Mereka sampai sekitar pukul 12 malam. Ada bunda Sara yang menatap mereka tajam seolah menguliti habis kedua anaknya.
Padahal mereka udah manggung loh bun, nyari cuan.
Bintang dan Mentari saling bertatap heran, sang bunda malah ngeloyor pergi, tanpa nayanyian merdu seperti biasanya.
"Bang..." Mentari menaikkan alisnya, menunjuk sang bunda dengan ekor matanya. Bintang menggedikkan bahu dan berlalu masuk ke kamarnya.
Bintang membersihkan diri kemudian bermanja pada kasur empuknya.
"Yaa Allah, tuh cewek ganggu pikiran terus. Bisa kan jadi jodoh Yaa Allah ya ya?" Ini gumaman Bintang, sudah mirip anak minta permen. Hadeuh!!!
Entah jam berapa pemuda itu tidur, Kini ia sudah terbangun. Semenjak mengenal Habiba ia tak pernah telat melaksanakan sholat shubuh. Luar biasaa!
Selepas Subuh Bintang menuju kolam belakang, dengan buku hafalan dan earphones.
Dengan santainya Bintang duduk dipinggir kolam dengan merendam kakinya.
Bintang mulai menghafal, dan sialnya wajah Habiba masih terbayang bayang.
"Ikhlas koq sulit seh?" Menghembuskan nafas kasar, ia belum sepenuhnya mampu merelakan Habiba jika ia gagal nantinya.
"Bang..." Bintang mengusap dadanya kesal. Kaget ada penampakan dari dalam kolam.
"Eh lo ngapain di situ?" Ketus Bintang, entah semenjak kapan Mentari sudah jadi duyung. Matahari aja belom nongol kan kan.
"Iya berenang lah bang, masa lagi tinju" sahut Mentari kesal. Dipikir sang abang, dia hantu air apa gimana?
"Cie masih ngapalin cie..." Goda Mentari, melanjutkan jadi duyung.
Bintang gak menjawab loh ya, telinganya masih kesumbat earphones. Dari raut wajahnya ia masih kaget, gak habis pikir kan pagi pagi kolam renangnya ada penampakan.
**
CUP
Sebuah kecupan mendarat dipipi sang bunda, siapa lagi pelakunya jika bukan Bintang.
Bunda sama sekali gak bsereaksi masih asyik dengan centong nasi di tangan kanannya.
Jangan sampai itu si centong salah mendarat, di kepala Bintang misalnya.
"Bun, kenapa seh manyun mulu sama Bintang" Bintang malah memeluk bundanya dari belakang.
"Auw auw sakit..." Pekik Bintang, seorang menarik telinganya.
"Anak siapa ini pulang sesuka hati" Gumam seorang yang ternyata ayah Hendra.
Bintang mengusap usap telinganya, panas, perih. "Ayah, Bintang kan tidur di cafe. Konsentrasi hafalan" Mencoba membela diri.
"Ponsel mahal mahal gak guna" Eh bunda Sara ini yang ikutan komentar.
"Alhamdulillah, bunda siuman" celetuk Bintang.
Bunda sudah mode on, Bintang segera menutup wajahnya, centong bunda siap mendarat manja.
"Bundaaaa" Rengek Bintang, gak cocok banget sama kenakalannya saat diluar rumah.
"Bunda masih koma koq. Tenang!" Sungut bunda Sara. Ayah Hendra bersidekap dada, ini sudah menjadi urusan sang istri.
"Aaahhh bundaaaa" Bintang berhambur mendekap sang bunda, "bukan itu maksud Bintang bun, sepi kan kalau bunda diem diem bae" imbuh Bintang semanja mungkin.
"Sudah tua juga, kolokan. Minta anak gadis orang lagi" kata kata bunda sukses menohok Bintang. Bintang kini duduk di kursi meja makan.
"Bunda, gak sayang Bintang. Mending Bintang sarapan terus kabur lagi aja" ujarnya, Mentari sedari tadi mesam mesem gak jelas dengan drama pagi hari.
"Kabur kabur aja, gak perlu bawa bekal" Top pokoknya kan ucapan bunda Sara. Ayah Hendra saja sampai melongo, jangan sampai buat masalah sama istri, bisa bisa lapar berkepanjangan.
"Kan Bintang butuh sarapan bunda, untuk tenaga mewujudkan harapan" cerocos Bintang, yang kini menikmati sepiring nasi goreng dengan dua telur ceplok.
"Terus yang mau nganter Mentari ke kampus siapa nih?" Tanya Mentari, ayah Hendra hanya menggeleng sedang Bintang terkesan gak perduli.
"Lah... Kan hemat ongkos taksi yah" Benar kan ini Mentari sudah cocok jadi ibu rumah tangga.
"Bang, anterin Mentari" titah bunda pada akhirnya. Ayah Hendra masih menunduk menikmati sarapannya.
"Siap bun!" ujar Bintang, dengan mulut penuh.
"Kalau lulus, kapan nikah?" Tanya ayah. Ini ayah tanya ke siapa ya? Kedua anaknya sama sama diam.
"Bintang!" tegasnya.
"Eh... Ke Bintang yah?" tanya Bintang menunjuk wajahnya.
Ayah Hendra menghembuskan nafas kasar, "masa ke bunda".
" Boleh yah?" Ayah Hendra dan kedua anaknya di buat cengo' kan, bunda angkat suara seolah meminta ijin.
Bunda memperhatikan tiga manusia di meja makan, "Kenapa lihatin bunda gitu? bunda masih cantik kan Tar?" kini tatapannya menuju pada si anak gadis.
GLEK
Tari menelan salivanya yang bercampur nasi goreng, "Eh iya cantik dong, kan bundanya Tari" sahut Mentari sekenanya.
Kini tatapan ayah Hendra yang mengintimidasi nya "Kalau kamu belain bunda gak ayah kasih uang jajan".
Segera Tari menghabiskan minuman, berdiri menyalami kedua orang tuanya.
" Tari tunggu di depan bang... Assalamu'alaikum " Kabur kan tuh sih Mentari. Maju mundur kena, kanan kiri nyungsep, kasihaaaan!!
Bintang menyusul adiknya setelah berpamitan, biarlah yang terjadi dengan ayah dan bunda. Karena pemenangnya sudah pasti bunda.
**
Mentari sudah turun dari motor Bintang, ia masih berdiri di depan spion motor, merapikan hijabnya yang terkena angin.
"Eh bang, Biba tuh" Tunjuk Mentari ke mobil yang mengantarkan Habiba.
"Yaa Allah bidadari koq sukanya menghantui" celetuk Bintang, matanya memandang mobil yang terparkir tak jauh darinya.
"Lebay dah lo bang, jaga pandangan" gerutu Mentari, berpamitan setelah mencium tangan sang kakak.
Bintang masih terdiam di atas motornya, Mentari sudah menghampiri Habiba.
"Mas Bintang..." Sapa seorang perempuan yang kini mendekat.
"Eh bu Resya, di sini?" tanya Bintang, wanita yang ternyata Resya malah berdiri semakin dekat. Bahkan senyum manisnya terpatri dengan nyata.
"Iya, nganter ponakan sekalian lewat" Masih dengan senyum yang mengembang seperti kelebihan baking powder.
Bintang sudah ketar ketir, karena Habiba masih di dekat mobilnya, gak lucu kan kalau di tolak sebelum syarat.
Mana penampilan Resya minim bahan begitu kan.
Habiba menggandeng tangan Mentari dan masuk ke gerbang kampus, di kejar mau alasan apa, gak di kejar koq ya risau.
Mentari mengepalkan tangannya dan mengarahkan pada sang abang.
'ah bisa di tolak sebelum maju nih' monolog Bintang.
"Mas... mas Bintang koq melamun seh?" ini si Resya sudah berani berani megang lengan babang Bin loh.
"Eh emm maaf, calon istri saya di dalam" ucap Bintang, luntur kan tuh senyum si Resya.
"Sorry ya, saya masih ada urusan" Bintang langsung memakai kembali helmnya, tanpa perduli persetujuan Resya.
"Assalamu'alaikum" Langsung tancap gas, membiarkan Resya berdiri di tempatnya.
"Ya ampun, ganteng, mana salamnya ga ketinggalan. Malah ninggalin rasa di hati gue" gumam Resya, cengar cengir mirip orang kesambet mbak kunti.
Bintang bawa motor sambil bergidik ngeri, ngeri tuh Resya malah pegang pengang mesam mesem. Lebih ngeri bidadarinya bakal nolak sebelum hari setoran hafalan.
Bagaimana dengan Habiba yang menyeret Mentari masuk ke dalam, tanpa berniat menonton adegan live Bintang bersama lintah.
"Biba, are you oke?" Mentari memperhatikan sorot mata Habiba yang mengandung banyak pertanyaan.
"Gue gak tahu Tar, gue ngeri kalo misalkan jadi sama abang lo" Mentari melongo, karena gak ngerti dengan ucapan sahabatnya.
"Kenapa Biba? gue gak paham" jujur Mentari.
"Lah itu banyak yang nempel nempel sama abang lo, apa gak makan ati gue jadi istrinya?" Mentari tersenyum dengan penuturan Habiba, memang ia juga kesal dengan tuh cewek tadi.
"Keputusan ada di tangan lo Biba, bang Bintang juga kayaknya gak nyaman gitu koq" Biba menghela nafas kasar dengan ucapan Mentari.
"Banyak cokelat dan kado waktu abang SMA" ini Mentari sengaja nyiram bensin di atas bara namanya. Habiba hanya menatap Mentari dan duduk di kursinya tanpa lagi membahas tentang Bintang.
Cukuplah hati dan pikirannya berdebat saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Liana Lia504
up lagi dong ditunggu
2023-01-26
0