“Astaga! Apa-apaan ini? Rumah seperti kapal pecah!” teriak Yani—ibu mertua Sofia.
Buru-buru Sofia menyeka kedua matanya yang basah. Keluar dari kamar dengan memaksakan senyum di bibirnya.
“Ma,” sapa Sofia membungkuk, hendak meraih tangan Yani.
Namun wanita paruh baya itu menepisnya dengan kasar. Matanya tampak menatap nyalang. “Seharian kamu tuh ngapain aja? Nggak punya anak aja nggak sempat beres-beres. Tidur kamu ya? Mau jadi apa kamu? Dasar menantu nggak berguna!” bentak Yani berkacak pinggang.
Yani sedari dulu memang tidak pernah menyukai Sofia. Ia selalu saja menggunjing menantunya itu, tanpa memikirkan perasaannya.
Sofia menelan salivanya susah payah, “Maaf, Ma. Tadi teman-teman Mas Reza datang dan baru saja pulang. Jadi belum sempat saya bereskan,” sahut Sofia segera mengumpulkan beberapa gelas kosong.
“Alasan aja kamu! Udah mandul, beban suami, pemalas pula! Lihat itu adiknya Reza yang baru menikah bulan lalu saja, sudah hamil. Kamu udah dua tahun, nggak bisa kasih keturunan. Nyesel aku menuruti permintaan Mas Surya!” cibir Yani tak berperasaan.
“DEG!”
Hati Sofia bagai diremas tangan-tangan tak terlihat. Terasa nyeri sampai ulu hati. Bahkan kini tangannya gemetar saat menyentuh gelas. Pegangannya meleset, tak sengaja benda kristal itu terjatuh dan pecah.
“Tuh ‘kan? Kamu malah menghancurkan barang-barang di rumah ini. Dasar parasit kamu!” umpat Yani. “Cih! Gerah sekali aku di sini!” sambungnya melenggang pergi dari sana.
Sofia terduduk di lantai, tubuhnya gemetar memeluk kedua lututnya, menyembunyikan wajah yang mulai menyemburkan air mata. Sesak di dadanya kian bertambah, hingga kesulitan untuk bernapas.
Setelah puas menumpahkan air matanya, Sofia beranjak ke kamar mandi. Suara azan sudah menggema di masjid yang cukup jauh dari rumahnya. Ia bergegas mengambil air wudhu lalu menunaikan salat.
Cukup lama Sofia bersimpuh di atas sajadah, mengadu pada sang pencipta, memohon petunjuk untuk menjalani hidup ke depannya.
Sofia bangkit setelah hampir satu jam ia terduduk di atas bentangan sajadah, matanya menangkap sebuah koper di sudut kamar. Terbesit dalam pikirannya, meninggalkan rumah yang bagai neraka dunia ini.
\=\=\=\=000\=\=\=\=
Gelapnya malam menjadi saksi kepergian Sofia. Meninggalkan sejuta luka dalam rumah yang dua tahun ini ia tinggali bersama sang suami.
Di bawah pendar cahaya lampu dan kilauan bintang yang bertaburan, Sofia melangkah melalui beberapa gundukan tanah.
Ia berjongkok di atas sebuah makam, menaburkan bunga yang sudah ia beli sebelumnya. Lalu menyentuh batu nisan yang tertulis nama Surya Reynaldi.
“Pa, Sofia minta maaf. Tidak bisa menjalankan amanat papa dengan baik. Sofia gagal, Pa. Sofia benar-benar tidak kuat lagi,” adu perempuan itu sambil menangis.
Teringat akan pesan terakhir mendiang ayah mertua, untuk mengubah sikap Reza agar menjadi lebih baik lagi. Tapi Sofia benar-benar sudah tidak kuat lagi.
“Semoga papa bisa maafin Sofia. Maaf jika ke depannya Sofia akan sangat jarang mengunjungi Papa. Sofia pamit, Pa, assalamu’alaikum,” ucap Sofia seolah sedang berbicara dengan papa mertuanya. Kemudian beranjak, dan pergi meninggalkan TPU itu.
\=\=\=\=000\=\=\=\=
Lewat tengah malam Reza baru kembali ke rumah dalam kondisi mabuk berat. Tubuhnya sempoyongan saat memasuki rumah yang sunyi iyu. Masih berantakan seperti saat terakhir kali ia meninggalkan rumah.
"Ck! Sofia! Kenapa tidak kamu bereskan, hah?! Sofia udik, kampungan!” racau Reza melenggang ke kamar.
Tubuhnya langsung ambruk di atas ranjang, saking tidak kuatnya, Reza bahkan tidak melepas sepatu maupun mengganti pakaiannya. Matanya sudah terasa berat, kepalanya juga pening luar biasa.
Keesokan harinya, matahari sudah menanjak tinggi. Angin bertiup hingga mampu menggerakkan gorden kamarnya. Hawa panas mulai terasa di ruangan itu.
Reza mengerjapkan mata, silaunya cahaya memaksanya untuk menutup mata kembali. Lengannya terangkat memijit pangkal hidung. “Ssssh! Jam berapa ini?” gumamnya meraba mencari ponsel.
Mata Reza mendelik ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. “Sofia! Kenapa kamu tidak membangunkanku!” teriak Reza membanting ponsel di ranjang dan bergegas ke kamar mandi.
Selesai membersihkan tubuh, kening Reza mengernyit karena tak menemukan pakaian ganti di tempat biasa. “Ke mana wanita itu. Udah nggak bangunin aku, nggak siapin baju! Ck!” decaknya kesal melenggang menuju lemari dan meraih pakaian ganti secara asal. Bahkan seluruh pakaiannya berjatuhan ke lantai.
Dengan terburu-buru Reza mengenakan pakaian dan sepatu. Mata Reza lagi-lagi membelalak ketika menemukan keadaan rumah yang masih seperti kemarin. Sangat berantakan.
“Sofia! Sofia! Di mana kamu!” teriak Reza mencari istrinya ke setiap sudut rumah. Tapi, tidak menemukan siapa pun. Meja makan pun kosong, tidak ada sarapan yang selalu terhidang seperti biasa.
Pria itu terdiam sejenak, kembali ke kamar dengan berlari kecil. Dan benar kecurigaannya ketika membuka lemari Sofia, kosong. Sama sekali tak menemukan pakaian satu helai benang pun.
“Dia pergi? Haha ... wanita udik itu pergi?” gumamnya terkekeh, kembali menutup pintu lemari.
Ada perasaan asing yang tiba-tiba membuatnya sesak. Tetapi Reza segera menepis jauh-jauh perasaan itu.
“Halah, dia cuma ibu rumah tangga. Bisa apa dia di luar sana? Nggak lama juga pasti kembali lagi!” pikir Reza meremehkan. Ia bergegas keluar rumah menuju ke kantor.
Bersambung~
Jejak jempolnya jan ketinggalan ya Best 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Yuliana Purnomo
tunggu aja,, gak lama lagi kamu bakalan menyesal
2025-03-11
0
Sulati Cus
terlalu meremehkan wanita ternyata
2024-04-27
0
Sari Nu Amoorea
mampir y thor sepertinya seru
2023-06-01
1