22.12
Nayra setengah berlari dari taksi yang ditumpanginya menuju bengkel milik Aldo yang sekaligus menjadi tempat tinggal pria tersebut. Kedua tangan Nayra memayungi kepala agar gerimis yang sedari sore tadi turun tidak membasahi tubuhnya.
Sesampainya di sana, Nayra melihat mobil miliknya yang dipakai Aldo. Di keseharian, Nayra diantar jemput Aldo ke rumah sakit atau naik taksi. Apa saja di berikan Nayra asal Aldo bahagia bersamanya.
"Ah, syukurlah, Mas Aldo ada di rumah." Dia sudah berpikir yang tidak-tidak saat Aldo tak bisa dihubungi sejak terakhir kali mereka berkomunikasi. Aldo punya kebiasaan mabuk-mabukan jika punya masalah dengannya.
Sejenak, Nayra mengibaskan bajunya yang basah sebelum mengetuk pintu kamar Aldo. Bengkel ini Nayra beli secara cash tempo dari temannya yang kebetulan pindah ke tempat yang lebih besar.
Dua tahun lalu, Aldo di PHK dari perusahaan yang mempekerjakannya, lalu Nayra mendukung Aldo yang ingin membuka usaha sendiri. Dengan harapan, usahanya berkembang dan setelah menikah, keuangan mereka sudah stabil.
"Mas ...." Pintu tidak terkunci dan Nayra bisa masuk leluasa. "... ayo makan mal—"
Nayra tercengang melihat seorang wanita berada di sana. Memakai pakaian yang seksi, sejenak wanita itu berhasil membuat Nayra curiga. Wanita tersebut tersenyum sinis dengan alis terangkat, seakan-akan mengejek Nayra.
"Mama ...?! Sedang—"
"Kamu masih ingat untuk kemari, Nay?!"
Nayra menoleh ke sumber suara yang tak lain adalah Aldo. Kekasihnya itu baru saja keluar dari kamar mandi. Bertelanjang dada dan hanya memakai celana panjang saja.
"Mas ... ada Mama. Kok kamu nggak pakai baju?!" Nayra canggung. Meski Aldo adalah calon menantu dari wanita yang duduk di sofa single itu, tetapi bukankah itu tidak sopan?
Mama Ana tampak biasa saja, malah dia seperti menikmati. Itu membuat Nayra risih.
"Jangan mengalihkan topik pembicaraan, Nay!" Aldo membentak Nayra. Tatapan Aldo yang dipenuhi amarah itu menghujam Nayra tanpa belas kasih.
"Untuk apa kamu kemari, ha? Mau minta maaf? Lalu besok ingkar lagi dan akan kamu ulangi lagi? Begitu?" sambung Aldo masih dengan nada yang sama. Tinggi dan membentak.
"Mas ... aku sungguh nggak bermaksud ingkar pada janji kita. Tapi keadaan yang memaksa. Mas tau sendiri kan, bagaimana kerjaan aku?" Nayra maju lebih dekat, meraih tangan Aldo yang langsung ditepis kasar. Mata Nayra berguncang saking terkejut akan perlakuan Aldo padanya. Selama ini, Aldo belum pernah mengasarinya, bahkan berkata-kata kasar saja belum pernah sama sekali, meski mereka bertengkar hebat.
"Kamu bisa berkata begitu setiap kali datang setelah melakukan kesalahan, Nay! Tapi sejauh ini yang aku lihat kamu nggak pernah serius minta maaf padaku. Kamu anggap aku ini apa sebenarnya? Pria yang nggak berguna karena pekerjaanku yang nggak seberapa dibanding kamu? Begitu?" Aldo menggeser posisinya lebih jauh. Tampaknya Aldo benar-benar kesal pada Nayra sampai enggan memberi Nayra kesempatan menjelaskan keadaan yang sebenarnya.
"Aku nggak pernah menganggap kamu seperti itu, Mas ... aku hargai kamu sebagai calon suamiku." Nayra kembali mendekat, wajahnya tampak memelas.
"Sudahlah, Nay ... aku lelah dengan semua ini! Kita sudahi saja hubungan kita yang tidak sehat ini. Aku mau kamu pikirkan kesalahan kamu, lalu perbaiki. Aku cuma mau kamu lebih perhatian dan meluangkan waktu lebih banyak untuk aku ... hanya itu! Aku nggak butuh uang atau apapun ... aku hanya butuh kamu saja. Itu saja." Tatapan mereka bertemu, "Bisa?!"
Ana sedari tadi menyaksikan keributan dua orang di depannya dengan alis terangkat sebelah. Tampak menggelikan sekali melihat Nayra mengemis maaf pada seorang pria. Sama seperti dirinya dahulu saat memohon pada suaminya, agar tidak menceraikannya dan menikah dengan Ibunya Nayra.
Meski dia harus menahan air mata saat harus membantu membesarkan Nayra, Ana setidaknya masih bisa hidup dengan nyaman di bawah naungan keuangan suaminya. Walau secara terang-terangan, suaminya lebih sayang pada Titi—ibu Nayra.
"Mas ...!" mohon Nayra seraya mencoba meraih tangan Aldo yang kini sedang mengambil baju di dalam lemari.
"Stop Nay! Jangan sentuh aku dengan tanganmu! Aku muak padamu!"
Sekali lagi Aldo mengibaskan tangannya sekuat tenaga hingga membuat Nayra terpelanting dan jatuh. Ana tertawa di balik tangan. Rasanya puas sekali melihat Nayra tersiksa seperti ini.
"Akh ...!" pekik Nayra, saat merasa kakinya tergelincir bersamaan dengan tubuhnya yang memutar dan terbanting.
Nayra mencoba berdiri, tetapi gagal. Kakinya sepertinya terkilir.
"Stop datang kesini lagi, Nay! Sampai kamu bisa merenungi kesalahanmu dan memprioritaskan hubungan kita!" Aldo meraih kunci mobil dan menarik tangan Ana. "Ayo Tan, saya antar Tante pulang!"
Nayra terkesiap, lalu berpaling ke arah pintu di mana mamanya di tarik paksa oleh Aldo. "Mas ... jangan pergi! Kita selesaikan ini baik-baik! Mas ...!"
Air mata Nayra terburai membasahi pipi. Karena tak bisa berdiri dengan usahanya sendiri, Nayra merangkak ke arah sofa. Berkat bertumpu pada kursi empuk tersebut, Nayra berhasil mengangkat tubuhnya dan menyeret langkah keluar mengejar Aldo.
"Mas ... tunggu, Mas! Dengarkan aku dulu! Aku—"
Namun, teriakan Nayra tidak digubris oleh Aldo yang kini telah melakukan mobil menuju jalan raya yang ramai.
"Mas ...." Tangan Nayra yang terulur ke depan, langkahnya terseret mengejar mobil Aldo. Berharap pria itu masih mau mendengarnya. Atau setidaknya, Aldo kasihan dan berhenti lalu membawanya ke dalam rumah lagi.
Tanpa Nayra sadari, dia telah mencapai jalan raya, ditengah amukan hujan. Air yang tadi sore hanya rintik-rintik, kini telah jatuh dalam buliran yang besar dan menyakiti kulit.
Nayra tidak peduli, mobil Aldo masih terlihat, bibirnya masih berteriak memanggil namanya, hingga karena memaksa, Nayra tanpa sengaja memijakkan kakinya yang terkilir.
"Akh!" Tubuh Nayra yang basah kuyup ambruk di jalan, dan membuat pengendara mobil di belakangnya, berhenti mendadak.
Suara decit roda dan klakson bersahutan. Lampu menyala dengan terang menyorot tubuh Nayra yang tak mampu berdiri.
"Hei! Apa kau pikir ini jalan nenek moyangmu!"
Nayra menoleh saat mendengar suara yang cukup familiar di telinganya. "Dokter Leo?!"
*
*
*
Satu dulu, ya ... mau ke Om Nuga. Tadi siang sibuk bikin persiapan buat hari ibu besok di sekolah bocil 😌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
YuWie
umur 31, dokter lagi..tapi lihat situasi begitu kok gak nyadar..oalahhh lugu or bego beda tipis
2024-01-19
1
Suherni 123
aih,,, seorang dokter ga curiga gitu di ruangan tertutup ada wanita memakai baju seksi dan pacarnya cuma bertelanjang dada
2023-04-13
0
Dewi Fuzi
jangan bodoh nay
2023-01-26
1