Bintang memasuki sebuah ruangan, duduk nyaman di kursi mejanya. Dengan cepat membuka laptop, kemudian serius dengan apa yang dilihatnya.
Tok Tok Tok
Sebuah ketukan di pintu ruangan menginterupsi konsentrasinya.
"Masuk" ucapnya masih dengan menatap layar laptopnya.
Seorang wanita tiga puluh tahunan masuk dengan sopan.
"Mas Bin, tumben ke resto?" ini pertanyaan atau ledekan buat babang Bintang.
"Mbak Dian gak usah godain aku deh" Ujar Bintang, diapun merasa di ledek.
Wanita bernama Dian itu hanya tersenyum simpul, mendekat ke arah meja Bintang menyerahkan dua buah map berwarna hijau dan merah.
"Mbak Dian" panggilnya, yang punya namapun menatapnya seolah bertanya.
"Ini map nya kurang satu" Mbak Dian mengernyit bingung dengan ucapan Bintang.
"Ya harusnya ada warna kuningnya mbak, biar kaya lampu lalu lintas" seloroh Bintang, kemudian menaik turunkan alisnya dengan tatapan mengejek.
Pengen di geplak gak sih itu si babang Bintang.
"Nanti aku kasih yang kuning buat mas Bin, sekalian gayungnya buat nyiram. Sekalian mas Bin yang di siram" Ujar mbak Dian yang sudah duduk di kursi depan meja Bintang.
"BUAHAHAHAHA" Pecah sudah ketawa Bintang, "Mbak Dian sekarang sudah lucu ya!" lanjut Bintang masih dengan ketawanya.
Mbak Dian menepuk jidatnya heran dengan kelakuan si pemilik restoran.
"Saking pusingnya di serahin ngurus resto, jadi eror sampai sinting ini mas" Celetuk mbak Dian dan ada kejujuran dari ucapannya itu.
Setelah sesi bercanda antara Bintang dan Dian si tangan kanan di cafe ABIN mereka membahas hal hal penting.
Bintang berhenti membalik kertas dan menatap layar laptopnya, ada perbedaan pembayaran dari laporan yang ia terima.
"Mbak tolong hubungi suplier ini" Bintang menunjuk nama suplier bahan minumannya.
"Sial!" Umpat Bintang setelah mendapat daftar harga yang ia dapat langsung dari suplier.
Dapat ia pastikan ada kecurangan dari karyawannya, "mbak, nanti tolong pastikan suplier itu datang hari ini" Titah Bintang.
"Siap mas Bin" ucap mbak Dian semangat.
"Mau perang mbak? semangat bener!" ajaib kan nih pertanyaan si babang.
"ck... mas Bin sering sering ke cafe. Itung itung buat otakku waras" giliran mbak Dian menyeringai.
"Siap!" Bintang memberi hormat pada mbak Dian. Mbak Dian malah menghembuskan nafas panjang.
Lah lah lah yang jadi bos siapa yang hormat siapa.
Drrrrt
Drrrrt
Drrrrt
"Mbak nanti di lanjut ya, aku ada telepon penting!" mbak Dian paham dan langsung keluar dari ruangan Bintang.
"Assalamu'alaikum" Salam Bintang.
"... "
"Iya bun, Bintang pulang koq" Bintang.
"... "
"Iya bunda sayang... muach muach!" Bintang memperagakan layaknya orang mencium bahkan mulutnya totalitas monyong monyong.
"... "
"Walaikumsalam" Sahut Bintang kemudian menatap layar ponsel yang masih menyala.
Laki laki muda itu menghembuskan nafas kasar. Badannya mendadak lelah ia sandarkan di sandaran kursi.
Untuk sekarang sandaran kursi saja dulu, karena sandaran hati masih on proses.. uh cie cie!
\*\*
Habiba turun sesuai perintah abahnya, masih ada kedua kakaknya dan sekarang ada Uma juga.
Deg Deg Deg
Jantungnya makin berdebar mengiringi langkah kaki menuruni anak tangga.
"Assalamu'alaikum" ucapnya seceria mungkin, lalu duduk di samping Umanya.
"Biba, duduk di depan abah!" Titah abah, Biba menurut.
"kenapa mas, koq nyengir nyengir gitu?" Tanya Biba pada Fathan yang mesam mesem bikin kesel.
Bukannya menjawab Fathan malah menaik turunkan alisnya, memasang senyum tipis menggoda.
"Astaghfirullah Fathan, Biba... Kalian ini" Uma ternyata gemas juga dengan kelakuan kedua kakak beradik ini.
Mereka paham Bibalah tempat penumpahan kejailan Fathan.
"Biba, tadi ketemu nak Bintang?" Biba terkejut dengan pertanyaan dan pernyataan abah.
"Nahlo, Biba pacaran. Haram tauk dek" Inilah Fathan langsung nyeletuk, seketika mendapat bonus cubitan manja di lengannya.
"Biba gak pacaran yah mas.. Ngarang!" Ketus Habiba. Kini ia beralih menatap abahnya yang masih geleng geleng kepala "I.. iya bah, tadi mas Bintang memberi tahu Biba kalau mau ke sini malam minggu".
Habiba menunduk, ada rasa takut, gelisah juga khawatir.
" Kamu sudah siap dek? jangan asal loh" Reza angkat bicara, jangan tanya jawaban Habiba. Habiba gugup dengan pertanyaan Reza.
Reza diam diam tapi kalo nanya suka pas bikin jantungan bonus linglung jawabnya.
"Biba gak tahu mas, itu urusan abah sama Uma besok" Sahut Biba sekenanya.
"Idih dek, yang mau nikah kamu" Fathan kembali menggoda adiknya.
sabar Biba, punya kakak lucknut memang harus panjang sabar. uppsss!!
"Fathan, abah mau bicara soal masalah adik perempuan kalian. Berlian di rumah ini" Serius abah Ahmad. Fathan mengangguk paham.
Habiba sangat terharu dengan kata kata sang abah 'Berlian'. ah manis sekali!
Abah melihat Habiba, bahkan semua mata yang ada di sana memperhatikan Habiba. Terkecuali Habiba yang menunduk memilin ujung hijabnya.
Ya iyalah bagaimana ceritanya Habiba melihat dirinya sendiri? gak ada cermin. Haiisssh!
"Habiba.. Angkat kepalanya nak!" Titah abah lembut. "Semalam nak Bintang sudah minta izin abah untuk menemui kamu selepas pulang kuliah" Habiba mengerjap lucu, tak menyangka abahnya akan memberikan izin.
"Abah serius? Koq mas Bintang gak ngomong sama Biba?" Abah mengangguk dengan perkataan bungsunya.
Lihat Fathan sudah bersiap menggoda adiknya, tatapan maut Uma lebih dulu mencegahnya.
Fathan ini lebih baik di getok dari pada di tatap tetep cengar cengir.
Plak
Akhirnya paha Fathan mendapat salam hangat dari sang kakak. Reza.
"Habiba, apa keputusan kamu?" Todong abah, Habiba malah melirik Uma yang hanya mesam mesem.
"Uma..." Uma masih dengan senyum mautnya dan menggedikkan bahu.
Uma sudah berdiskusi dengan abah dan akan meminta langsung pendapat Habiba, sebelum mereka memutuskan.
"Abah..." Lirih Habiba. "Bukannya Habiba sudah serahkan ke abah dan Uma. Habiba gak tahu bah" jelas Habiba, ia pun ragu dengan keputusannya sendiri.
Abah menghela nafas panjang "abah akan memberi syarat besok saat nak Bintang kemari" sesaat diam menatap lurus putrinya.
"Kalo nak Bintang tidak memenuhi syarat abah, apa abah boleh menolak?"
GLEK
Habiba menelan salivanya, menatap abah dengan tatapan sulit diartikan "Biba sudah serahkan semua ke abah dan Uma" suara Habiba tercekat dan kembali menunduk.
"Abah ingin memberitahukan sesuatu" Tutur abah dan mereka menatap abah bertanya tanya.
Eh kamu nanya? Bertanya tanya?
"Malam itu, setelah abah menghadiri acara pengajian bersama ustad Bahri. Ban mobil abah pecah" cerita abah.
"Terus kenapa gak telepon Fathan bah, mas Reza mungkin" Fathan kembali menyela dengan semangat.
"Abah hendak menelepon kamu, tapi... " abah menjeda ucapannya.
"Tapi apa abah?" Fathan kembali menginterupsi.
Abah tersenyum dengan polah anak keduanya itu, "Ada sebuah mobil berhenti di depan mobil abah, dan pemuda itu yang menolong abah dan ustadz Bahri" Ucap abah melihat putri bungsunya.
"Yaa Allah abah, untung ada pemuda baik yang ikhlas memberikan bantuan malam malam" Uma pun turut mengambil bagian. Abah mengangguk membenarkan ucapan sang istri.
"Abah kenal? tahu namanya bah?" Fathan bertanya serius.
"Andai saja abah sudah kenal, mungkin akan abah jodohkan dengan adikmu ini, pemuda itu sudah memenuhi satu syarat abah" Habiba mengangkat wajahnya menatap sendu sang abah. Semua air muka Habiba terbaca jelas oleh abah dan Uma juga kedua kakak Habiba.
'*Pasrah Yaa Allah*'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments