Hari semakin gelap, pengunjung cafe semakin ramai. Bintang tengah duduk di sudut cafe, mengaduk aduk minuman yang mbak Dian sediakan.
"Mas Bin" Bintang mengalihkan pandang ke arah sumber suara.
"Kenapa mbak?" Tanyanya setelah mempersilakan mbak Dian duduk.
Mbak Dian melihat sekeliling "supliernya sudah di depan mas" bisiknya. Bintang mengangguk paham, mbak Dian meninggalkan Bintang sendiri memberikan jeda agar tak ada kecurigaan.
Bintang beranjak menuju mobil pick up yang membawa bahan bahan untuk cafenya, ia melihat surat jalan dari suplier, dengan wajah datar sedatar televisi terbaru. Dan bayangkan jika wajah babang Bintang secembung TV tabung.
**
Bintang kini sudah duduk di ruangannya, memegang surat jalan dari suplier minuman.
"Arrrrrggghh!" Mengacak rambutnya kasar, merasa bodoh karena tidak seserius itu mengurus ABIN cafe.
Menyesal kan belakangan, kalau di depan itu kata pengantar. Haissshh!!!
Bintang memutuskan akan menelepon langsung, jika perlu bertemu langsung dengan petinggi si suplier untuk memperjelas harga bahan.
Hari semakin mendekati tengah malam, pengunjung masih saja ramai padahal ini bukanlah malam minggu.
Patut bersyukur ini bisa modal ngelamar anak gadis Ahmad. Cieeeh cuwit cuwit!!
Bintang memutuskan pulang sebelum cafe tutup, surat jalan itu ia masukkan ke dalam tas ranselnya.
Tak ada yang tahu kecuali para sahabatnya jika Bintang pemilik ABIN cafe, Dia bahkan tadi sempat tampil solo karena B2R3 bandnya tidak ada jadwal manggung di ABIN cafe.
Lumayan kan tambahan nyanyi solo bisa buat tentengan, eh!
Mobil sudah terparkir manis di garasi rumah kedua orang tua nya, Bintang berjalan sedikit gontai dengan masalah cafe yang baru ini ia ketahui.
"BOD*H" Rutuknya kesal.
Ia hempaskan tubuh lelahnya di kasur empuk King size, menatap nyalang langit langit kamar.
Jangan sampai langit langit kamar yang tak bersalah itu roboh karena baper ditatap Bintang. Kan gak lucu kan kan??
**
Di malam yang sama, hari yang sama detik yang sama. Habiba masih duduk bersandar kepala ranjang, matanya sulit untuk terpejam.
Rasa yang entah apa membuat hatinya resah. Habiba berdiri mendekat arah balkon kamar, bersamaan dengan rintik hujan yang membasahi malam.
Jemari lentiknya bermain melukis kaca bermandikan hujan.
Lengkungan senyum menghias di wajah cantiknya. Benarkah hujan mampu merubah mood seseorang membaik? Entahlah, Tapi kini suara gemricik hujan ternyata yang melunturkan resah dalam hatinya.
Seiring irama hujan, lantunan nada nada doa dalam hati ia baitkan.
Bukan perkara dengan siapa ia berjodoh, lebih tepatnya menerima takdir siapa nanti yang menjadi jodohnya.
KLUTING
Sebuah pesan masuk di ponsel Habiba, padahal ini sudah hampir jam satu malam.
Gak mungkin kan pesan dari mbak Kun atau kang ocong, apa iya Habiba berteman dengan mereka??Ngawur!!!
Habiba menutup gorden balkon berniat membuka pesan yang baru saja masuk.
DEG
Habiba terdiam dengan ponsel yang masih di tangan.
Kan kan kan beneran ini pesan dari mbak Kun dan makhluk kasar lainnnya. Kaburrrr!!
*Habiba*
*Bukankah arti namamu adalah cinta*?
*Apakah bisa aku menjadi bagian dari nama itu*?
*Habiba*
*Sungguh aku harus benar benar menjaga kewarasan ku*
*Kenapa banyak hal yang kuinginkan darimu*?
*Entahlah, aku terlalu menginginkanmu dalam hidupku*
*Maafkan aku yang dengan lancang berani memperjuangkan mu*
Habiba meletakkan kembali ponselnya, tak ingin membalas pesan yang Bintang kirim. Kasihan itu babang sudah susah suah bikin puisi gak di balas.
Habiba kembali mengambil wudhu dan melaksanakan sunah dua rakaat. Hati dan pikirannya kembali terusik hanya karena sebuah kata kata. '*Astaghfirullah*'.
Selesai sholat ia mengangkat kedua tangannya, menumpahkan segala rasa pada sang pemilik nyawa.
Rasa itu di tumpahkan pada Allah yang kuasa bukan di medsos. Ah curhat!!
\*\*
Tok Tok Tok
Ketukan pintu kamar Habiba, tapi tak kunjung terbuka.
