Pineapple Hero

Pineapple Hero

Kehidupan yang suram

“Itu dia!” Teriak salah seorang anak kecil yang menunjuk seorang gadis yang kumuh yang sedang memungut sampah disebuah lapangan bola pada desa tersebut. Anak itu bersama dengan teman-temannya yang berjumlah lima orang anak. Rata-rata umur dari sekumpulan anak itu 8-10 tahun.

“Jangan mendekatinya!” Anak yang lain mencegah temannya yang berlari ke arah gadis kumuh itu. ”dia adalah Ogika, gadis pembawa sial! Jauhi dia!” Tambah anak yang lain yang menyadari bahwa gadis kumuh yang mereka lihat adalah gadis yang bernama Ogika.

“Anak sial… anak sial… anak sial!!!” Silih berganti sekumpulan anak-anak itu meneriaki gadis kumuh tersebut. Bahkan mereka bergantian melempari gadis itu dengan rumput, daun, ranting pohon dan bebatuan.

“Hikss…” Ogika hanya bisa menangis tanpa melakukan perlawanan. Padahal jika ia ingin melawan gampang saja, karena ia lebih tua dan berbadan lebih besar dibandingkan anak-anak itu.

“Atannn… ayo pulang nak.” Seorang ibu meneriaki anaknya dari dikejauhan. Melihat matahari yang separuh terbenam, ibu yang bernama Lilis itu mencari anaknya kesana kemari hingga akhirnya ia menemukan Atan pada lapangan bola tersebut.

“Atan, ibumu memanggilmu.” Baju kaos yang dipakai Atan ditarik oleh Andum temannya. “Sungguh?” Atan berbalik melihat Andum, Andum mengangguk. “Itu ibumu.” Tunjuk Andum kepada Lilis di ujung lapangan bola kaki itu.

“Teman-teman sudah waktunya kita pulang!” Atan mengayunkan tangannya seraya berkata kemari, ayo kita pulang. Anak-anak itu mengikuti perkataan temannya. Mereka berlari bersama-sama keluar dari lapangan bola kaki itu.

Sebelum meninggalkan lapangan bola kaki itu Atan masih saja sempat menjulurkan lidahnya untuk mengejek Ogika. Mata Ogika menatap tajam kepada anak lelaki yang mengejeknya itu. Tatapannya sungguh tajam, tetapi tatapan Ogika bukanlah tatapan kebencian, tatapan dari Ogika adalah tatapan untuk mengingat dan mengabadikan pelecehan yang telah diperbuat oleh anak lelaki itu.

Beberapa menit kemudian hari telah gelap. Di tengah rindangnya rerumputan yang bernama rumput gajah tersebut Ogika bersembunyi dan kelaparan.

Plak\~

Ogika memukul kaki dan tangannya yang dipenuhi dengan nyamuk yang sedang asyik menyantap darah segar dari gadis tersebut. Cuaca di malam itu pun terasa dingin. Ogika berbaring memandangi rembulan yang penuh dengan sinarnya.

Seluruh tubuh Ogika terasa gatal. Bahkan lebih gatal dari gigitan nyamuk yang menghampiri kulitnya. Gadis itu pun berdiri dan beranjak dari tempatnya. Ia berjalan perlahan keluar dari lapangan bola kaki tersebut.

Setelah selama 30 menit berjalan tanpa henti, Ogika melihat sebuah warung bakso. Seketika perutnya berbunyi seraya berkata tolong isi lah aku.

Gadis kumuh itu sudah tidak makan dari kemarin. Dua hari yang lalu ia bisa makan karena menemukan sebuah makanan basi di tempat sampah milik warga sekitar. Karena sangat lapar, makanan basi itu pun terasa bagaikan makanan yang dibuat oleh restauran bintang lima.

Ogika mendekati warung bakso tersebut. Berharap ada seseorang disana yang berbaik hati yang akan memberikannya makan.

“Cuihhhh!” Seorang pria meludah tepat disamping Ogika saat ia mendekatkan diri kepada pria tersebut.

“Heh kau gadis jelek, apa yang kau lakukan disini? Pergi sana!” Usir dari pria yang sedang memakan semangkuk bakso dengan porsi jumbo. Dia makan bersama dengan teman sesama prianya.

“Tuan, bolehkah aku meminta baksomu? Aku sangat lapar.” Dengan wajah yang begitu memelas Ogika meminta belas kasih dari pria tersebut.

Ogika memiliki rambut sebahu yang saling melekat satu sama lain. Rambutnya tak lagi terurai sempurna karena bisa dihitung kapan ia mandi dan memakaikan sampo pada rambutnya itu.

“Sudah ku bilang pergi. Kenapa kau masih disini? Pergi sana!” Bentak pria tersebut sembari mendorong Ogika. Gadis kumuh itu sontak terjatuh di lantai. Seketika ia menangis terseduh.

“Gadis jelek! Kau itu sangat bau! Selera makanku langsung hilang karenamu.” Berang pria tersebut. Kemudian pria itu mengambil mangkuk yang berisi bakso beserta dengan kuahnya yang panas.

Brushhh\~

Bakso-bakso kecil itu menggelinding di atas rambut Ogika. Mi dari bakso tersebut menambah ritme jelek rambutnya serta mi tersebut berdiam pada rambut itu yang menjuntai ke wajahnya. Sedangkan kuah bakso panas itu membasahi kepala, wajah, hingga ke leher Ogika.

“Arghhh… panas-panas!” Teriak Ogika. Ia merintih kesakitan, wajah dan kulit lehernya tampak memerah.

“Hentikan Byron! Kau keterlaluan!” Teman Byron yang bernama Efrik berdiri dan memegang bahu dari Byron. Ia mencoba untuk menyadarkan temannya itu.

“Aku sudah memperingatkannya Efrik, tetapi tetap saja dia tidak mau pergi. Dia itu sangat bau! Ku rasa kau juga menciumnya. Aku melihatmu menutup hidungmu saat ia mendekat.” Sentak Byron kepada Efrik. Temannya itu hanya bisa terdiam karena memang gadis kumuh itu tidak pernah mandi selama satu tahun dan sangat bau.

Ogika masih menangis terseduh. Ia merasa perih pada kulitnya yang memerah.

“Ada apa ini?” Pemilik warung bakso yang melihat kejadian itu akhirnya angkat bicara. Ia mendekati meja tempat Byron makan bersama Efrik. Di dekat meja itu Ogika terduduk menangis melipat lututnya.

“Ya Tuhaaannn… kau benar-benar bau!” Pemilik restauran segera menutup hidungnya. “Kau harus pergi dari sini Nona.” Perintah pemilik warung bakso tersebut.

Tetapi Ogika hanya menangis dan tak bergerak sama sekali. “Ku mohon sayang kau harus pergi. Apa kau mau disiram dengan semangkuk bakso panas lagi?” Pemilik warung itu berbisik ditelinga Ogika dengan menahan nafasnya.

Mendengar perkataan dari pemilik warung tersebut seketika Ogika berdiri, matanya memerah seperti orang yang sedang sakit mata.

Ketiga orang yang berada disampingnya sontak menjauh dan menutup hidung masing-masing. “Pergilah dan jangan kembali lagi.” Seru pemilik warung bakso bersamaan dengan Byron.

Ogika pun pergi meninggalkan warung bakso tersebut. Sedangkan Byron dan Efrik menyudahi makan mereka walaupun mereka baru saja memulainya. Bau dari gadis itu masih menempel di hidung orang-orang yang dekat dengannya.

“Dia sudah pergi tapi baunya masih menempel di warung ini uekkkkk…” tutur salah seorang pelanggan yang lain.

“Hey kalian, cepat tinggalkan warung bakso ini. Gadis kumuh yang barusan kalian lihat itu adalah gadis pembawa sial!” Ujar seorang ibu yang sedang makan bersama dengan anaknya.

“Benarkah?” Seru para pelanggan lain yang makan pada warung bakso itu. “Ayo kita pergi!” Ajak Byron kepada Efrik. Kemudian satu persatu pelanggan dari warung bakso itu pergi meninggalkan tempat itu.

“Tunggu, kalian mau kemana?” Teriak pemilik warung bakso tersebut. Tetapi, semua pelanggan itu tak menghiraukan teriakan pemilik warung bakso tersebut. Mereka semua pergi meninggalkan tempat itu.

“Hey kalian semuaaa! Sebelum pergi dari sini bayar duluuuu…!” Pemilik warung bakso berteriak histeris penuh dengan kekesalan. Namun tetap saja para pelanggan itu tak memperdulikan suaranya.

“Gadis jelek! Kau sungguh pembawa sial! Gadis jelek sialan!” Umpat pemilik warung bakso dengan jengkelnya.

Sang pemilik warung bakso mengambil seember air dan seember sabun yang telah dicampur dalam ember tersebut. Dengan membawanya masing-masing di tangan kanan dan kiri, ia menuju ke lantai tempat Ogika jatuh.

Pemilik warung bakso itu menyirami bekas duduk dan tumpahan bakso yang mengenai Ogika dengan ember yang berisi sabun terlebih dahulu. Pemilik itu enggan menyentuh lantai itu dengan kaki dan tangannya karena takut terkena efek sial dari gadis tersebut. Kemudian ia membilasnya dengan ember yang berisi air biasa. Ia menumpahkannya saja air itu hingga hampir sebagian dari lantai tersebut basah.

Ogika terus berjalan tanpa arah. Saat ia merasa kelelahan ia akan berhenti dan duduk disembarang tempat. Bisa dipinggir jalan, ditengah kebun, dipinggir sungai atau dipinggir jembatan. Yang pasti dia takut untuk mendekat ke pemukiman warga karena dia akan diusir dengan perlakuan yang kasar. Seperti yang terjadi pada warung bakso itu.

Nafas dan tenaga Ogika melemah. Ia menghentikan langkahnya di sebuah kebun nanas milik warga setempat. Ia duduk bersembunyi dibalik kebun nanas tersebut. Ia tak peduli lagi kulitnya ditusuk-tusuk oleh duri yang ada pada daun dari kebun nanas itu.

Ogika menangis tanpa air mata. Suaranya meraung-raung kesakitan namun air matanya tak lagi keluar, mungkin saja air mata miliknya telah habis karena selalu saja menangis.

Karena perut yang sangat kelaparan, Ogika mengambil satu persatu mi yang ada dikepalanya itu dan memakannya. Mi yang sudah kotor akibat terkena yang rambutnya yang kotor itu terasa lumayan enak karena kondisi perutnya yang sangat lapar.

Setelah semua mi itu telah dimakan oleh Ogika, akhirnya Ogika merebahkan badannya di kebun nanas itu.

“Aga mufegau iyakketu?”

Tiba-tiba Ogika mendengar suara aneh. Lekas ia memperhatikan ke sekitarnya. Tidak ada siapapun di dekatnya ataupun tidak ada siapapun disekitar kebun nanas itu.

Terpopuler

Comments

armychim

armychim

awal episode cukup menarik...tinggalin like😀

2022-12-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!