yang lalu masuk penjara. Lalu ibunya meninggal. Sungguh mengenaskan."
"Anak seorang penjahat, hati-hati, jangan dekat-dekat dengan dia."
Rania hanya diam saja mendengar gosip yang beredar tentang dirinya tersebut.
"Heh, kalian kurang pekerjaan ya sampai gosipin orang,"tegur seseorang yang membuat Rania menoleh kepadanya.
"Kenapa sih Rey, kamu selalu saja membela dia?"ucap salah satu anak perempuan seusia Rania yang tadi sedang bergosip dengan kedua temannya.
"Aku ini pelindungnya, jaga ucapan kalian baik-baik ya, atau kalian akan berurusan denganku,"tantang reyhan kepada ketiga anak perempuan yang suka bergosip itu.
Rania berjalan dengan cepat ke arah reyhan lalu menarik tangan anak lelaki itu dan membawanya menjauh dari ketiga perempuan yang menatap kepergian mereka dengan wajah tidak suka.
"Huh! mentang-mentang ada reyhan yang membelanya, sok cantik sekali dia itu!"
"Kita kerjai saja dia jika reyhan tidak berada di sisinya,"kata salah seorang dari mereka bertiga.
"Wow, itu ide yang cemerlang. Aku sudah muak dengan wajah sok cantiknya itu,"jawab ketua geng tersebut.
***
Iklan Author
Budayakan klik tombol like dan tuliskan komentar kalian sebanyak-banyaknya. Karena komentar kalian adalah penyemangat bagi author.
Terimakasih 😄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Nur Lizza
yg sabar rania
2021-10-09
0
Dirah Guak Kui
aduh Thor buli seperti itu kok dipelihara, kl saya denger/liat keponakan saya/anak yg sdg dibuli seperti itu, pastikan yg buli selamatdari pandangan saya, saya bisa buat anak seperti itu pindah dari sklh tersebut dihari esoknya😡😈
2020-08-17
2
Candy Junior
lanjut
2020-08-04
2