Ceklek
Habiba masih tertidur meringkuk beralaskan sajadah, Uma masuk turut duduk di samping putrinya.
"Biba... " lembut Uma tak ingin membuat Habiba terkejut. Habiba masih bergeming.
"Biba bangun, sudah siang" Ulang Uma, Habiba mulai mengerjap, beradaptasi dengan cahaya lampu kamar. Tersenyum melihat Uma di hadapannya.
"Uma... kenapa duduk di lantai?" Tanya Habiba lirih, Uma mengusap pipinya penuh sayang.
"Bangun sudah siang, sudah subuh?" Habiba duduk dan melihat dirinya yang masih memakai mukena.
"Biba ketiduran Uma.." ujar Biba tersenyum kikuk, dan di detik berikutnya memeluk umanya erat. "umaaa... " nadanya manja.
"Biba, ceritalah ke Uma kalau ada masalah" Uma mengusap punggung Biba hangat. Merasa anak gadisnya menyimpan sesuatu.
"cerita apa Uma? " Tanya Habiba balik.
Cerita si kancil atau cerita legenda jaka Tarub juga boleh Biba. Jeng jeng jeng.
"Uma perhatikan putri cantik Uma ini sedang gelisah" Goda Uma menggoyang goyangkan wajah Habiba.
"Habiba juga gak tahu Uma" Jujur Biba, ada rasa aneh dalam hatinya.
"Masalah nak Bintang?" Biba mengangguk ragu, "Bukankah dulu ada lelaki yang melamar, dan putri Uma gak pernah galau" Uma kembali menggoda dengan senyuman sejuta voltnya.
Habiba menggeleng "Habiba juga gak ngerti Uma". " Habiba resah gak ngerti karena apa!" imbuh Habiba.
"Mungkin anak Uma yang solehah ini resah memikirkan jika calonnya tak memenuhi syarat abah" Habiba mengerjap lucu.
"Benarkah Uma? Habiba gak yakin" jawab Biba.
"Mungkin kamu belum yakin Biba, tapi Uma yakin" Uma semakin menggoda dengan mimik wajah.
"Uma... " rengek Habiba, kembali berhambur dalam pelukan Uma.
"sampai tidak tidur semalaman dan tertidur diatas sajadah" tutur Uma dan Habiba pun merasa malu sendiri. Tak perlu di jelaskan Uma sangat mengenal anak anaknya.
\*\*
Reza sedang memperhatikan Habiba yang mendekati meja makan "Wajahmu itu loh dek, untung tertutup cadar" ujarnya menggeleng pelan.
"Walaikumsalam mas, pagi pagi dah disini aja" Sindir Habiba, Reza tersenyum kikuk.
"Mas mu itu rindu masakan Uma dek" Habiba bangkit mendekati wanita yang berjalan ke arah mereka.
"Mbak Zahra..." Pekik Habiba berhambur ingin memeluk kakak iparnya itu, namun ia urungkan. Gak lucu kan kalau Habiba yang sudah rapi, tentu dengan Zahra juga harus mandi makanan lagi.
Zahra meletakkan piring yang ia bawa di atas meja, kemudian memeluk adik iparnya yang luar biasa menurutnya.
"Sudah ada yang melamar kamu dek?" Celetuk Zahra di sela pelukan mereka, Habiba tetap bergeming.
"Nanti berangkat bareng mas Reza saja, mbak mau disini saja bantu Uma" Titah Zahra langsung mendapat dua jempol dari Habiba.
"Alhamdulillah, hemat ongkos mbak" Sahut Habiba membuat Reza gemas melihat dua wanita di hadapannya.
Abah sudah berangkat tadi setelah subuh, didampingi Uma, sedangkan Fathan? Fathan sedang mengajar di pondok sahabat abah.
Akhirnya Habiba berangkat di antar Reza, Reza hanya melihat dari dalam mobil kepergian adik bungsunya itu.
Ada sepasang mata yang sangat memperhatikan adegan dimana Habiba mencium punggung tangan Reza.
Mentari ada di sana bersama Bintang, Bintang masih asyik merapikan rambut yang berantakan karena helm.
"Bang... " Mentari menggoyang lengan Bintang, dan Bintang? Tentunya dia masih acuh.
"Hemm... " Gumamnya.
"Itu lihat calon kakak ipar di antar cowok ganteng, masih muda lagi" Sudah bisa di tebak Bintang langsung celingukan.
"Itu abang..." Mentari menatap jengah Bintang, detik kemudian mengarahkan kepala abangnya ke arah Habiba.
Mentari menghela nafas panjang dengan kelakuan Bintang dan sangat amat ingin menggoda sang kakak "Yakin diterima Habiba?".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
abdan syakura
Alhamdulillah bagus ceritany, kak
Ttp Semangat ya, Kak!!😉
2023-01-26
0