Andrian menatap Lucia dan Lucas yang juga sedang menatapnya. Andrian bingung setengah mati.
Haruskah Andrian mengatakan tentang siapa pemilik tanah itu kepada Lucia dan Lucas. Andrian tahu, Lucia pasti setelah ini akan berteriak kegirangan kalau tahu tanah itu miliknya. Itu sudah pasti. Namun, tidak memberitahukan hal yang sebenarnya juga akan menjadikan mereka tambah penasaran. Jadi, Andrian memang harus memberitahukan hal yang sebenarnya kepada Lucia dan Lucas
"Well, sebenarnya itu adalah tanah milikku," kata Andrian dengan lirih.
Lucia tidak terlalu mendengar apa yang Andrian katakan. "Apa Andrian? coba kauulang lagi, apa yang kau katakan tadi?"
"Tanah itu adalah tanah milikku," ulang Andrian lagi yang membuat Lucia terbelalak karena terkejut.
"Waow, Andrian, sepertinya aku sekarang tidak mengenalimu lagi, kapan kau membeli tanah itu? bukankah kau dulu yang bercerita bahwa pemilik tanah itu misterius?" kata Lucia lagi.
"Yeah, betul." Andrian tidak menyangkalnya, karena memang dia pernah memberitahu Lucia mengenai hal tersebut.
"Lalu, sekarang kau mengatakan bahwa itu tanahmu, kebetulan macam apa ini, kenapa kau tidak menceritakan hal tersebut kepadaku, Andrian?" tanya Lucia lagi.
"Maaf, aku kira itu bukan sesuatu yang penting, Lucia," kata Andrian lagi.
"Andrian benar, Sayang, Andrian tidak perlu mengatakan apa yang dia punya kepadamu, kecuali kau istrinya," kata Lucas yang diikuti senyuman Andrian.
Lucia memandang Lucas dan memeluk suaminya itu.
"Ah, kau benar, Sayang, aku yang terlalu berlebihan!" kata Lucia.
Andrian hanya bisa terdiam melihat pemandangan romantis didepannya, sambil membayangkan kapan dia bisa melakukan romantisme seperti itu.
Tentu saja bisa, Andrian, ketika kau sudah memiliki pasangan. Kata suara hati Andrian yang membuat Andrian meringis. Karena tentu saja suara hatinya benar.
"Jadi, apa kau tidak ingin menjualnya, Andrian, aku tanyakan kepada temanku berapa harga yang akan siap untuk dibayarnya. Kemarin, dia bersedia membayar 4,5 M untuk tanah itu. Tetapi barangkali saja dia mau lebih, barangkali ya, Andrian, aku akan mencoba bertanya," kata Lucas sambil memandang Andrian.
Andrian menatap lagi kepada Lucia dan Lucas sebelum menjawab,
"Entahlah, Lucas, aku juga tidak tahu apakah akan menjual tanah itu atau tidak, akan kupikirkan nanti,"
"Itu penawaran yang bagus, Andrian, itu hanyalah sebuah tanah kosong. Dengan uang tersebut kamu bisa membeli sebuah rumah di daerah Country Road. Disana rumahnya lucu-lucu dan lebih dekat ke arah pusat kota." Usul Lucia yang dijawab oleh Andrian dengan senyuman.
Apalagi yang harus dia jawab. Andrian juga bingung
apakah akan menjual tanah itu atau tidak. Itu akan dipikirkannya nanti. Sebaiknya, Andrian ijin pulang terlebih dahulu. Masalah tanah ini membuatnya pusing.
"Sebaiknya aku pulang, Lucia, Lucas selamat liburan, sekali lagi terima kasih atas makan malamnya yang lezat" Kata Andrian sambil berdiri.
"Kamu juga, Andrian, hati-hati di jalan", kata Lucas.
Andrian diantar sampai ke pintu, dan Lucas serta Lucia melambaikan tangannya kepada Andrian yang menekan klakson sebagai salam perpisahan.
Belum jauh dari rumah Lucas dan Lucia, ada mobil yang tiba-tiba memotong mobil Andrian. Dengan kesal, Andrian melihat siapa yang memotong jalan mobilnya kali ini. Lagi-lagi Franklin.Zeeling.
Sepertinya malam ini akan lebih panjang, dan juga Andrian tidak tahu Franklin bagaimana bisa memusuhinya seperti itu. Andrian harus mencari tahu, terus terang saja, hidup dalam kebencian orang lain sungguh tidak menyenangkan.
Andrian merasakan seperti
itu. Andrian hanya menginginkan kehidupan yang tenang dan damai. Hanya itu impian sederhana Andrian.
Namun, masalah Franklin hatus diselesaikan secepat mungkin. Kalau bisa mengubah kebencian menjadi rasa cinta. Andrian pasti bisa melakukan itu. Dengan santai, Andrian membuka
pintu mobilnya dan menghampiri mobil Franklin yang berada tepat didepannya.
