Drrrttt
Drrrttt
Drrrttt
"Assalamu'alaikum bun... " Sapa Bintang.
"... "
"Iya bun, selepas isya kata abah" Bintang.
"... "
"Iya bun, ayah yang akan ambil" Ujar Bintang.
"... "
"Walaikumsalam" Bintang menutup sambungan teleponnya.
Jangan lupakan gadis yang masih duduk di dekat Bintang. Resya.
'ya ampun jodoh orang kok ganteng gini' batin Resya.
Diam diam Resya mencuri dengar ucapan Bintang dengan seseorang, meski laki laki itu sudah berdiri sedikit menjauh.
"Maaf Bu Resya..." Babang Bintang kembali duduk. Resya hanya mengangguk sebagai jawaban, ada rasa kecewa dan entah untuk apa.
"Bagaimana pak?" Mencoba untuk kembali tenang, bukan salah Bintang bukan jika gadis itu tertarik padanya? Bukan salah Resya juga seh, karena hati suka mendusta kenyataan. Hiiiisssh!
"Sesuai rencana, maaf mungkin kita lanjut hari senin, besok kantor ibu tutup kan?" ucap Bintang, ia berkemas dan sudah siap dengan tas ransel di punggungnya.
"Terimakasih bu Resya atas kerjasamanya" Bintang menyodorkan tangannya.
"Sama sama pak" Senang hati Resya menyambut jabatan tangan Bintang.
**
Beberapa saat Motor Bintang sudah terparkir di garasi rumah, Bunda Sara menyambut dengan senyum manis. Eleuh tumben kan bunda memberi sambutan dengan senyuman. Semoga tidak terjadi hujan badai di detik berikutnya. Bisa porak poranda Bintang dibuatnya.
"Assalamu'alaikum bunda..." Sengaja Bintang berteriak.
Bunda merasa senang dengan perubahan anak lelakinya, Bintang kini tak lupa mengucapkan salam.
"Walaikumsalam" Bukan sang bunda yang menjawab, melainkan ayah Hendra yang berada di belakang Bintang.
Iiih sejak kapan ayah Hendra sudah berada di belakangnya? Bintang yang bud*k atau emang ayah punya jurus jaelangkung, Biarlah.
PLAAAK
Tabokan mesra mendarat di lengan Bintang, siapa lagi pelakunya kalau bukan bunda Sara tercintaah. "Gak usah mikir aneh aneh. Ayo masuk!" Titah sang bunda ratu.
Kan kan perasaan Bintang mulai ada yang ga beres nih, senyuman bunda sudah berubah jadi badai. Pengen kabur nanti gak bisa ngelamar anak kiyai Ahmad.
CUP
Bintang mencium pipi bunda, biasalah Bintang ada k*t*ng di balik baju, eh! Ada udang di balik batu maksudnya.
"Kenapa bunda sayang?" Tanya babang Bin semanis mungkin. Eh ayah Hendra melihat tingkah putranya yang tak ada dewasanya sama sekali.
"Bin... Ini ATM kamu isinya banyak banget? ini beneran punya kamu?" Bintang menelan salivanya, merasa gugup dengan pertanyaan bunda.
"Bun..." Ini ayah Hendra yang menginterupsi. Matanya menatap lekat sang istri seolah meminta penjelasan. Biarkan Bintang yang masih cengar cengir.
"Bunda kemaren belanja pakai kartu yang anak ayah berikan.. " ucapan bunda terpotong.
"Terus uangnya kurang bun? akhirnya pakai punya ayah?" ayah Hendra membara bahkan berapi api. "Kartu kosong mau ngelamar anak orang" Lanjut ayah yang kini beralih menatap Bintang.
Lihat babang Bin yang masih manis hanya mesam mesem bikin kesengsem.
"Bukan yah, justru bunda kaget. Isi kartu Bintang kok banyak seh?" Jelas bunda Sara. "Bunda curiga pasti ayah yang kasih ke Bintang nih" Bunda sukses dong nabok dua lalat, ayah Hendra bingung dengan tuduhan sang istri, sedang Bintang? Ya tetep masih mesam mesem.
"Eh eh enggak bun, ayah gak pernah kasih Bintang lebih" Sangat jelas ayah Hendra membela diri. Bunda Sara bersidekap dengan alis terangkat satu, sudah seperti detektif gadungan.
"Bin..." Bintang malah nyengir kuda mendapat tatapan maut dari ayah dan bundanya.
"Jangan bilang kamu ngerampok bank atau jadi bandar narkoba" Hardik ayah, Bintang memutar bola matanya jengah.
Pada akhirnya ia memutuskan untuk memberi tahu kebenaran pada kedua orang tuanya.
"ABIN cafe itu punya Bintang... ayah, bunda" Ujar Bintang.
"Eh.. biasa aja itu reaksinya" seloroh Bintang yang bingung dengan kedua orang tuanya.
"Yang bener bang?" Tahukan ini Mentari yang langsung nyelonong, dan ikut nimbrung kaya laler ngerubutin...
"Iya.. "Sahut Bintang.
" Tapi setiap Tari ke sana kenapa suruh bayar" Lah kan Mentari malah ungkap fakta mengejutkan untuk dirinya sendiri.
"Lah kan pegawainya gak kenal kamu, walaupun tahu kamu adik abang juga tetep bayar" Kekeh Bintang, Mentari auto kesel dong.
"Bun, nanti bantuin Tari pakai hijab ya?" bunda manggut-manggut dan entah apa yang dipikirkan.
"Besok Bintang ajak kesana, kalau ayah dan bunda gak percaya" lembut Bintang meyakinkan.
"Yang jadi permasalahannya itu... ayah rugi dong transfer kamu tiap bulan padahal kamu sudah punya penghasilan" Ayah Hendra benar juga kan, ia pun tak mau rugi.
**
Selepas Isya Bintang bersama kedua orang tuanya serta Mentari, dan jangan lupakan teman teman Bintang yang turut serta dengan motor mereka masing masing sudah siap berangkat ke rumah Habiba.
Ini mau lamaran atau konvoi? Jangan sampai para santriwan keluar bawa sapu dan teman temannya untuk menghalau kedatangan mereka karena dikira ngajak tawuran.
Ayah Hendra merangkap sebagai sopir, lumayan kan bisa buat ganti rugi.
"Abang... tumben grogi?" seloroh Mentari. Ia bahkan tak habis pikir dimana kakaknya lupa meletakkan kepercayaan dirinya yang setinggi tiang portal komplek.
"Abang gak grogi, cuma khawatir di tolak" Bunda Sara loh emang selalu benar. Makin sedap aja kan hati babang Bin ini.
"Sudah jangan di godain terus abangnya.. " Ayah Hendra yang bijak "Semoga di terima, agar cepet ganti rugi karena nyuruh ayah jadi sopir" memang bener lah ayah ini tidak mau rugi.
"Bunda..." rengek Bintang.
"Mau beli es krim?" Mentari menahan tawa karena pertanyaan bundanya, sudah jelas abangnya ini grogi pengen di semangatin.
"Ayah puter balik aja ya, Bintang grogi nih mules" Ujar Bintang dengan wajah pucat.
"Malu bang, Biba sudah baca chat abang loh" Tapi gak mungkin kan Habiba memberitahu chat Bintang pada Mentari. Ngarangnya kok tepat ya si eneng satu ini.
"Ayo turun!" Titah ayah Hendra.
Mobil sudah terparkir di depan rumah Habiba, begitu juga dengan empat motor besar yang mengiringi.
"Jangan buat malu bunda!" Tegas bunda Sara, Mentari masih mesam mesem dengan kelakuan abangnya.
"Assalamu'alaikum" Teriak serempak ke empat pemuda yang tak lain sahabat Bintang.
Bintang makin keringetan, padahal ini malam loh ya. Aneh, bukannya Bintang pernah ngelamar secara pribadi, ini yang rame rame malah grogi.
"Walaikumsalam" Seorang pria keluar dari dalam. Mentari makin mesam mesem gak jelas melihat siapa yang berdiri di depan pintu.
Reza mengajak tamunya masuk kedalam, ayah Hendra mengekor tepat di belakang Reza. Reza menyalami mereka kecuali bunda Sara dan tentunya Mentari.
"Assalamu'alaikum" abah dan uma keluar menemui tamunya. Melirik sekilas pada Bintang yang tampak grogi.
Disana sudah ada abah, uma, Reza dan Fathan yang menyambut.
Zahra masih menemani Habiba di kamarnya, gadis itu sama groginya dengan Bintang.
Tak ingin membuang waktu, ayah Hendra mengutarakan niat kedatangan mereka.
Habiba kini sudah bergabung, diapit uma dan abah, Zahra duduk bersebelahan dengan suaminya, Reza.
"Sebelum abah dan uma memutuskan, boleh... abah mengajukan syarat?" tutur abah menatap Bintang.
GLEK
Bintang menelan salivanya gugup, begitu pula dengan para sahabatnya. Segugup seperjuangan mereka ini.
"Bagaimana kalau kita makan malam terlebih dahulu?" usul abah. "Kasihan nak Bintang tampak gugup" imbuhnya membuat Bintang tersenyum kecut.
Para kurcaci Bintang bersorak riang, merasa lucu melihat Bintang kehilangan rasa percaya dirinya.
"AZEEEK AZEEEK" berasa nonton dangdut kali yak, padahal di rumah kiyai loh ini.
Abah makan bersama dengan para lelaki, Uma, bunda Sara dan Zahra makan ala wanita di dapur. Sedang Mentari sudah di seret Habiba ke kamarnya.
"Kenapa Biba? gue juga laper..." Drama Mentari mengusap perutnya.
Biba melepaskan pengait cadarnya, membuat Mentari melongo.
HAP
Habiba menutup mulut Mentari dengan tangannya "Gak takut kecoa masuk Tar?" goda Habiba.
"Gue malah takut kalo otak gue yang masuk ketelen" seloroh Mentari.
Habiba tersenyum memandang wajah Mentari.
Akhirnya mereka tertawa berdua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments