NGIDAM BAKSO

"Hati-hati, Sayang. Jangan lari-lari!" Devan memperingati istrinya dengan gemas. Sementara Renata langsung menghentikan langkahnya sambil mengusap lembut perutnya.

"Ya, Tuhan, aku lupa kalau aku lagi hamil, Dev." Renata terlihat panik. Padahal dirinya tidak kenapa-kenapa. Hanya saja, Renata tadi memang berlari mengejar Devan karena lelaki itu melupakan sesuatu.

Devan memeluk istrinya yang terlihat panik. Deru napas Renata naik turun. Wanita itu benar-benar lupa kalau dirinya sedang hamil.

"Untung saja aku tidak jatuh di tangga tadi. Ya, Tuhan ...." Renata mendekap tubuh Devan.

"Tenanglah!" Devan mengusap lembut rambut istrinya. Mengecup kening Renata beberapa kali.

Bukan hanya Renata saja, Devan pun sebenarnya merasa sangat khawatir saat melihat istrinya berlari menuruni tangga.

Jantungnya hampir saja copot saat melihat wanita yang sedang hamil enam minggu itu dengan tergesa mengejar dirinya. Devan bahkan menahan emosi agar ia tidak memarahi Renata karena keteledorannya.

Renata terdengar menarik napas panjang untuk menetralkan detak jantungnya.

"Kamu melupakan ponselmu, makanya aku buru-buru ngejar kamu," ucap Renata sambil mm mengusap perutnya.

Semoga kamu baik-baik saja, Nak. Maafkan ibu karena hampir saja melupakan keberadaanmu.

"Terima kasih, Sayang. Lain kali hati-hati, jangan membuatku panik." Devan mengusap rambut Renata dengan penuh rasa cinta.

"Maafkan aku." Renata menatap suaminya dengan rasa bersalah. Devan mengecup lembut kening Renata kemudian melepaskan pelukannya.

"Sudah siang, aku harus segera berangkat," ucap Devan.

Renata mengangguk sambil mengulas senyum di bibirnya. Namun, wanita itu kembali memeluk Devan. Rasanya, ia ingin sekali melarang suaminya untuk bekerja hari ini.

"Kenapa?" Devan merasa penasaran melihat istrinya yang tiba-tiba tampak manja. Apa ini karena kehamilannya?

"Tumben. Ada apa?"

"Rasanya, aku pengen peluk kamu terus. Tapi kamunya kerja." Bibir Renata maju beberapa centi.

Devan tertawa pelan melihat tingkah istrinya.

"Hari ini, aku banyak pasien. Mungkin akan pulang sedikit telat. Bagaimana dong?" Devan mengusap rambut Renata dengan rasa bersalah.

Laki-laki itu sadar, mungkin saat ini Renata ingin selalu dekat dengannya karena kehamilannya. Bukankah orang hamil biasanya seperti itu? Devan menebak-nebak.

"Tidak apa-apa, aku ngerti kok. Ya, sudah, sana berangkat, nanti kamu terlambat." Renata akhirnya melepaskan pelukannya. Meskipun sebenarnya ia ingin terus berdekatan dengan Devan.

Akan tetapi, Renata juga tidak mau gara-gara dirinya, suaminya terlambat bekerja.

"Hati-hati, Dev."

"Iya, Sayang. Kamu juga hati-hati. Jagain anak kita, dan ingat, jangan lari-lari kayak tadi."

Renata mengangguk sambil tersenyum. Tangannya meraih tangan Devan kemudian menciumnya. Devan membalas dengan mengecup kening istrinya.

"Pulangnya bawain bakso."

"Bakso?" Devan mengejutkan keningnya.

"Iya, aku lagi pengen banget makan bakso. Tapi nanti saja, kalau kamu pulang dari rumah sakit," ucap Renata sambil memegangi tangan Devan.

"Kamu mengidam, Sayang?" Devan tersenyum menatap istrinya. Laki-laki itu berjongkok, mencium perut Renata yang masih terlihat rata.

"Nanti papa beliin kalau papa sudah pulang ya? Tapi, kenapa harus bakso? Papa bisa beliin makanan apapun yang kamu inginkan, tapi kenapa kamu malah memilih bakso?" Devan mengusap perut Renata, setelahnya ia bangkit.

"Aku yang ingin bakso, kenapa kamu malah bicara sama dia?"

"Biasanya kalau mengidam itu bukannya bayi yang dalam perutnya yang kepengen?"

"Kata siapa?" Renata terkekeh.

"Ibu hamil selalu menggunakan alasan anak dalam kandungannya saat mengidam. Itu sih yang aku tahu," jawab Devan.

"Tapi kenapa harus bakso sih, Sayang? Memangnya kamu tidak ingin makanan lain selain itu?"

Renata menggeleng. "Aku hanya ingin makan itu, nggak mau yang lain, dan aku juga ingin kamu yang membelikannya," kekeh Renata.

"Baiklah, aku akan membelikannya untukmu. Kamu tunggu di rumah. Kabari aku kalau ada apa-apa."

"Oke."

Devan tersenyum, kemudian masuk ke dalam mobil setelah mengecup lembut kedua pipi Renata.

Renata mengembuskan napas panjang menatap kepergian suaminya.

"Terima kasih Tuhan, karena Engkau telah memberikan semua kebahagiaan ini padaku."

Renata tiba-tiba mengingat ibunya. Bayangan saat kecelakaan yang menimpa sang ibu hingga akhirnya menyebabkan wanita itu meninggal dunia terlintas di kepalanya.

Tidak terasa, air mata Renata mengalir begitu saja. Setiap kali Renata mengingat tentang ibunya, rasa sakit di dadanya kembali terasa. Seketika, bayangan pria yang membuatnya terluka pun kembali menari di kepalanya.

"Ibu, sekarang aku sudah bahagia. Semoga ibu juga bahagia di sana."

BERSAMBUNG ....

Terpopuler

Comments

Nanik Puspita

Nanik Puspita

lanjutkan

2023-01-04

1

Fabian Fahri

Fabian Fahri

kapan bima sm.renata bertemu ka otor

2023-01-02

0

Valent Theashef

Valent Theashef

kyknya renata msih ada sisa cinta ma bian,ya dy nrima devan krn devan berjasa bgt baginya ya meski lambat laun ada rasa,

2023-01-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!