Andrian mengetuk kaca mobil Franklin dan dengan sekali sentakan, pintu mobil Franklin terbuka. Untungnya posisi Andrian agak kebelakang, jadi dia bisa dengan cepat menghindar.
"Ada apa, Andrian tersayang?" kata Franklin sambil keluar dari mobilnya dengan langkah terhuyung-huyung.
Andrian mencium bau alkohol yang kuat dari tubuh Franklin, sepertinya Franklin sedang mabuk parah. Andrian harus mengantar Franklin pulang ke rumah.
"Aku akan mengantarmu pulang," kata Andrian.
"Tidak, jangan antar aku pulang, atau aku akan memukulmu!" kata Franklin memukul pelan lengan Andrian.
Sepertinya Franklin sudah separuh hilang kesadaran. Andrian tidak memperdulikan apa yang dikatakan oleh Franklin. Andrian memapah badan Franklin dan membawanya ke mobilnya sendiri.
Selesai menempatkan Franklin dalam posisi nyaman di kursi penumpang, Andrian keluar lagi. Tujuannya satu, mobil Franklin. Mobil Franklin akan Andrian pindah ke area bebas parkir yang dekat dengan daerah mereka berhenti. Agar ketika ditinggalkan, tidak ada masalah dengan mobil itu.
Tentunya untuk menghindari mobil derek yang akan mengambil mobil itu kalau berhenti di tempat yang dilarang untuk parkir. Karena itu, Andrian memindahkan mobil Franklin.
Lagipula Andrian yakin, daerah tempat Lucia dan Lucas tinggal aman asal tidak parkir sembarangan. Setelah masalah mobil Franklin beres dan kunci mobil sudah disimpannya, Andrian kembali ke mobilnya sendiri.
Di tempatnya duduk, Franklin meracau sembarangan.
"Ini mobilmu, Andrian, mobilmu bagus, padahal aku sudah membuat ban mobilmu bocor, tetapi kenapa mobilmu tambah keren?" tanya Franklin sambil bersandar dengan tangan yang memegang kepalanya.
Andrian membiarkan Franklin dengan celotehannya. Karena Franklin sedang mabuk, tidak ada gunanya melawan kata atau tenaga dengan orang mabuk, karena itu akan membuat lelah diri sendiri.
Begitulah kiranya. Jadi, biarkan Franklin dengan dunianya sendiri dan Andrian akan fokus mengendarai mobilnya menuju kediaman Franklin. Andrian hanya tahu daerah tempat tinggal Franklin, tetapi tidak tahu alamat tepatnya. Maka
dari itu, tadi Andrian sudah mengambil dompet Franklin yang ada di dashboard mobilnya.
Letak rumah Franklin sedikit jauh dari rumah Lucia dan Lucas. Yang jadi pertanyaan kenapa Franklin bisa berada di sekitar tempat tinggal Lucia.
Sepertinya itu bukan ranah Andrian untuk mengurusi hal tersebut. Biar saja Franklin berada di manapun dan melakukan apapun, itu bukan urusan Andrian.
Yang penting sekarang, mengantar Franklin ke rumahnya. Itu yang terpenting.
Sebenarnya, Andrian bisa saja langsung membiarkan Franklin ditempat itu tadi. Namun, sisi kemanusiaannya pasti akan terusik kalau Andrian benar-benar melakukan hal tersebut. Dendam hanya akan menimbulkan penyakit hati.
Kalau kita membalas orang tersebut dengan perbuatan yang sama. Apa bedanya kita dengan orang tersebut. Hanya melahirkan dendam yang tidak berkesudahan. Dan itu pastinya tidak baik bagi hati dan pikiran.
"Kau tahu, Andrian, aku iri sekali kepada wajahmu yang tampan itu," kata Franklin sambil mendekatkan wajahnya kepada Andrian.
Andrian mengernyitkan keningnya ketika mencium bau alkohol yang kuat dari mulut Franklin, dengan segera Andrian menepis wajah Franklin dan mendorong Franklin dengan satu tangan agar duduk dengan tenang.
Franklin dengan terkulai kembali ke tempat duduknya sambil melanjutkan perkataannya.
"Gadis yang aku cintai ternyata mencintaimu, bukankah itu menyakitkan, Andrian," kata Franklin kembali menyebalkan menurut Andrian.
"Coba bayangkan, dia, Laura Robin mencintaimu, dan apa yang kau katakan kepadanya. Aku fokus dengan pelajaranku, Laura. Aku tidak ingin menjalin hubungan dengan siapapun, itu katamu kepada Laura ketika itu. Menyebalkan sekali, dengan wajah tampanmu itu, apa yang ingin kau cari? kau sangat menyebalkan, Andrian!" kata Franklin sambil menyandarkan kepalanya ke jendela mobil Andrian.
Ada orang yang berkata bahwa perkataan orang mabuk itu kadang bisa dipercaya, kadang hanya meracau saja. Namun, kali ini Andrian memutuskan
untuk mempercayai apa yang keluar dari mulut Franklin.
Sementara Franklin menyandarkan kepalanya sambil meracau yang tidak jelas, tetapi Andrian masih mendengar berbagai umpatan mengenai Andrian.
Sabar, itu yang Andrian lakukan, apalagi yang bisa Andrian lakukan. Sambil netra Andrian fokus berkendara, Andrian mengingat-ingat lagi siapa itu Laura Robin.
Laura Robin. Andrian berusaha mengingat-ingat lagi. Kemudian Andrian teringat sesuatu.
Pada waktu itu sudah memasuki semester enam, Andrian lebih sering menghabiskan waktu di Perpustakaan, belajar dan juga mengulang materi kuliah yang diajarkan tadi. Karena untuk
pulang ke rumah, Andrian merasa malas.
Bukan apa-apa, karena di rumah Andrian yang sepi, jadi dengan belajar di Perpustakaan, paling tidak Andrian lebih merasakan kewarasan dengan adanya
orang lain selain dirinya. Meskipun orang lain itu juga sama-sama diam, tetapi tidak masalah. Merasakan adanya orang lain, sungguh membuatnya tenang.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, Andrian Sanders, seorang anak yatim piatu belajar seorang diri di perpustakaan itu menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak gadis, tidak terkecuali Laura Robin.
Gadis cantik itu juga terpesona dengan ketampanan Andrian. Meskipun salah satu pemuda kaya yaitu Franklin Zeeling tergila-gila kepadanya, tidak menjadikan Laura juga membalas perasaan yang sama.
Laura berusaha mendekati Andrian dan mencoba
mengobrol dengan Andrian. Andrian hanya menanggapi secara biasa saja. Seperti prinsipnya yang tidak akan jatuh cinta sebelum dirinya sukses.
Prinsip yang selalu dijalani Andrian selama ini. Suatu ketika, Laura yang sudah merasa dekat dengan Andrian bertanya ketika mereka keluar dari Perpustakaan.
"Andrian, kriteria gadis idamanmu seperti apa?"
"Aku fokus dengan pelajaranku, Laura. Aku tidak ingin menjalin hubungan dengan siapapun," jawab Andrian kala itu.
Laura yang mendengarnya menjadi luluh lantak seketika, tapi dia langsung menyerah dan mulai menjauhi Andrian kala itu.
Andrian yang tidak tahu apa-apa dan tidak merasa bahwa Laura sedang mendekatinya tentu saja bersikap biasa-biasa saja seperti biasanya.
Toh, Laura juga tidak secara gamblang menyatakan perasaannya, jadi bukan salah Andrian jika menjawab seperti itu. Namun, seandainya saja waktu itu Laura menyatakan perasaannya kepada Andrian, Andrian juga akan menjawab dengan
jawaban yang sama.
Entahlah, rasanya urusan wanita terutama urusan percintaan menjadi prioritas terakhir dalan hidup Andrian kala itu.
Entah saat ini, dengan rekening tabungan yang
semakin menggembung, Andrian yakin bisa menjalani kehidupan pernikahan dengan layak.
Karena Andrian tidak ingin jika nanti menikah, Andrian akan dipusingkan dengan segala biaya yang tidak pernah terpikirkan. Percayalah, Andrian terbiasa menjalani hidup kekurangan, jadi tidak ingin istrinya nanti mengalami hal yang sama seperti dirinya. Itu harapan Andrian.
Andrian melihat lagi ke arah Franklin yang kini memejamkan mata, akhirnya Andrian tahu apa alasan Franklin begitu dendam kepada Andrian. Suatu hari nanti, Andrian ingin berbincang-bincang dengan Franklin dari hati ke hati supaya permasalahan mereka segera diselesaikan.
Tidak terasa mereka sudah tiba di daerah pemukiman tempat Franklin berada. Pemukiman dengan bangunan tua yang megah seperti kastil kerajaan.
Tempat orang kaya lama tinggal secara turun temurun, juga tempat orang kaya baru yang ingin menginvestasikan uangnya di sana.
Meskipun merupakan pemukiman lama, harga hunian disana cukup fantastis. Apalagi ditambah dengan aliran sungai yang mengelilinginya. Menambah daya tarik pemukiman itu.
Andrian berhenti tepat di depan pintu gerbang yang megah. Andrian turun untuk menyampaikan kepada penjaga, bahwa dia datang mengantarkan tuan muda mereka yang sedang mabuk.
Penjaga segera membukakan pintu gerbang dan memberi kabar kepada rumah utama bahwa ada teman Tuan Muda Franklin yang membawa Franklin pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
Zafrullah Effendy
lanjutkan thor. tetap semangat dan selalu jaga kesehatan......
2022-12-29
0