Hari kelulusan pun telah tiba ke empat sahabat itu pun saling berpelukan penuh haru, mereka akan meneruskan pendidikan mereka di tempat yang berbeda. Untuk perpisahan terakhir masa sekolah mereka pergi ke sebuah cafe kecil dekat sekolah memesan begitu banyak makanan dan minuman bersoda.
“Kenapa masa menyenangkan ini begitu cepat berlalu...huhuhu.” Ucap Joel sambil menangis.
“Hei sudahlah kita ini kan bukan berpisah selamanya jangan terus ditangisi seperti ini, kapan-kapan kita bisa saling buat janji lagi Joel.” Ucap Micha menenangkan Joel.
“Benar Joel kamu ini jangan bikin yang lain ikut-ikutan sedih kaya kamu.” Imbuh Enzi.
“Teman-teman maaf ya jika selama ini aku punya salah sama kalian, dan juga harus jaga diri kalian dengan baik, jaga kesehatan juga, sekali lagi aku minta maaf atas semua kekuranganku selama ini.” Ucap Rifa dengan nada yang sendu, sampai membuat ketiganya menatap heran pada Rifa.
“Rifa apa yang kamu katakan, kita ini sahabat, kenapa kamu ini ngomongnya seperti orang yang akan pergi jauh saja dan tidak akan bertemu sama kita lagi.” Ucap Joel agak marah pada ucapan Rifa.
“Apa yang di katakan oleh Joel benar Rif, kamu ada masalah kah? Atau kamu tidak akan pernah kembali ke kota lagi dan menetap di desa?” Imbuh Micha.
“Benar apa yang di katakan Micha apa kamu lagi ada masalah Rif? Kenapa ucapanmu ini sedikit janggal.” Celetuk Enzi.
Ucapan para sahabatnya pun membuat Rifa sedikit tergagap untuk menjawabnya, dia menelan salivanya karena tidak tahu apa yang harus dia jawab kepada para sahabatnya. Dirinya tidak mungkin memberi tahu mereka akan penyakitnya yang kini sudah semakin parah, karena selama ini dirinya sudah bisa menyembunyikannya sangat baik dari mereka. Rifa tidak ingin membuat para sahabatnya sedih maupun khawatir padanya atau mungkin mereka akan menjauhinya, sungguh dirinya tidak sanggup untuk jujur.
Penyakit leukimia yang dia derita sejak 2 tahun terakhir ini semakin membuat dirinya kurus hingga Rifa memutuskan mengenakan hijabnya agar sahabatnya tidak mengetahui rambutnya sudah semakin botak karena rontok, dia mulai mengenakan lipstik untuk menutupi wajah pucatnya. Walaupun waktu itu sempat di ledek oleh mereka semua karena mengenakan lipstik tipis tetapi Rifa tetap dengan percaya diri karena dirinya ingin berdandan ucapnya pada para sahabatnya, sehingga mereka semua pun juga mempercayai ucapan Rifa.
“Tidak..tidak..aku sama sekali tidak ada masalah, hanya saja sedikit berat melepaskan kebersamaan ini.” Elak Rifa.
“Kan kita tadi sudah bilang kapan-kapan bisa janjian untuk bertemu lagi Rif.” Ucap Joel pada Rifa.
“Benar apa yang di katakan Joel, kamu jangan terlalu sedih juga ya Rif." Imbuh Micha.
“Ayolah Rif, semangat kita pasti bisa bertemu dan berkumpul lagi nanti.” Ucap Enzi sambil merangkul bahu Rifa.
Rifa hanya tersenyum getir mendengarkan penuturan para sahabatnya, tenggorokannya terasa tercekat karena menahan tangisnya. Betapa bahagianya dia jika semua itu benar-benar bisa terwujud. Rifa hanya menundukkan pandangannya dan mengangguki apa yang sahabatnya katakan, karena dirinya saat ini sudah tidak sanggup untuk membuka mulutnya untuk berbicara. Rasa sesak di dadanya semakin terasa, kepalanya berdenyut luar biasa, Rifa semakin tidak bisa mendengar suara para sahabatnya, darah segar mengalir deras di hidungnya. Kepanikan mulai dirasakan ketiga sahabatnya itu, tetapi Rifa sudah tak sadarkan diri. Kepalanya sudah tergeletak diatas meja bersimbah darah yang berasal dari hidungnya.
“Rifa..Rifa..bangun apa yang terjadi padamu.” Teriak Micha histeris.
“Kenapa kamu seperti ini Rif ini gak lucu, cepat bangun Rifa.” Ucap Joel yang tak kalah histerisnya.
