Bintang masuk setelah mengucapkan salam, ada ayah bunda juga Mentari sang adik. Kedua orang tuanya memandang datar, lain dengan Mentari yang tersenyum menggoda.
"Duduk!" Seperti biasa ayahnya berbicara dengan nada tegas, Bintang pun duduk di depan ayah dan bundanya, sedang Mentari duduk nyaman sendiri di sofa single.
"Bintang... Tadi bunda cerita kalo kamu minta di lamarkan seorang gadis. Apa benar?" Serius ayah Hendra, menatap lekat ke dalam manik mata Bintang. Berusaha mencari kebohongan di dalamnya. Entahlah sorot mata putranya sulit untuk diartikan.
Bintang memgangguk mantap, "iya yah" Memberikan jawaban yang tak kalah tegas penuh keyakinan.
"Sudah berapa bulan?" Tanya ayah Hendra membuat Bintang mengernyit bingung, begitu juga dengan Mentari yang bahkan membelalakkan kedua matanya.
"Baru tiga kali yah" Sahut Bintang santai, setelah menormalkan pemikirannya.
"Yaa ALLAH Bintang, ayah pikir kamu hanya suka berantem dan balapan liar gak jelas. Tapi, ternyata kamu ngerusak anak gadis orang" Ujar ayah Hendra dengan wajah merah padam seperti menahan amarah.
Ini ayah Hendra menahan amarah loh ya, bukan menahan mules ingin ke toilet.
Sontak semua mata penghuni rumah langsung menguliti Bintang dengan tatapan tajam mereka. Bintang menghirup nafas panjang, sepertinya ada yang salah dalam pembicaraan ini.
"Kak, bener itu temen Tari? Siapa namanya?" Kini Mentari yang buka suara.
"Habiba!" Jujur Bintang.
"Apa???" Bola mata Mentari hampir saja berlari meninggalkan tempatnya. "Gak mungkin kak, Habiba bukan gadis seperti itu. Jangan fitnah yaaaa! " Imbuh Mentari merasa tak terima saat Bintang dengan santai menyebut nama Habiba.
Karena kesal Bintang menutup mulut adiknya yang sudah siap siap mengeluarkan suara toanya.
Menatap tajam adiknya yang terus memberontak, hingga Mentari ciut dibuatnya. Merasa semakin aneh dengan situasi saat ini, menjadi pesakitan di tengah keluarganya.
Oke Bintang sabarkan panjangmu, sampai meteran tak mampu mengukurnya. Hadeuh!!
"Bintang, lepaskan adikmu!" Ayah Hendra kembali memberi perintah, sudah mirip komandan polisi di film film India. Sebelum melepaskan sang adik Bintang lebih dulu menjewer bibir adiknya, otomatis membuat Mentari semakin memberengut kesal.
"Ayah... " Ujar Bintang dan terpotong dengan ucapan ayahnya.
"Jelaskan sejelas jelasnya!" Tuntut ayah Hendra. Tahu gak seh ubun ubun Bintang sudah keluar asap, ditambah dari telinga dan hidung. Jangan di kira wedus gembel dari merapi.
"Ini baru mau di jelasin, ayah motong ucapan Bintang" Sungut Bintang.
Lah kemana bunda Sara, pemilik suara toa yang diwariskan pada Mentari? Bunda Sara masih memyimak pembicaraan antara ayah dan anak, lebih tepatnya intimidasi pada Bintang. Kasihan Bintang.
"Ayah, bunda... Aku ketemu Habiba itu baru tiga kali dan yang ketiganya itu juga aku nemuin abah dan umanya Habiba" Jelas Bintang sebelum akhirnya berkata "aku ngelamar Habiba" Yang sukses membuat mereka terpesona. Bukan bukan lebih cocok menganga karena terkejut, jangan sampai saking terkejutnya ada Banteng yang numpang tidur dalam mulut.
"Kamu gak apa apain anak orang kan Bin? Awas ajah kalo sampai berani" Oke, ini bunda yang berujar, dengan gaya menggulung lengan bajunya. Padahal bunda pakai lengan pendek loh, itu lengan baju siapa yang digulung?
"Bunda belum Creambath pasti. Buktinya mikirnya ngeres" Celetuk Bintang, kesal. Bunda habis nyemir rambut itu, mungkin pewarna rambutnya ada yang rembes. Durhaka!
"Udah buru lanjutin ceritanya" Titah bunda Sara. Bintang mencebik bahkan ayah dan Mentari memandang takjub wanita terhebat mereka. The power of bunda Sara, sudah nuduh masih aja kasih perintah sakarepe (semaunya).
Akhirnya Bintang menyelesaikan ceritanya, tanpa memberi kesempatan ketiga orang di hadapannya untuk memyela apa lagi sampai memotong ceritanya. Bahkan ia sempat kesal kala ia dituduh menghamili Habiba.
Kalo Bintang seh mau mau aja, ya kan ya? Habiba mau juga kali ya, mau geplak tuh kepala Bintang.
"Oke ayah setuju. Malam minggu besok kita ke sana untuk melamar" Final ucapan ayah. Bintang merasa lega.
"Tapi abahnya ngajuin syarat yah... " Lirih Bintang.
**
Hari sudah semakin larut, Habiba dengan piyama panjang dan hijab instan tanpa cadar, duduk di tepi balkon. Ia masih terjaga, sulit mengantuk akhir akhir ini. Nama Bintang yang selalu terbersit dalam pikirannya.
Habiba mendengar suara mobil abahnya memasuki gerbang, ia turun menghampiri abahnya sekaligus ingin mengambil air minum. Habiba selalu sedia air minum sebelum tidur, ia malas harus turun ke dapur saat haus tengah malam.
"Abah" Habiba mendekat, meraih tangan abahnya lalu menciumnya takzim.
"Assalamu'alaikum" Jawab abah Ahmad.
"Walaikumsalam bah... Hehehe Biba lupa" Gadis manis itu nyengir, bagaimana bisa melupakan salam.
"Uma sudah tidur?" Tanya abah, ia tidak melihat istrinya semenjak pulang. Karena kebiasaan Uma akan menyambut kepulangan abah.
Habiba memgangguk "Tadi Uma sudah minum obat sakit kepala bah" menjelaskan keadaan sang bunda. Abah menghembuskan nafas panjang.
"Kenapa lihatin Biba begitu bah?" Tanya Habiba penasaran dengan tatapan abah yang penuh selidik.
"Putri abah yang cantik ini siap mengemban tanggung jawab sebagai istri?" tanya abah setelah membawa putrinya duduk di kursi dekat dapur.
"Entahlah bah" jelas terdengar ragu jawaban Habiba.
Abah mengernyitkan dahi, mengulas senyum "Kalo memang belum siap kamu bisa jujur sama nak Bintang, abah yakin dia akan menerima apapun keputusanmu" nasihat abah.
"sudah sholat istikharah?" tanya abah kemudian, di jawab dengan anggukan kepala Habiba.
Wajah Habiba yang merona dapat menyiratkan sesuatu yang baik, telebih muncul seulas senyum tipis dari bibir ranumnya. Sang abahpun mampu menangkap itu dengan jelas dan nyata.
"Hasilnya?" jujur sebagai orang tua abah pun ingin tahu lebih tentang putrinya sebelum memindahkan tanggung jawab pada suaminya kelak.
"Habiba sholat dengan diimami seorang lelaki bah, Habibapun mencium punggung lelaki itu... " ujar Habiba.
"Lelaki itu nak Bintang?" Tanya abah.
Hay guys,, abahpun bisa lebih kepo dari emak emak yaa...
Habiba mengangguk samar, itu sudah cukup membuat abahnya tersenyum.
"Nak Bintang sudah mengatakan kalo dia anak geng motor, suka kelayapan malam malam dan seorang vokalis band..." ulas abah.
"pasti banyak perempuan yang mengaguminya, ditambah paras nak Bintang yang... " lagi lagi abah menggantungkan ucapannya.
Habiba menatap abahnya dengan tatapan yang sulit diartikan, membuat abahnya tersenyum.
"hemmm... hampir tengah malam, abah dan Biba masih asyik ngobrol" kini Uma menghampiri suami dan putrinya.
"assalamualaikum Uma, sudah sehat?" sapa abah seraya meminta Uma duduk di sampingnya.
"walaikumsalam abah" Uma tersenyum seraya mencium punggung tangan suaminya. "abah pulang jam berapa?" tanya Uma.
semua live di depan mata Habiba, hatinya berdesir seolah melihat mimpinya kembali dua malam kemaren.
Nah kan Habiba belajar menjadi istri dari Uma nya yang luar biasa.
"Abah sama Habiba ngobrolin apa? ini sudah hampir tengah malam" tanya Uma yang merasa penasaran dengan obrolan ayah dan anak itu.
"abah menanyakan kesungguhan Habiba Uma" tutur abah, Uma mengangguk paham.
"Habiba yakin?" Kini Uma memandang putrinya penuh tanya. Ada keraguan dari air muka Habiba.
Habiba memandang wajah kedua orang tuanya secara bergantian, mencari jawaban yang tepat.
"Jika benar nak Bintang serius, ia akan membawa kedua orang tuanya kemari" Ucap abah mengerti akan keraguan Habiba.
"Habiba... jika besok nak Bintang bisa memenuhi syarat yang abah ajukan" Abah menghela nafas dalam, "mungkin memang ia jodoh yang terbaik untukmu" imbuh abah.
"Biasanya anak geng motor ugal ugalan bah, suka dengan dunia malam. dekat dengan alkohol bahkan obat terlarang" Tutur Uma merasa khawatir jika putrinya dinikahi Bintang yang notabene anak geng motor.
"Astaghfirullahalazim Uma, tidak semua anak geng motor dekat dengan alkohol dan obat terlarang" ujar abah tidak sependapat dengan istrinya.
"Kadang sampul kita yang rapat, alim belum tentu kita lebih baik dalam pandangan ALLAH, karena hati dan ketulusan itu hanya ALLAH Sang Maha Mengetahui" Imbuh abah, agar istri dan putrinya tidak melihat seorang hanya dari luar saja.
"Astaghfirullah.. maafkan Uma bah" ujar Uma menyesal.
Beralih pada Habiba yang hanya menjadi pendengar, jangan salah Habiba tengah berbunga mendengar penuturan abah. Luapan hatinya bahkan sudah menjalar, menarik sudut bibirnya.
Abah dan Uma saling pandang sesaat setelah melihat wajah putrinya. Senyum tipis Habiba dan sorot matanya seolah bersenandung yakin akan keputusannya.
Semoga mendapat jodoh terbaik, sehidup sesurga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
abdan syakura
Smg berjodoh ya , HaBintang...
2023-01-26
1