Drrrttt
Drrrttt
Drrrttt
"Assalamu'alaikum beb.." sahut Bintang.
"... "
"Iyaa baby... nanti malam ke sana" Bintang.
"..."
"Ok... Assalamu'alaikum" Bintang mematikan ponselnya.
Lupakah Bintang ada dua gadis di jok belakang? Bahkan Mentari menatapnya dengan penuh tanda tanya, lain dengan Habiba yang membuang pandangan ke luar jendela.
"Hemm..." Deheman Mentari, sialnya Bintang hanya melirik dari spion depan.
Sebersit senyum tipis mewarnai.
Jangan lupa Habiba masih buang pandangannya ke arah jendela, entah dengan pikiran seperti apa saat ini.
Keheningan tercipta diantara mereka, hingga mobil terparkir di depan kediaman Habiba.
Ketiganya keluar secara bersamaan, Bintang dan Mentari mengantar Habiba ke dalam.
Ada Fathan yang memyambut salam mereka dan mempersilahkan ketiganya masuk.
"Koq bisa bersamaan?" Tanya Fathan pada akhirnya.
"Tadi Biba ngerjain tugas di rumah Tari mas!" Sahut Habiba, ia hafal betul dengan karakter sang kakak.
"Mas, kami langsung pamit ya" Ujar Bintang. Fathan mengangguk tak lagi berbasa basi.
Kini Fathan bersama Habiba, kedua orang tua mereka tengah pergi ke majelis.
"Jaga pandangan dek" Fathan mulai dalam mode serius.
"In syaa Allah mas, sampai saat ini Biba masih jaga pandangan kok" Biba santai memegang camilan.
"Mas tuh lihat kamu masih suka lirik lirik Bintang" Cecar Fathan, gemas juga dia dengan adik ABG nya itu.
"Reflek kali mas, gak di sengaja" Habiba masih saja membela diri, meski ia menyadari yang diucapkan kakaknya ada benarnya, bahkan sangat benar.
Ini Habiba mulai nakal gak sih?
"Dasar kamu dek, bagaimanapun ia belum jadi mahram kamu" Fathan masih semangat menasihati adiknya, bukan Fathan tidak percaya, bagaimanapun Habiba masih remaja yang labil.
"Siap maszeh" Habiba memberi hormat pada kakaknya.
Habiba memilih tetap di kamar selepas isya, percakapan laki laki itu dalam mobil membuatnya sedikit tak nyaman.
"Beb, Baby..." lirihnya, mengingat seorang yang di sebut Bintang.
Ia tak habis pikir dengan dirinya sendiri, bagaimana bisa menghampiri lelaki yang bukan mahramnya. Meski mereka diawasi Mentari, adik dari laki laki itu.
"Yaa Allah aku ikuti takdirmu" ujar Habiba mengelus elus dadanya.
Ia lebih memilih menghabiskan waktu menunggu kantuk menyerang dengan membaca kitab Allah.
**
Didalam mobil
Bintang dan Mentari tak langsung pulang setelah mengantar Habiba. Bintang mengajak serta adiknya untuk menemui seseorang.
"Bang, kita mau kemana?" Tanya Mentari yang masih menatap abangnya.
"Emangnya mau turun disini?" Tanya balik Bintang, membuat adiknya kesal.
"Habiba pasti nyesel pernah suka sama modelan begini" Gerutu Mentari yang kini bersidekap dada.
Bintang mencubit pipi kanan adiknya, gemas sendiri dengan kelakuannya.
"Abang lo ganteng kali Tar" cicit Bintang semakin membuat adiknya kesal.
"Bang, ngapain tadi di masjid itu lama lama?" Mentari mulai memindai wajah abangnya.
Flashback On
"Assalamu'alaikum" Salam Bintang, menghampiri lelaki tua dan mencium punggung tangan itu takzim.
"Walaikumsalam" jawab mbah Hasyim seraya menepuk nepuk pundak Bintang.
"Mbah, gimana kabarnya?" tanya Bintang dengan gaya santai namun sopan.
"Alhamdulillah mbah masih awet muda" seloroh mbah Hasyim membuat keduanya tertawa.
"Apa sudah selesai masalahmu?" Tanya mbah Hasyim dengan wajah sedikit menggoda.
"Belum mbah, gadisnya sedang ada di mobil bersama adik saya" mbah Hasyim mengangguk.
"Masih ingin memperjuangkan nya?" pertanyaan yang membuat Bintang ragu.
Mbah Hasyim tersenyum, menepuk bahu Bintang.
"Jika wanita itu memang baik, maka patut diperjuangkan" ujar mbah Hasyim kemudian, kini Bintang yang mengangguk.
"Dan..." Bintang kini menatap sendu wajah tua di hadapannya.
"Lakukan semua karena Dia Sang Maha Pencipta, bukan karena dia si hamba" tutur mbah Hasyim mengingatkan.
"Baik mbah, Bintang sedang berusaha ikhlas apapun yang terjadi nanti" senyum manis terbit dari wajah tampannya.
"Hidup itu akan semakin berat dan kamu harus semakin menikmati" mbah Hasyim berdiri dari tempatnya.
"Sebentar lagi maghrib, ambil wudhu dan adzanlah" titah mbah Hasyim, Bintang mengiyakan tanpa menyela.