Enzi tak kalah histerisnya karena tadinya dia masih merangkul bahu Rifa, tiba-tiba Rifa menjatuhkan kepalanya di atas meja. Enzi terus menggoyang-goyangkan badan Rifa yang saat ini sudah tak bereaksi lagi. Micha langsung menghubungi ambulance agar segera datang ke cafe dekat sekolah mereka.
Ketiganya tidak henti-hentinya menangisi keadaan Rifa yang saat ini sudah terbujur kaku di IGD rumah sakit. Keluarganya yang sudah di kabari pun segera menuju rumah sakit untuk menjemput jenazah Rifa.
“Rifa kamu jahat sekali kenapa kamu menyembunyikan semua ini dari kami.” Ucap Joel di sela isak tangisnya.
Sedangkan Micha dan Enzi sudah tak sanggup untuk berkata apa pun, mereka sungguh sangat merasa kehilangan sahabat baik mereka tepat setelah kelulusan mereka di umumkan. Cafe itu menjadi kenangan indah terakhir bersama Rifa. Setelah keluarga Rifa tiba di rumah sakit mereka tak kalah histerisnya terutama kedua orang tua Rifa, walaupun kedua orang tua Rifa mengetahui hal ini akan terjadi suatu saat nanti, tetapi hati mereka sungguh masih belum bisa percaya kini Rifa sudah tiada lagi disisi mereka secepat ini.
Segala persiapan pemakaman untuk Rifa sudah dipersiapkan. Rifa akan dimakamkan di desa tempat kelahirannya, ketiga sahabat itu pun tetap mengikuti dan menjalani prosesi pemakaman Rifa hingga ke desanya. Namun Micha di temani oleh kakek dan neneknya, karena mereka terlalu khawatir dengan cucu satu-satunya ini jika harus pergi ke tempat yang jauh tanpa didampingi oleh keluarga. Sedangkan papa dan mamanya sangat sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.
“Aku masih tidak rela kehilangan Rifa Nek.” Ucapnya pada Neneknya Rimala di sela isak tangisnya.
“Sayang kamu tidak boleh seperti itu, doakan dia supaya dia tenang di alam sana. Jika dia melihat kamu dan yang lain seperti ini, pasti dia akan sedih sayang.” Ucap sang Nenek lembut sambil mengusap pucuk kepala Micha agar dirinya bisa lebih tenang.
“Aku tahu Nek, tapi sungguh hati Micha sakit Nek kehilangan Rifa begitu tiba-tiba.” Imbuhnya lagi.
“Apa yang di katakan Nenekmu benar Micha sayang, kamu harus bisa merelakan kepergiannya agar dia bisa tenang di sana.” Ucap Kakek Doni Alexander.
“Iya sayang kamu harus tegar ya.” Imbuh sang Nenek lagi.
“Iya Kek, iya Nek.” Jawab Micha begitu lesu.
Akhirnya proses pemakaman Rifa berjalan dengan lancar. Micha, Joel dan Enzi juga membantu kesibukan di rumah Rifa sebisa mereka. Setelah seharian mereka membantu keluarga Rifa mereka bertiga izin pamit untuk kembali ke kota lagi. Keluarga Rifa sungguh sangat berterima kasih pada mereka karena sudah membantu segalanya, terutama pada kakek dan nenek Micha yang juga ikut memberikan santunan untuk keluarga Rifa.
*****
4 Tahun kemudian.
Waktu tak terasa berlalu begitu cepat kini Micha dan yang lain sudah tidak bersama lagi meski mereka masih suka berkomunikasi tetapi sekarang sungguh sangat jarang bisa berhubungan satu sama lain karena kesibukan masing-masing. Micha terus mondar mandir di kamarnya karena dirinya begitu gelisah ingin menyampaikan keinginannya pada kakek neneknya. Micha sendiri lebih memilih tinggal bersama kakek neneknya daripada tinggal bersama kedua orang tuanya. Karena mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing, mamanya Alice sibuk mengurusi perusahaan almarhum neneknya Riana sedangkan papanya Zayn sibuk dengan rumah sakitnya sendiri.
Hanya kakek dan neneknya yang selalu ada waktu bermanja dengannya. Karena kini sang kakek sudah tidak lagi mengurisi perusahaan Alexander, sang kakek menyumbangkan setengah kekayaannya pada dinas sosial, hanya tinggal beberapa anak perusahaan yang masih di urus oleh sekertaris keluarga Alexander.
.
.
.
.
.
.
Bersambung....
Jangan lupa dukung author ya.
Klik 👍 Klik❤️ dan jangan lupa Vote nya juga.
Terima Kasih 🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
susi 2020
😘😘😘
2023-03-11
0
susi 2020
😔😔😔😔
2023-03-11
0
Ike Kartika
baper ak thor.rifa umur nya cm smp lulus SMA😭😭😭😭
2022-10-06
0