Selepas wudhu Bintang langsung di persilakan mengumandangkan adzan.
Flashback Off
Mentari masih melongo dengan cerita abangnya.
"Terus kenapa tadi wanita itu meminta kalian memgusap perutnya?" Tanya babang Bin, pura pura gak ngerti.
"Hemm pura pura gak ngerti, abang kan liat" Bintang hanya nyengir kuda dengan penuturan adiknya.
"ABIN cafe?" lirih Mentari lalu melirik sang abang.
"Abang ada perlu, kamu bisa pesen makanan. Jangan lupa bayar!" Ujar Bintang sukses membuat Mentari manyun.
"Panjang amat ya tuh bibir" Imbuh Bintang, meninggalkan Mentari yang belum hendak turun.
"Bang... tunggu" akhirnya kan maraton malam malam dari parkiran.
Tanpa Ba bi bu Mentari menggandeng lengan Bintang, para pengunjung dan karyawan cafe banyak yang tertarik dengan pemandangan itu.
Jarak umur yang tak jauh membuat mereka tampak seperti pasangan muda mudi pada umumnya.
Dan sialnya kedua kakak adik tersebut benar benar tidak perduli dengan penilaian orang.
Meski di rumah sering saling mengejek, dan itu tidak berlaku jika sedang di luar rumah.
"Kamu duduk di sini, pesen aja. Abang mau ke dalem bentar" Titah Bintang. Menunjuk meja pojok, lalu beralih ke salah karyawannya.
"Mbak Tika tolong layani adik saya" ujar Bintang dan berlalu masuk ke dalam ruangan.
Mentari mengamati cafe, matanya mengedar ke seluruh sudut. Pengunjungnya ramai, suasananya sangat muda ada live music di malam hari.
Bintang memanggil mbak Dian ke ruangannya.
"Mas Bin, ada yang bisa dibantu?" Sopan mbak Dian, bagaimanapun Bintang adalah bosnya.
"Mbak, tolong handle cafe ya" ucap Bintang. Mbak Dian hanya diam menatap bosnya.
"Aku ada urusan seminggu ini" Penjelasan Bintang membuat mbak Dian memgangguk.
"Tidak ada masalah atau laporan laporan aneh?" Tanya Bintang.
"Sejauh ini tidak ada mas, semoga tidak pernah ada" Tulus mbak Dian. Bintang mengangguk paham.
"Kalau ada masalah telepon aja mbak" Lanjut Bintang, ia berdiri meninggalkan ruangannya.
"Abang ngagetin deh!" Kesal Mentari yang mendapati Bintang tiba tiba duduk di hadapannya.
"Udah? ayok pulang!" Mentari langsung menggeleng dengan ajakan Bintang.
"O ya bang Bin... Baby siapa?" Tanya Mentari sangat penasaran.
"Tuh..." Tunjuk Bintang pada perempuan berseragam karyawan cafe.
Mentari mengernyit bingung, "Tadi dia yang nelpon abang buat ke cafe" jelas Bintang.
"Mas Bin..." Sapa seorang perempuan.
"Iya kenapa?" Tanya Bintang, perempuan itu nampak canggung dengan adanya Mentari.
"Dia Tari adik saya" jelas Bintang.
"Mas Bin, vokalisnya itu tiba tiba sakit kepala, lagi tiduran di ruang belakang" ujar wanita itu yang bernama baby.
"Tari aja gimana bang?" Eh ini Mentari malah menawarkan diri jadi vokalis pengganti.
Bintang mengangguk, sekian detik kemudian Mentari malah menarik tangan Bintang.
"Kita diet bang" ujarnya.
"Duet kali mba Tari" seloroh Baby, dan Mentari mendelik kearahnya lalu tersenyum.
Mentari gak tahu kali, si Baby ini sudah nangkep lagi jantungnya yang loncat.
Bintang dan Mentari naik ke atas panggung, sorak sorai tepuk tangan sudah memenuhi area cafe. Mentari menyerahkan ponselnya pada Baby untuk merekam mereka.
"Yellow" Ujar Bintang.
Look at the stars
Look how they shine for you
And everything you do
Yeah, they were all yellow
I came along
I wrote a song for you
And all the things you do
And it was called Yellow
So then I took my turn
Oh, what a thing to have done
And it was all yellow
Your skin, oh yeah, your skin and bones
Turn into something beautiful
And you know, you know I love you so
You know I love you so
I swam across
I jumped across for you
Oh, what a thing to do
'Cause you were all yellow
I drew a line
I drew a line for you
Oh, what a thing to do
And it was all yellow
And your skin, oh yeah, your skin and bones
Turn into something beautiful
And you know, for you, I'd bleed myself dry
For you, I'd bleed myself dry
It's true
Look how they shine for you
Look how they shine for you
Look how they shine for
Look how they shine for you
Look how they shine for you
Look how they shine
Look at the stars
Look how they shine for you
And all the things that you do
Lagi lagi tepuk tangan yang mereka dapatkan, Bahkan Mentari turut bertepuk tangan.
Mereka harus menjadi penyanyi pengganti malam ini.
Mentari menatap sang kakak "Bang, Tari mau lah jadi penyanyi di cafe".
Pletak
Mentari meringis, jentikan sang abang mendarat di dahinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments